(Warning !! Mohon jangan baca loncat-loncat soalnya berpengaruh sama retensi)
Livia Dwicakra menelan pil pahit dalam kehidupannya. Anak yang di kandungnya tidak di akui oleh suaminya dengan mudahnya suaminya menceraikannya dan menikah dengan kekasihnya.
"Ini anak mu Kennet."
"Wanita murahan beraninya kau berbohong pada ku." Kennte mencengkram kedua pipi Livia dengan kasar. Kennet melemparkan sebuah kertas yang menyatakan Kennet pria mandul. "Aku akan menceraikan mu dan menikahi Kalisa."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4
Kennet merasa Livia sudah keterlaluan. Ia akan membuat Livia menderita sama seperti yang telah di lakukan Livia padanya, bahkan ia akan melakukannya berkali-kali lipat. "Mari kita menikah Kalisa." Ia akan membalas semua yang telah di lakukan Livia padanya dan pada kedua orang tuanya.
Kalisa tersenyum lebar, namun semenit kemudian ia bersikap tidak menerima begitu saja. "Kennet, aku tidak mau mengecewakan Kak Livia, bisa saja dia akan marah pada mu dan pada ku."
"Kau tenang saja, dia tidak akan melakukannya selama masih ada aku. Aku akan menjaga mu."
Kalisa berhambur memeluk Kennet. Ia tidak menyangka semudah itu membuat Kennet jatuh hati padanya.
"Kalisa kita akan mengadopsi anak. Aku ingin kau bersedia merawat anak itu." Dia tidak perlu lagi khawatir tentang keturunannya, ia bisa mengadopsi untuk melanjutkan keturunannya itu. Ia yakin Kalisa menjadi ibu yang baik.
Kalisa mengurai pelukannya. Tentu saja ia bersedia karena anak itu bisa menguatkan pernikahannya dengan Kennet. "Aku akan melakukan apa pun selama bisa bersama mu."
"Satu Bulan lagi, kita akan mengadakan pernikahan." Tegas Kennet. Mulai sekarang ia harus menyiapkan semuanya. Ia akan membuat Livia malu hingga wanita itu enggan untuk melihat ke publik.
Kalisa semakin senang, dengan menjadi nyonya Kennet ia bisa melakukan apa pun.
"Baiklah, kau beristirahatlah dulu. Aku keluar dulu."
Kalisa menutup pintu kamar Kennet, ia tidak sabar mengatakannya pada Livia. Ia harus baik-baik melayani madunya itu. Ia membuka pintu kamar Livia dan melihat Livia yang sudah tidur.
"Huh, dia sudah tidur. Baiklah, besok saja aku mengatakannya." Ia bisa bersabar menunggu besok pagi.
Keesokan harinya.
Kennet melihat kursi di samping kirinya. Dia menyuruh seorang pelayan memanggil Livia.
"Panggil Livia, ada sesuatu yang harus aku katakan."
"Baik Tuan."
Kalisa menggenggam tangan Kennet. Ia tidak perlu bersusah payah untuk mengatakan pada Livia. "Sayang apa tidak terlalu terburu-buru, aku takut Livia terguncang. Dia pasti sedih, bagaimana kalau dia tidak menerima pernikahan kita?"
Kennet tersenyum hangat. Kali ini ia akan mempercayai Kalisa. "Mau tidak mau dia akan menerimanya."
Livia datang dengan menggunakan dress putih. Dia duduk di samping Kennet. "Apa yang kau ingin bicarakan pada ku?" Ia kira Kennet akan membahas tentang perceraiannya. Melihat senyuman Kennet dan Kalisa bahkan kedua tangan yang menggenggam itu membuatnya tak enak di pandang dan sekaligus tak enak di hatinya.
"Aku harap Kakak tidak terkejut." Ucap Kalisa.
"Aku akan menikah dengan Kalisa. Aku merencanakannya satu bulan lagi." Tutur Kennet.
Livia meremas dressnya. Ia menatap Kennet dengan tatapan dalam, ia tidak menyangka secepat itu. "Bagaimana dengan perceraian ku?" tanya Livia sambil meremas dressnya. Jika ada pernikahan seharusnya siap untuk perceraian.
Kennet meneguk jusnya. "Aku tidak akan menceraikan mu. Bagaimana pun juga, aku sudah berjanji pada ibu ku dan ayah ku. Jadi aku hanya memenuhinya saja."
