NovelToon NovelToon
Guru TK Yang Cantik

Guru TK Yang Cantik

Status: sedang berlangsung
Genre:Masalah Pertumbuhan / Karir
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Di TK Pertiwi Masaran, Bu Nadia, guru TK yang cantik dan sabar, mengajarkan anak-anak tentang warna dengan cara yang menyenangkan dan penuh kreativitas. Meskipun menghadapi berbagai tantangan seperti balon pecah dan anak yang sakit perut, Bu Nadia tetap menghadapi setiap situasi dengan senyuman dan kesabaran. Melalui pelajaran yang ceria dan kegiatan menggambar pelangi, Bu Nadia berhasil menciptakan suasana belajar yang penuh warna dan kebahagiaan. Cerita ini menggambarkan dedikasi dan kasih sayang Bu Nadia dalam mengajarkan dan merawat anak-anaknya, menjadikan setiap hari di kelas menjadi pengalaman yang berharga dan penuh makna.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam Yang Indah, Calon Mama Baru

Setelah malam yang penuh keceriaan bersama Aldo dan Pak Arman, Bu Nadia menyadari bahwa waktu sudah larut malam. Dengan senyum lembut, ia melihat ke arah Pak Arman yang sedang menikmati momen kebersamaan dengan Aldo.

"Sayang," Bu Nadia berkata pelan, "Sepertinya sudah waktunya aku pulang. Sudah cukup malam, besok aku harus mengajar pagi-pagi."

Pak Arman mengangguk dengan penuh pengertian, meskipun terlihat sedikit kecewa karena harus mengakhiri malam yang indah ini. Namun, sebelum sempat menjawab, Aldo yang sedang asyik bermain tiba-tiba memandang ke arah Bu Nadia dengan wajah kebingungan.

"Lho, Bu Nadia kok pulang?" Aldo bertanya polos. "Katanya mau jadi calon mama Aldo. Kenapa calon mama pergi?"

Bu Nadia tertawa kecil mendengar kepolosan Aldo. Wajahnya merona malu, tapi ia mendekati Aldo dan berlutut di depannya, meraih tangannya dengan lembut. “Aldo, sayang. Calon mama nggak pergi jauh kok. Aku cuma pulang untuk istirahat sebentar, besok pagi kita akan ketemu lagi di sekolah.”

Aldo masih belum puas. "Tapi... calon mama nggak boleh tinggal di sini, ya?"

Pak Arman tertawa dan mengusap kepala Aldo. “Nak, calon mama harus pulang dulu. Kamu tahu kan, Bu Nadia harus ngajar di sekolah besok. Kita semua butuh istirahat. Tapi tenang saja, nanti calon mama akan sering main ke sini, kok.”

Aldo mengangguk, meskipun sedikit kecewa. "Oke, tapi janji ya, Bu Nadia? Nanti main lagi sama Aldo?"

Bu Nadia tersenyum dan mengangguk mantap. "Janji, Aldo. Nanti kita main lagi dan buat istana yang lebih besar dari Lego-mu."

Setelah perbincangan kecil itu, Pak Arman berdiri dan menawarkan diri untuk mengantar Bu Nadia pulang. "Aku antar kamu, sayang. Sudah terlalu malam, nggak aman kalau pulang sendiri."

Bu Nadia mengangguk dan berpamitan pada Aldo. “Sampai besok, Aldo. Kamu tidur yang nyenyak ya.”

Aldo melambaikan tangan, meskipun masih tampak bingung. "Sampai besok, calon mama."

Di perjalanan pulang, suasana di mobil terasa hangat namun sedikit sunyi. Pak Arman sekali-sekali melirik ke arah Bu Nadia yang terlihat tersenyum kecil sambil sesekali melihat keluar jendela. Saat lampu merah menyala, Pak Arman akhirnya membuka obrolan.

"Nadia, aku senang kamu bisa main ke rumah dan kenalan lebih dekat dengan Aldo. Dia memang anak yang polos, tapi cepat akrab, apalagi kalau sudah suka sama seseorang."

