Dibuang Suami, Diratukan Adik Ipar

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Kevin sudah tiba di kediaman keluarga Taliban. 

Sang ibu yang melihat kedatangan putranya merasa begitu kesal, tapi karena permintaan Arvin kemarin malam, dia menhan kekesalannya dan menyambut Kevin seolah-olah tidak terjadi apa pun. 

"Akhirnya kau datang juga?! Bukankah pekerjaanmu lebih penting dari pada istrimu? Kenapa tidak kembali bekerja saja?!" Gerutu Christina ditutup helaan nafas. 

Kevin langsung memeluk ibunya, "maaf Bu, aku sudah bersalah. Hari ini aku hendak menjemput Regina untuk melakukan pemeriksaan rutin di rumah sakit," kata Kevin. 

Kening Christina mengerut, selama ini putranya tidak memperdulikan hal seperti itu, tapi kenapa sekarang tiba-tiba jadi perhatian pada kondisi kesehatan Regina?

Namun ketika mengingat selingkuhan putranya ada di rumah sakit, perasaan Christina menjadi tidak enak. 

"Kalau begitu Ibu akan menemani kalian," ucap Christina. 

Kevin terkejut, "Tidak usah Bu, biar aku saja yang menemani Regina," kata Kevin bersamaan dengan Regina yang muncul dari lantai atas.

"Sayang," Kevin mendekati Regina dan langsung merangkul Regina. 

"Kita ke rumah sakit sekarang ya," ucap Kevin. 

Regina merasa risih dalam rangkulan kevin, tapi dia berusaha tenang, "jangan khawatir, nanti aku pergi sendiri saja, masih mau sarapan di sini," ucap Regina. 

"Iya, sarapanlah dulu sebelum berangkat," kata Christina segera mengulurkan tangannya ke arah Regina dan menarik Regina ke meja makan karena tahu Regina merasa risih di rangkul Kevin.

Kevin mengikuti kedua perempuan itu, tapi kemudian teleponnya berdering. 

Dringggg... Driingggg.... 

Saat melihat nama pemanggil pada layar ponselnya, Kevin dengan cepat mengangkat panggilan telepon itu dan berjalan ke arah teras. 

Arvin yang baru saja turun lau mengikuti Kevin dan menguping pembicaraan pria itu. 

"Ada apa sayang?" Tanya Kevin pada selena. 

"Aku baru bangun, sangat terkejut kau tidak ada di sampingku, kau dimana?" Tanya Selena dari seberang telepon dengan suara yang lemas. 

"Maafkan aku sayang, aku sedang menjemput pendonor hatimu, nanti kita ketemu lagi di rumah sakit, kau harus mempersiapkan dirimu untuk operasi hari ini ya,," kata Kevin penuh kelembutan. 

Arvin yang mendengarnya langsung mengepal kuat tangannya, 'Dasar biaadab Berani-beraninya dia!' geram Arvin dalam hati seraya berjalan ke arah meja makan. 

Setelah tiba di meja makan, Arvin melihat Regina Bersama sang Ibu dan sang ayah sudah mulai sarapan. 

"Kenapa Kau lambat sekali bangun?" Tanya  Christina seraya menaruh nasi ke piring Arvin. 

"Maaf," kata Arvin dengan tenang sambil melirik Regina, memastikan Regina baik-baik saja setelah bertemu dengan Kevin. 

Saat itu juga lah Kevin akhirnya kembali ke meja makan, lalu duduk di samping Regina Seraya berkata, "makan lebih banyak," Kevin menaruh makanan ke piring Regina membuat semua orang di sana kebingungan. 

Ada apa dengan tingkah Kevin? 

Kenapa sekarang tampak lebih perhatian pada Regina saat mereka akan bercerai? 

Christina sangat ingin bertanya, namun mengingat kembali apa yang telah mereka bicarakan kemarin malam, maka dia menahan diri dan memilih berkata, "kebetulan hari ini Arvin juga akan melakukan pemeriksaan kesehatan, jadi kalian bertiga boleh pergi ke rumah sakit."

Mendengar ucapan ibunya, Kevin langsung menatap Arvin, Tentu saja dia tidak ingin jika Arvin ikut ke rumah sakit, sebab rencananya yang telah disusun dengan matang pasti tidak akan berjalan dengan lancar karena kehadiran pria itu. 

"Kami akan pergi berdua saja, Arvin bisa menyusul nanti atau pergi sendirian saja," ucap Kevin. 

"Kau ini kenapa? Memangnya ada masalah kalau Adik mu ikut dengan kalian?" Christina akhirnya merasa tidak senang dengan putra sulungnya. 

Kening Kevin mengerut, dia sudah mengatakan pada para dokter untuk memberitahu Regina bahwa Regina mengidap kanker dan akan menjalani biopsi hari ini juga, meski sebenarnya biopsi yang dimaksud itu ialah operasi donor hati, Jadi kalau Arvin benar-benar ikut, mungkin saja rencana mereka akan gagal. 

"Hah,,, baiklah," Kevin tidak punya pilihan lain, namun dia berencana untuk menghubungi rumah sakit sebelum mereka berangkat ke rumah sakit agar memisahkan tempat pemeriksaan Arvin dan Regina. 

Maka sarapan pun berjalan dengan lancar lalu tiga orang meninggalkan kediaman dengan Christina bersama suaminya memandangi mobil yang melaju meninggalkan kediaman mereka. 

"Ada apa dengan Kevin?" Kata Christina kebingungan. 

"Perempuan yang menjadi selingkuhannya juga berada di rumah sakit, Jadi mungkin saja ada sesuatu lain yang direncanakannya. Baguslah jika Arvin ikut bersama-sama dengan mereka," ucap Bima. 

"Memangnya perempuan itu sakit apa?" Christina bertanya. 

"Aku juga belum mengetahuinya, kemarin belum sempat bertanya, tapi Arvin akan mengurus semuanya," ucap Bima. 

"Dasar anak itu! Tapi baguslah kalau Regina menikah dengan Arvin, aku lihat Arvin tampak tulus menyukai Regina, kasihan sekali Regina kalau harus bersama-sama dengan Kevin selama-lamanya, pria yang,,, hah,,, Memangnya dia itu keturunan siapa sih?" Christina mendengus kesal, memasuki rumah dengan langkah yang marah memikirkan putranya. 

Mau marah juga sulit, tidak marah juga menjadi semakin pusing, pokoknya semuanya serba Salah!