Di antara cinta yang tak terucap dan janji yang tak sengaja diucapkan harus menjadi sesuatu yang ditanggung jawabi oleh Rafael. Setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan yang hampir terbilang sempurna, Rafael harus kehilangan wanita yang dicintainya sekaligus menerima kehadiran seorang gadis yang sangat ia sayangi—Adeline.
Dua tahun setelah pernikahannya dan bangun dari segala keterpurukannya, Rafael harus terjebak dalam sebuah dilema. Apakah ia akan memilih cinta yang sebelumnya hilang atau tetap bersama dengan seseorang yang selama ini menemani masa-masa sulitnya? Setiap pilihan datang dengan konsekuensi dan setiap keputusan menuntunnya pada jalan yang tak terduga.
Ketika cinta dan masa lalu bertabrakan, apakah Rafael akan mengikuti hati atau logika? Bagaimana jika pilihan yang benar ternyata sesuatu hal yang paling sulit ia jalani? Temukan kisahnya dengan meng-klik ‘Mulai Membaca’.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyushine / Widi Az Zahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HC 20
Para pasien yang sudah mendapatkan penanganan langsung dibawa menuju ruang rawat, dan beberapa pasien lagi masih berada diruang tindakan selagi menunggu dipindahkan.
Para perawat dan dokter benar-benar sedang kewalahan kali ini, mengingat tidak banyak dokter bedah yang standy by dirumah sakit.
Hari sudah menjelang siang, Adeline bahkan belum memakan apapun sejak pagi, sarapan yang dia bawa pun masih utuh tanpa sedikitpun disentuh olehnya.
"Del, ayo ikut aku makan siang."
"Kau duluan saja, Fran. Aku masih harus kontrol beberapa pasien disini."
"Tapi kau belum makan apapun sejak pagi, 'kan? Sudah ayo ikut, biar aku suruh yang lain untuk bergantian jaga selagi kau makan siang."
Tanpa menunggu persetujuan dari Adeline, Efran langsung menarik tangan wanita itu dan membawanya menuju kantin agar mereka bisa makan siang bersama.
Beberapa perawat benar-benar merasa aneh dengan kedekatan Efran dan Adeline, bahkan tidak sedikit yang mengatakan bahwa mereka memiliki hubungan yang spesial diluar pekerjaan mereka saat ini, dan tidak sedikit juga yang mencibir Adeline dan mengatakan bahwa Adeline merupakan wanita murahan, karena ketika dia sudah menikah, tetapi masih saja dekat dengan seorang bujangan tampan seperti Efran.
"Seakan tuan muda Wilbur tidak cukup untuk dirinya, sampai-sampai menggaet dokter sukses untuk menemaninya."
"Mungkin dia hanya menjadi pelarian tuan Rafa saja, karena yang ku dengar tuan Rafa itu sangat mencintai mendiang kekasihnya loh."
Bisikan-bisikan itu terdengar ditelinga Adeline, dan ia benar-benar tidak ingin mendengar sesuatu apapun tentang masa lalu Rafael, terutama kalimat yang menyatakan bahwa Rafael sangat mencintai Rachel.
"Selera makanku hilang, aku duluan." Ucap Adeline yang langsung bangun dari duduknya dan masih belum menyentuh apapun dari makanan yang telah disajikan oleh Efran sebelumnya.
"Kau tidak suka makanannya?" Efran mengejar Adeline yang sudah berjalan setengah lari agar bisa menjauh dari kantin.
"Aku suka,"
"Lalu kenapa tidak memakannya? Apa kau tidak nyaman?" Mendengar pertanyaan tersebut membuat Adeline bungkam dan terus berjalan. "Kau tenang aja, mereka tidak akan kau lihat lagi besok dirumah sakit ini." Tambah Efran yang langsung membuat langkah Adeline terhenti sekaligus menatap Efran.
Adeline tidak mengerti dengan apa yang di ucapkan oleh sahabatnya itu, kenapa juga dia bisa mengatakan hal demikian dan kenapa juga Adeline tidak akan melihat orang-orang itu lagi. Merasa penasaran, Adeline pun menarik Efran ke taman rumah sakit.
"Jangan disini, sebaiknya kita ke kafe seberang saja." Efran menawarkan seraya memainkan kedua alisnya dan membuat Adeline mencubit lengan Efran yang seakan menggodanya. "Sudah ayo. Soal pasien serahkan saja dulu pada dokter Angel dan timnya." Dengan cepat Efran pun menarik lengan Adeline agar bisa bicara dengan bebas di kafe.
Setibanya dikafe, Efran langsung memesan vanilla latte kesukaan Adeline dan americano untuk dirinya. "Vanilla latte untukmu," tutur Efran seraya menyerahkan satu cup berukuran kecil kepada wanita yang duduk dihadapannya saat ini.
Mendengar kata kesukaan yang dilontarkan oleh Efran membuat kening Adeline mengernyit tak percaya. "Aku masih bingung, sejak pertama kita bertemu, aku tidak pernah berkata aku menyukai kopi apa, tapi dari mana kau tahu kalau aku sangat menyukai vanilla latte?" Tanya Adeline penuh selidik.