Bu Nadia tersenyum lebih lebar. "Aku juga senang. Aldo anak yang pintar dan menyenangkan. Aku benar-benar menikmati malam ini. Tapi... aku nggak nyangka dia bakal serius soal ‘calon mama’ itu."

Pak Arman terkekeh. "Yah, namanya juga anak-anak. Tapi, siapa tahu... mungkin suatu hari benar-benar jadi kenyataan."

Wajah Bu Nadia langsung merona mendengar kata-kata Pak Arman. Ia memalingkan wajahnya sejenak ke arah jendela, mencoba menyembunyikan senyumnya. "Kamu ini bisa aja, sayang."

Pak Arman menatapnya sejenak sebelum fokus kembali ke jalan. "Yah, namanya harapan, kan?"

Setelah beberapa menit, mereka tiba di depan rumah Bu Nadia. Pak Arman mematikan mesin mobil dan membuka pintu untuknya. Sebelum turun, Bu Nadia menatap Pak Arman dengan mata penuh kehangatan.

"Terima kasih, sayang, untuk malam ini," ucap Bu Nadia. "Aku benar-benar bahagia."

Pak Arman tersenyum hangat. "Aku juga, Nadia. Senang bisa berbagi momen ini denganmu. Kita sudah semakin dekat, dan aku merasa makin yakin dengan hubungan kita."

Sebelum Bu Nadia benar-benar turun, Aldo yang ternyata masih teringat dengan "calon mama" mengirim pesan suara melalui ponsel Pak Arman, suaranya terdengar polos dan lucu: "Calon mama Nadia, jangan lupa datang lagi besok, ya! Aldo tunggu."

Mendengar pesan itu, Bu Nadia tertawa kecil. "Aldo benar-benar manis."

Pak Arman tersenyum lebar. "Ya, dia sudah suka banget sama kamu. Sepertinya, rencana mengenalkanmu ke Aldo berhasil dengan sempurna."

Setelah mengantar Bu Nadia pulang, Pak Arman tiba di rumah dengan senyum yang tak pernah hilang dari wajahnya. Malam itu terasa luar biasa bagi dirinya. Duduk di ruang tamu, ia melepaskan jaketnya, mengambil segelas air, dan menyandarkan tubuhnya di sofa dengan nyaman.

Dalam batinnya, Arman merasa bangga. "Yes! Dulu rasanya begitu sulit untuk mendekatimu, Nadia. Saking cueknya kamu, aku sempat hampir menyerah," pikirnya sambil tertawa kecil.

Ia ingat bagaimana dulu Nadia sering menolak teleponnya, menjawab chat dengan dingin, bahkan kadang-kadang seolah tak mempedulikannya saat mereka berpapasan di sekolah. "Kamu benar-benar jual mahal waktu itu, Nad," gumamnya sambil tersenyum lebar. "Tapi aku tahu, di balik sikap cuekmu itu, ada sesuatu yang lebih dalam."

Arman melamun, memikirkan momen-momen awal ketika ia mencoba mendekati Nadia. Berkali-kali ia berpikir untuk mundur, tapi setiap kali melihat senyuman lembut Nadia saat mengajar, atau mendengar suaranya yang hangat, ia merasa tak bisa menyerah. "Kamu membuatku terus berjuang, Nadia. Dan sekarang, akhirnya kamu ada di sisiku. Bahkan kamu sendiri yang bilang ‘sayang’, heh!" pikirnya bangga.

Sambil membayangkan wajah Nadia yang tadi tersipu malu saat ia memanggilnya “sayang”, Arman tertawa kecil. "Siapa sangka? Guru cantik yang penuh wibawa itu akhirnya jatuh juga ke pelukanku." Ia menggelengkan kepala, merasa tidak percaya dengan betapa beruntungnya dirinya saat ini.

Di tengah lamunannya, ponsel Arman bergetar. Sebuah pesan dari Nadia muncul: "Sudah sampai di rumah, sayang?"