Kalisa mengerutkan keningnya. Seharusnya setelah menikah Kennet menceraikan Livia, tapi apa ini sungguh di luar dugaannya. Berarti ia bukan istri satu-satunya untuk Kennet. "Iya Livia, kau tidak perlu bercerai, kita akan menjadi keluarga dan saudara. Kita bisa merawat Kennet dan melayaninya dengan baik."
Batas kesabaran Livia sudah tak bisa di bendung lagi. Ia langsung mengambil segelas air di hadapannya dan menumpahkannya ke wajah Kalisa.
Kalisa terkejut, begitu pun dengan Kennet. Bahkan beberapa pelayan itu terkejut.
Plak
Livia merasakan pipinya panas terbakar, dadanya sangat sesak. Air matanya menggenang hendak turun dari pelupuk matanya. "Hah, apa hanya segini kemampuan mu tuan Kennet?"
"Orang tua ku telah salah memilih mu Livia." Tunjuk Kennet tepat di hadapan Livia. Dia meraih tangan Kalisa dan membawanya ke lantai atas.
Seorang pelayan pun menghampiri Livia. "Nyonya biar saya kompres pipinya."
"Bawa ke kamar ku," ucap Livia padanya dan berlalu pergi.
Livia mengusap air matanya. Sudah berapa kali ia di permalukan oleh Kennet, rasanya begitu sering. Ia akan pergi bagaimana pun caranya.
Pelayan wanita itu yang masih umur 22 tahun itu mendekat. Dia baru saja masuk ke mansion ini menggantikan ibunya yang sedang sakit. "Nyonya biar saya yang membantu mengompres pipi Nyonya."
Livia mengangguk, ia terasa asing melihat wajah pelayan itu. "Apa kau pelayan baru?"
"Iya Nyonya, Saya baru saja masuk menggantikan ibu saya yang sakit." Wanita muda itu memandangi wajah Livia, sungguh cantik. Ia sebagai wanita saja cemburu. Seandainya saja ia pria ia bisa jatuh hati.
"Nyonya, apa Nyonya baik-baik saja." Ia merasa wanita di hadapannya orang baik tidak seperti perkataan para pelayan.
Livia tersenyum tipis. "Kau percaya pada ku."
Pelayan Wanita itu mengangguk. "Saya percaya, Nyonya muda orang baik. Pasti ada alasannya Nyonya begitu." Polosnya.
Livia merasa hangat, baru kali ini ada orang yang mempercayainya dan ia merasa nyaman. "Aku lelah, aku ingin pergi."
"Apa karena Tuan tidak bisa memiliki anak?"
Livia terdiam, tidak heran semua orang di mansion tau rumor itu. "Bukan, tapi ada alasan lainnya yang memang membuat ku lelah. Anak itu hanyalah alasan untuk ku pergi. Aku tidak tahan berada di mansion ini. Ah, maaf aku bercerita panjang lebar. Siapa nama mu?"
"Nama Saya Ailen."
"Ailen, nama yang bagus. Terima kasih atas kebaikan mu."
Ailen tersenyum, dia pun pamit keluar. Ternyata Livia wanita yang baik, ibunya pernah bercerita bahwa Livia majikan yang baik. Hanya majikan laki-lakinya saja yang terlihat dingin, sejujurnya ia juga merinding. Ia saja jika punya suami seperti majikan laki-lakinya itu, ia juga pasti kabur.
....
Kennet dengan menatap Kalisa. Ia merasa kasihan pada Kalisa yang telah di permainkan oleh Livia. "Kalisa kau baik-baik saja kan?"
"Aku baik-baik saja. Tidak akan terjadi apa pun pada ku selama kau berada di sisi ku. Keberadaannya sudah cukup bagi ku. Hah, sepertinya kak Livia begitu membenci ku. Aku harap suatu saat nanti dia akan menerima ku."
Kennet mengusap pipi Kalisa. "Terima atau tidaknya biarkan saja. Aku khawatir pada mu, setelah pernikahan kita. Hari dimana pernikahan kita adalah hari perceraian ku dengan Livia. Aku akan menceraikannya."
Kebahagian Kalisa membuncah, ia berhambur memeluk Kennet. "Terima kasih Kennet. Aku mencintai mu. Aku sangat senang. Akhirnya kita bersama seperti janji mu pada ku dulu dan aku akan memenuhi janji ku pada mu." Ia tidak peduli mau Livia di ceraikan atau tidak, yang terpenting Kennet bersamanya.
Kennet mengusap kepala Kalisa. Ia tersenyum namun pikirannya tiba-tiba teringat Livia. Ia membuang pikirannya itu dan kembali memfokuskan dirinya untuk Kalisa.