"Aku hanya asal sebut saja, karena setiap kali kau menitip kopi padaku, kau selalu minta dibelikan vanilla latte, dan jika ternyata ini memang benar kesukaanmu, berarti aku beruntung bukan?"
Yah menurut Adeline memang masuk akal, dan sedikit-sedikit Adeline menyeruput vanilla latte miliknya serta menatap ke arah luar jendela. Matanya tak sengaja menatap dua pasangan yang tengah menikmati minuman dan dessertnya diluar cafe. Keduanya tampak serasi dan sangat terlihat saling menyayangi satu sama lain.
Senyum terukir dibibir Adeline ketika melihat kedua pasangan itu sedang berbagi canda dan tawa, dan melihat senyuman itu membuat Efran mencari tahu apa yang membuat wanita dihadapannya itu tersenyum.
Setelah mengetahui sumbernya, Efran kembali menatap Adeline. Efran tahu apa yang berada dalam pikiran Adeline saat ini, kemudian ia pun berdeham untuk mengalihkan pandangan Adeline dari kedua orang yang berada diluar tersebut.
"Jadi, bagaimana?" Efran bertanya seraya menatap lekat ke arah Adeline. Adeline yang tidak mengerti arah pembicaraan Efran pun hanya menatapnya penuh dengan kebingungan. "Apa kamu masih ingin bertahan?" Jelasnya yang membuat Adeline menghela napasnya.
"Mungkin sedikit lagi,"
"Bukankah itu Rafa?" Celetuk Efran yang melihat orang yang baru memasuki kafe tersebut. Mendengar nama Rafael membuat Adeline langsung menoleh ke belakang dan benar saja jika orang itu memang Rafael.
"Apa tidak sebaiknya kita kembali ke rumah sakit? Dokter Angel pasti juga belum makan siang," tukas Adeline yang langsung berdiri dari duduknya.
Biasanya dia akan menghampiri Rafa jika bertemu secara tak sengaja dan menanyakan sesuatu yang ada di kepalanya. Tapi sekarang berbeda.
Efran membatin dan bertanya-tanya mengenai sikap Adeline saat ini. Dia merasa bahwa dirinya telah melewatkan sesuatu, pasti ada hal yang terjadi antara Rafael dan Adeline yang tidak ia ketahui.
Terakhir kali aku melihat wajahmu sembab, apa itu ada hubungannya dengan dia, Del?
Efran terus menerka-nerka dan mencoba menghubungkan setiap kejadian yang ia lihat saat ini. Saat berpapasan dengan Rafael pun Adeline seakan tak mengenalnya, namun saat dia membuka pintu cafe, langkahnya terhenti karena seseorang.
"Wah ada Adel. Oh iya kau 'kan bekerja dekat sini ya." Ucapnya sumringah setiap kali bertemu dengan Adeline.
"Iya benar aku bekerja di rumah sakit seberang kak Al. Aku permisi dulu, karena harus segera kembali." Tutur Adeline seraya tersenyum dan langsung melangkah pergi.
Melihat sikap Adeline yang berbeda pun membuat Alvaro bertanya-tanya. Bukan hanya Efran yang janggal dengan sikap Adeline kali ini, Adeline benar-benar seperti seseorang yang tidak ingin berhubungan dengan Rafael.
"Jika kau tidak bisa menjaganya dengan baik, sebaiknya kau lepaskan dia." Gumam Efran ketika berjalan melewati Rafael dan ucapan Efran pun terdengar dengan jelas di telinganya. "Del, tunggu aku." Teriaknya seraya berlari mengejar Adeline yang hampir menyebrang jalan.
Rafael menatap punggung Efran dengan tatapan yang begitu tajam. Entah apa maksud dari ucapannya itu, namun nadanya terkesan sedang mengancam. "Hei sepertinya pria itu selalu bersama dengan Adel, apa mereka dekat?" Tanya Alvaro penasaran.
"Jika kau ingin tahu, tanyakan langsung saja." Ucap Rafael dingin dan langsung duduk menunggu clientnya datang.
Alvaro kini tengah memesankan kopi untuk Rafael, sedangkan Rafael masih memikirkan kalimat yang dilontarkan oleh Efran beberapa menit yang lalu, selain itu dia juga merasa bingung dengan sikap Adeline belakangan ini.
"Al, bisa kau cari tahu tentang Efran?"
"Siapa Efran?" Tanya Alvaro bingung saat baru saja tiba dengan dua gelas kopi ditangannya. "Pria yang bersama Adel tadi?" Kemudian Rafa membalas dengan sebuah anggukkan.
"Aku ingin kau cari tahu soal dia,"
"Tapi kenapa? Apa hanya karena dia dekat dengan Adel? Kau cemburu?"
"Aku hanya merasa dia bukan orang biasa, dan aku tidak akan membiarkan orang jahat berada didekat Adel." Ucapnya tegas dan Alvaro hanya mengangguk-angguk mendengar ucapan sahabat sekaligus bosnya itu.