Senyum di wajah Arman semakin lebar. Ia mengetik cepat: "Sudah, sayang. Kamu sendiri gimana? Sudah istirahat belum?"

Tak lama, balasan datang: "Sudah mau tidur. Aldo gimana? Udah tidur belum?"

Arman tersenyum hangat saat membaca pesan itu. "Aldo udah tidur pulas. Sepertinya dia benar-benar suka sama ‘calon mama’ barunya."

Nadia membalas dengan emoji tertawa, lalu menambahkan: "Calon mama? Aku masih nggak percaya Aldo secepat itu memanggilku begitu."

Arman mengetik dengan cepat: "Itu karena dia tahu, kamu wanita yang spesial. Sama kayak aku yang akhirnya bisa memenangkan hatimu."

Malam itu, Arman duduk lama di sofa, terus berbalas pesan dengan Nadia sambil sesekali tertawa sendiri. Hatinya penuh dengan kebanggaan dan kebahagiaan. Ia tahu, perjalanan mereka baru dimulai, tapi Arman yakin, apapun rintangannya, ia siap menjalaninya bersama Nadia.

Sambil menatap ponselnya, Arman kembali tersenyum puas. "Akhirnya kamu jatuh di pelukanku, Nadia," batinnya penuh kemenangan. "Dan aku nggak akan pernah melepaskanmu."

Malam itu, setelah percakapan panjang dengan Pak Arman di WA, Bu Nadia merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Udara malam yang sejuk menyelimutinya, dan dia mengenakan baju tidur tipis yang terasa nyaman di kulit. Tubuhnya terasa rileks, tetapi pikirannya masih sibuk dengan berbagai perasaan yang tak bisa dia jelaskan.

Di dalam kamarnya yang temaram, hanya ada cahaya lembut dari lampu tidur di sudut ruangan. Nadia memeluk bantal dan membiarkan dirinya tenggelam dalam pikiran tentang Arman. Senyum kecil terukir di wajahnya, bibirnya sedikit mengerucut, dan pipinya memerah seolah ada kehangatan yang menyelimuti hatinya.

"Mas Arman..." gumamnya pelan, matanya menatap ke langit-langit, membayangkan wajah Arman yang penuh perhatian. Nadia tersenyum sendiri, merasa ada getaran yang berbeda setiap kali mengingatnya. "Kamu memang orang yang spesial buat aku. Perasaan ini begitu kuat, dan aku nggak bisa berhenti memikirkanmu."

Pikiran Nadia terus melayang-layang. Ia memikirkan segala usaha Pak Arman untuk mendekatinya, bagaimana lelaki itu tak pernah menyerah meskipun aku dulu sering bersikap dingin kepadanya. Setiap langkah Pak Arman untuk memenangkan hatinya terasa tulus, dan sekarang, Nadia merasa semakin yakin bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari pertemuan mereka.

"Apakah memang Allah mengirim dia untuk menjadi pendampingku ya?" Nadia bertanya dalam hati, matanya setengah tertutup, membayangkan masa depan bersama Pak Arman.

Pipinya semakin memerah saat memikirkan hal itu. Ia merasakan ada perasaan hangat yang mengalir lembut dalam hatinya, membuatnya merasa tenang. Mungkin ini bukan kebetulan. Mungkin benar, pertemuan ini sudah digariskan.

"Kalau memang begitu," Nadia berbisik pelan, "aku siap menerima kamu, Mas Arman. Semoga semua ini memang yang terbaik."

Sebelum matanya benar-benar tertutup oleh kantuk, Nadia tersenyum lebar sekali lagi, merasa bahagia dengan perasaan yang baru saja tumbuh di hatinya. Sambil menarik selimut, ia tahu, hari esok akan menjadi awal yang lebih indah untuknya dan Pak Arman.

Malam itu, Bu Nadia tidur dengan hati yang hangat dan penuh harapan. Hari-hari berikutnya tampaknya akan dipenuhi dengan lebih banyak kebahagiaan, terutama dengan Aldo yang sekarang menyambutnya dengan panggilan manis: “calon mama.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!