Untuk mengisi waktu senggang diawal kuliah, Om Raka menawari Alfath untuk menjadi tutor anak salah satu temannya. Tanpa fikir panjang, Alfath langsung mengiyakan. Dia fikir anak yang akan dia ajar adalah anak kecil, tapi dugaannya salah. Yang menjadi muridnya, adalah siswi kelas 3 SMA.
Namanya Kimmy, gadis kelas 3 SMA yang lumayan badung. Selain malas belajar, dia juga bar-bar. Sudah berkali-kali ganti guru les karena tak kuat dengannya. Apakah hal yang sama juga akan terjadi pada Alfath?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
S2 ( Bab 30 )
Kimmy mengerutkan kening melihat dua orang wanita berbicara dengan Alfath. Entah karena jarak atau suara yang pelan, dia tak bisa mendengar obrolan mereka. Saat matanya dan Alfath saling bertatapan, bisa dia lihat kecemaaan diraut muka pria itu. Mendadak dia ikut cemas, mungkinkah itu Mama dan kakaknya Al? Dia masih ingat bagaiamana obrolan terakhirnya dengan Mama Alfath, wanita itu tidak menyukainya. Tapi bukan berarti dia harus menghindarkan?
Kimmy berjalan menghampiri mereka. Entah seperti apa nanti tanggapan Mama Alfath, dia tetap harus menyapa wanita itu. Namun tiba-tiba, salah satu dari wanita itu menoleh.
"Kimmy," panggil Hana.
"Hana." Kimmy tak mengira jika wanita itu ternyata adalah Hana. Dia dan Hana langsung berpelukan sambil cipika cipiki.
Alfath menutup mulutnya yang menganga dengan telapak tangan, tak mengira jika Hana dan Kimmy saling mengenal. Apakah dunia memang sesempit ini?
"Apa kabar kamu, Kim? Kirain masih di US," ujar Hana.
"Udah kembali beberapa bulan yang lalu," sahut Kimmy.
"Siapa, Han?" tanya Bu Fatimah.
"Teman Hana waktu di pondok, Mah."
Kimmy meraih tangan Bu Fatimah lalu menciumnya.
Disaat dua teman lama bahagia karena bertemu kembali setelah sekian lama, Alfath malah jantungan. Dia seperti sedang menunggu detik-detik bom meledak. Saat ini saja, dia mulai berkeringat dingin. Harusnya besok dia mengakhiri hubungan dengan Hana secara baik-baik, tapi diluar rencana, Hana malah memergokinya dengan Kimmy hari ini.
"Oh iya, Kim, kenalin," Hana menunjuk ke arah Alfath. Seketika, wajah pria itu langsung pucat pasi. "Ini Mas Al, calon suami aku."
Senyum Kimmy seketika lenyap.
Plug
Kantong plastik berisi apel yang dia pegang terjatuh karena saat ini, tubuhnya terasa lemas. Dia menatap Alfath nanar.
"Aku bisa jelasin ini, Kim."
Deg
Sekarang ganti Hana yang terkejut. Apa maksud dari kalimat Alfath barusan. Menjelaskan apa?
"Assalamu'alaikum," pamit Kimmy lalu pergi, namun Alfath lebih dulu menahan lengannya.
"Aku bisa jelasin, Kim," ujar Alfath.
"Lepas! Jangan menyentuhku!" pekik Kimmy tertahan. Saat ini, dadanya terasa sangat sesak, matanya memanas, dan tinggal menunggu waktu saja, tangis itu akan luruh.
"Ok!" Alfath mengangkat kedua tangannya. "Tapi please, dengerin aku ngomong dulu."
Kimmy tak mau mendengar apapun, dia berlari meninggalkan tempat itu. Tak bisa dia tahan lagi, tangisnya lebih dulu luruh sebelum dia mencapai pintu keluar supermarket.
Alfath tak mungkin mengejarnya, ada Hana dan Bu Fatimah yang lebih membutuhkan penjelasannya.
"Ada apa ini, Al?" Bu Fatimah menatap Alfath tajam. Dia bukan orang bodoh yang tak faham apa yang barusan terjadi.
"Saya akan jelaskan, Tante."
"Saya tunggu di rumah," Bu Fatimah menarik lengan Hana, membawa anak gadis tersebut keluar dari supermarket.
Hana hanya diam dengan tatapan kosong sepanjang perjalanan pulang. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibirnya. Bu Fatimah hanya bisa menatap nanar sang putri dengan dada bergemuruh. Saat ini, dia tak ingin banyak bicara dulu, dia masih menunggu penjelasan Alfath sebentar lagi. Dia menghubungi suaminya, memintanya jangan kemana-mana karena sebentar lagi, Alfath akan datang.
...----------------...
"Maafkan saya, Tante, Om, saya tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan dengan Hana."
Tangis Hana seketika meledak. Tubuh gadis yang sedang bersembunyi dibalik dinding tersebut luruh ke lantai. Dia membekap mulutnya dengan telapak tangan agar tak ada seorangpun yang mendengar tangisnya. Semua mimpinya, hancur dalam sekejap.
"Apa maksud kamu?" Pak Rinto bicara dengan nada tinggi. Ayah mana yang tidak akan emosi saat putrinya dipermainkan seperti ini.
"Saya tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan dengan Hana."
"Karena wanita tadi?" tanya Bu Fatimah sinis. "Saya benar-benar tak menyangka jika kamu pria seperti ini, Alfath." Sesabar-sabarnya dia, emosi juga saat tahu putrinya diselingkuhi. "Baru beberapa hari yang lalu, kamu setuju untuk bertemu WO, tapi hari ini, mendadak kamu batalkan rencana pernikahan. Apa kamu fikir, anak saya tak punya hati, hah!" Mata wanita paruh baya itu berkaca-kaca. Dia membayangkan seperti apa putrinya di dalam sana, dia pasti sangat terluka.
"Sabar, Ma, sabar." Pak Rinto memegangi bahu istrinya, wanita itu baru saja drop, jangan sampai kembali drop karena masalah ini.
"Gimana Mama bisa sabar, Pa. Dia mempermainkan putri kita," Bu Fatimah menunjuk Alfath. Air matanya berderai, dia ikut merasakan sakit yang saat ini Hana rasakan. Hana tak pernah jatuh cinta, sekalinya jatuh cinta, kenapa harus setragis ini. Pernikahan yang sudah di depan mata mendadak dibatalkan. "Apa salah Hana padamu? Apa hah! Apa salah putriku sehingga kamu tega menyakitinya seperti ini?"
"Saya yang bersalah di sini, Tante, bukan Hana. Seharusnya, saya memikirkan matang-matang terlebih dahulu sebelum memutuskan menyetujui perjodohan ini. Melanjutkan pernikahan, hanya akan menyakiti saya dan Hana."
"Pulanglah," ujar Pak Rinto. Mata laki-laki itu tampak memerah. "Mulai detik ini, aku putuskan tidak ada hubungan lagi didiantara kamu dan Hana."
Hana makin sesenggukan mendengar keputusan papanya. Dia menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak.
"Putriku pantang mengemis cinta pada laki-laki sepertimu. Kamu tidak layak untuk Hana ku. Pergilah!"
"Sekali lagi, saya minta maaf, Om, Tante. Permisi, assalamu'alaikum," Alfath segera meninggalkan rumah tersebut. Ini belum akhir, melainkan permulaan dari masalahnya. Setelah ini, dia masih harus menjelaskan pada Kimmy, dan masalah yang tak kalah berat, adalah menghadapi mamanya.