"Jadilah kuat untuk segala hal yang membuat mu patah."
_Zia
"Aku mencintai segala kekurangan mu, kecuali kepergian mu."
_Darren
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SIKAPNYA BERBEDA
...RINTIK HUJAN
...
...“Perempuan itu kuat, ketika malam ada tangisan. Lalu, paginya dia bisa tersenyum. Seakan-akan taka da masalah, tak ingin orang-orang tau jika dia sedang rapuh.”
...
Sepasang kekasih yang tengah menikmati waktu istirahat mereka, dimana sosok pria tengah lelapnya menyelami alam mimpinya dengan memeluk pinggang ramping kekasihnya.
Lalu, si wanita yang terbangun beberapa menit lalu. Berusaha melepaskan kukungan kekasihnya untuk mengangkat telpon yang mengganggunya.
Saat berhasil bangun, dia segera mengambil ponsel di meja lalu melihat siapa yang tengah menelpon kekasihnya.
“Istri?” Nama itu yang terterah disana. “Maksudnya Zia?”
Dia menggeser tombol hijau, dan mendengar suara seorang wanita yang sangat jelas. Namun dia hanya diam, sangat malas menjawabnya dan tanpa pikir panjang dia memutus sambungan telpon itu.
“Kau tidak tau saja jika suami mu saat ini tengah manja pada ku Zia, lihat. Gue perlahan bisa rebut perhatian Darren dari lo.”
Melinda menghapus riwayat panggilan Zia, dia tak mau jika Darren melihat ini. Dia ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya.
Darren terusik dalam tidurnya, dengan perlahan membuka kelopak matanya. Lalu, merenggangkan otot tubuhnya dan duduk bersandar pada sandaran kepala tempat tidur.
“Kapan kau bangun?” Tanyanya dengan suara khas bangun tidur.
Zia mendekat, lalu duduk dan membelai wajah kekasihnya. “Baru saja.”
Darren mengangguk. “Hm, pukul berapa sekarang?”
“Hampir pukul limah sore sayang, kenapa?”
Darren tak bisa tinggal, dia harus segera pulang kejakarta. Jika tak pulang lebih awal ayahnya atau Antoni bisa saja melacknya, dan berakhir Aron pasti mengamuk padanya.
“Maaf, sepertinya saya tidak bisa bermalam.”Tutur Darren. Mengacak-acak rambutnya yang berantakan.
Melinda tentu kesal, tak sesui dengan rencana yang ingin Darren lebih lama dengannya.
“Kenapa? Kamu udah janji loh sayang, kamu bakal temanin aku disini. Terus kenapa kamu.”
Cup
Darren mengecup sekilas bibir Melinda, hingga Melinda berhenti mengoceh. Darren mengusap surai hitam milik Melinda.
“Dengar, ayah bisa saja melacak keberadaan saya. Jika ayah tahu kita kembali bersama, saya tidak bisa menjamin jika kamu bisa lolos dari ayah Melinda.” Jelas Darren.
Benar. Aronald tak seteng itu jika dilihat, dia memiliki sisi lainya yang tak banyak orang-orang tahu. Kecuali kau mengikuti perjalanan semasa hidupnya, dia bisa lebih kejam dari seorang mafia berkelas.
Dan Melinda tidak tahu dengan itu, maka dari itu. Darren memperingatinya, dan jika ayahnya sudah bertindak maka dia tak bisa berbuat apa-apa.
“Kenapa dengan ayah mu? Kenapa juga aku harus takut, aku calon menantunya bukan?” Tanyanya dengan kepedean tingkat kronis.
Darren terdiam, kekasihnya ini sudah berfikir sampai kesana? Seyakin itukah dia?
“Dengar, ayah adalah orang paling menentang hubungan kita. Jika ayah tahu kita kembali bersama, aku tak bisa berbuat apa-apa.”
Melinda diam, benar. Aronald adalah orang pertama yang menentang hubungannya setelah dia memaki-maki Darren karena menjadi karyawan diperusahaan ayahnya sendiri. Dari sanalah Aron tak menyukainya.
Melinda terlihat lesu, dia melupakan fakta jika Aron salah satu masalah dalam rencanya. Aron adalah masalah kedua setelah Zia.
“Baik, tapi jika aku minta kamu buat datang kesini. Kamu ngak boleh nolak, pokonya harus datang. Titik!”
Darren hanya mengangguk saja, itu tak masalah baginya. “Baiklah.”
“Peluk.” Ujar Melinda.
***
Zia berdiri dengan gelisah diteras rumahnya, gerbang yang menjulang tinggi itu sengaja dia buka dengan lebar. Suaminya belum juga pulang, kemana sebenarnya Darren? Zia tak mau berfikir yang tidak-tidak, mungkin saja suaminya itu sedang mengurus pekerjaannya. Namun.
Kenapa sampai sehari dan lupa untuk mengabarinya?
“Ya Allah lindungi suami saya dimana pun dia.” Tutur Zia.
Sesekali dia duduk, sesekali juga dia berjalan dan mondar-mandir. Dia bahkan melewatkan makan malamnya, dia tak nafsu makan karena merasa khawatir tak mendapat kabar dari suaminya.
Bahkan Aron kembali menghubunginya, menayakan Darren sudah pulang atau belum dan tentu saja dia menjawabnya dengan jujur.
Hingga sebuah mobil memasuki pekarangan rumahnya. Zia memicingkan matanya, memastikan mobil itu. Benar itu kendaraan suaminya.
“Ya Allah mas Darren.”
Zia menunggu suaminya turun dari dalam mobil, dia tersenyum dengan mata yang hampir mengeluarkan bulir-bulir cairan.
Darren berjalan dengan wajah dingin, pakaiannya kusut dan wajahnya sangat terlihat lelah. Rambutnya acak-acakan. Darren tiba dihadapan istrinya, melihat Zia yang sepertinya hendak menangis membuatnya merasa sedikit bersalah.
“Mas, kamu dari mana saja? Kenapa tak membalas pesan aku? Telpon aku juga ngak kamu angkat-angkat? Aku khawatir mas Darren.” Tutur Zia dengan pelan. Air matanya perlahan turun, dia mengusapnya dengan kasar.
Darren masih diam, masih betah menatap wajah yang sendu dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir. Dia merasa senang, istrinya menghawatirkannya.
“Mas Darren kok diam saja, mas Darren marah karena aku menganggu saat tadi siang aku mengabari mas? Hiks…hikss…” Tanyanya. “Ma-s kok diam?”
Darren menatap Zia, benarkah Zia mengirimkannya pesan? Dan mengabarinya? Namun taka da notifikasi satupun yang masuk, dia bahkan berulang kali mengecek ponselnya saat perjalanan kesini.
Apakah Zia berbohong? Tapi itu tak mungkin, istrinya tak mungkin berbohong. Lalu? Apakah Melinda?
“Kau menghubungi saya?” Tanya Darren. Setelah lama tak mengeluarkan suara.
Zia mengusap air matanya, lalu mengangguk. Mengambil ponselnya dan memperlihatkan pesannya yang hanya centang biru dan riwayat panggilannya.
“Ini kalau mas ngak percaya, mas Darren kemana? Kenapa baru pulang sekarang?” Tanyanya lagi. Darren belum menjawabnya, tapi dalam hatinya dia sepenuhnya bersyukur suaminya kembali dengan selamat.
Darren mengambil alih ponsel Zia, dan menatap pesan serta riwayat panggilan. Benar Zia menghubunginya, tapi kenapa taka da satupun notifikasinya yang sampai.
“Mas.” Panggil Zia. “Kenapa mas Darren?”
Darren menatap Zia, lalu berjalan masuk kedalam rumah setelah dia mengembalikan ponsel itu pada Zia. Dan Zia tentu saja bingung dan segera menyusul suaminya.
Didalam kamar Darren tengah mengguyur tubuhnya dengan air, mencoba menenagkan fikirannya. Tak mungkin Melinda yang melakukannya, lalu siapa?
Darren segera menyelesaikan ritual mandinya, dan mengenakan pakaian rumahan. Darren mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil, dan duduk di sofa panjang yang ada didalam kamarnya.
Tok
Tok
“Mas Darren. Aku udah siapin makan malam, makan dulu yah baru istirahat.” Ujar Zia. Melangkah mendekati Darren yang hanya diam.
“Saya lelah, simpan saja makanannya.” Jawabnya dengan dingin. Melangkah menaiki tempat tidur, membaringkan tubuhnya memunggungi Zia.
Zia diam, suaminya kenapa?
“Yaudah mas.”
Zia berjalan kembali kedapur, menyimpan kembali makanan yang telah dia sediakan kedalam wadah dan menyimpannya dalam kulkas untuk dipanasi esok pagi.
“Mas Darren kecapean Zia, makanya sifatnya seperti itu. Jangan diambil hati, kan udah biasa dulu kaya gitu.” Ujarnya. Menenagkan hatinya sendiri.
Zia kembali masuk kedalam kamar, lalu mengambil wudhu terlebih dahulu. Dan berbaring disebelah suaminya yang sudah terlelap, Zia menatap punggung lebar suaminya. Zia menyentuh dan mengusap pelan punggung itu.
“Capek yah mas? Selamat malam, besok jangan dingin lagi ke aku yah mas. Aku takut.” Tuturnya. Lalu menyelami alam mimpinya.
Darren terbangun saat merasakan gerakan dibelakangnya, usapan dan ucapan Zia dia mendengar semuanya.
Darren tengah memikirkan sesuatu, perasaannya membuatnya bingung dan bimbang. Tentang foto Zia bersama seorang pria di tokohnya, lalu riwayat dan pesan yang dikirmkan oleh Zia tak sampai kepadanya. Dan Melinda?
Darren perlahan berbalik, membalikkan tubuhnya sampaih sepenuh berhadapan dengan Zia yang terlelap dengan nafas yang teratur.
Darren mengusap pelan pipi bakpao istrinya dengan pelan, seolah-olah pipi itu adalah kaca yang jika disetu secara kasar pasti retak.
“Maafkan saya Zia.” Kata Darren pelan. Menyingkirkan rambut nakal yang menutupi kecantikan istrinya.
Darren tak mampu menyakinkan hatinya apakah benar dia telah jatuh kedalam pesona Zia, bahkan perasaannya saja pada Melinda dia tak tahu. Hanya merasakan takut kehilangan lagi.
“Tadi pagi, kau bersama siapa? Siapa pria itu? Dan kenap kamu bisa tertawa lepas dengannya? Bahkan dia berani menyentuhmu.”
Darren mendekatkan wajahnya. Lalu mengecup lama kening istrinya, dia merindukan istri kecilnya.
Cup
“Maaf karena membuatmu menitihkan air mata, dan saya tak bisa berjanji untuk tak menorehkan luka Zia.”
“Selamat malam istri.”
dan akhirnya cerita pun tamat.
moga ada karya yg lain ya Thor 🙏🥰
lanjut Thor,,,
moga Darren bener" insyaf ga ada lagi kdrt.