NovelToon NovelToon
KESALAHAN PENGHANCUR MASA DEPAN

KESALAHAN PENGHANCUR MASA DEPAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Nikahmuda / Bad Boy / Enemy to Lovers
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Mardianna

Di tahun terakhir mereka sebagai siswa kelas 3 SMA, Karin dan Arga dikenal sebagai musuh bebuyutan. Mereka sering bertengkar, tidak pernah sepakat dalam apapun. Namun, semua berubah di sebuah pesta ulang tahun teman mereka.

Dalam suasana pesta yang hingar-bingar, keduanya terjebak dalam momen yang tidak terduga. Alkohol yang mengalir bebas membuat mereka kehilangan kendali, hingga tanpa sengaja bertemu di toilet dan melakukan sebuah kesalahan besar—sebuah malam yang tidak pernah mereka bayangkan akan terjadi.

Setelah malam itu, mereka mencoba melupakan dan menganggapnya sebagai kejadian sekali yang tidak berarti. Namun, hidup tidak semudah itu. Beberapa minggu kemudian, Karin mendapati dirinya hamil. Dalam sekejap, dunia mereka runtuh.

Tak hanya harus menghadapi kenyataan besar ini, mereka juga harus memikirkan bagaimana menghadapinya di tengah sekolah, teman-teman, keluarga, dan masa depan yang seakan hancur.

Apakah mereka akan saling menyalahkan? Atau bisakah kesalahan ini menjadi awal dari sesuatu yang tidak terduga? Novel ini mengisahkan tentang penyesalan, tanggung jawab, dan bagaimana satu malam dapat mengubah seluruh hidup.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardianna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tangisan di Balik Kamar

Setelah mendengar bantingan pintu dari atas, Bu Salma tak bisa lagi menahan rasa cemasnya. Ia bergegas naik ke lantai atas, mendapati pintu kamar Karin terkunci. Ia mengetuk pelan, suaranya lembut namun penuh khawatir.

Bu Salma: "Karin, Nak, kamu nggak apa-apa? Kenapa kamu ribut sama Arga tadi sayang? Buka pintunya, ya..."

Di dalam kamar, Karin masih terduduk di lantai dengan tangannya yang kini penuh bekas luka silet yang hampir mengering. Air mata masih mengalir di pipinya, meski tangisannya mulai mereda. Suaranya terdengar serak ketika ia menjawab.

Karin: "Nggak apa-apa, Mah. Tadi cuma berantem kecil aja sama Arga. Biasa, Arga suka nyebelin..."

Ia mencoba terdengar tenang, meski hatinya masih terasa hancur. Bu Salma menghela napas, merasa tak puas dengan jawaban Karin.

Bu Salma: "Berantem kecil kok sampai suara banting pintu begitu? Kamu yakin nggak apa-apa, Karin?"

Karin menggigit bibirnya, merasa bersalah karena sudah membuat ibunya khawatir. Ia tahu, jika ibunya tahu kebenaran, itu akan membuat segalanya jauh lebih rumit. Ia mengusap wajahnya yang basah, mencoba menenangkan diri.

Karin: "Serius, Mah. Nggak ada apa-apa. Arga cuma lagi kesel, terus aku juga kesel. Udah biasa kok, nanti juga baikan lagi."

Bu Salma terdiam sejenak, masih berdiri di depan pintu. Nalurinya sebagai ibu mengatakan ada yang salah, tapi dia tak ingin memaksa Karin untuk bicara jika putrinya belum siap.

Bu Salma: "Ya udah, kalau gitu. Tapi kalau kamu butuh sesuatu, atau mau cerita, kamu panggil Mamah ya? Mamah sayang kamu, Karin."

Karin: "Iya, Mah. Makasih..."

Setelah mendengar suara langkah ibunya menjauh, Karin menutup matanya, membiarkan dirinya terlarut dalam keputusasaannya lagi. Hatinya masih terasa berat, dan meski ia berusaha kuat, rasa sakit itu tak kunjung hilang.

Setelah suasana rumah kembali hening dan Bu Salma pergi, ponsel Karin tiba-tiba bergetar di meja. Dengan tangan gemetar, ia meraihnya, berharap itu pesan dari siapa saja kecuali Arga. Saat melihat nama Galang muncul di layar, perasaannya campur aduk. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum membuka pesan tersebut.

Galang:

“Kar, kamu kenapa nggak masuk sekolah?Dengar-dengar kamu sakit. Kamu baik-baik aja, kan?”

Karin terdiam sejenak, bingung harus menjawab apa. Galang, meskipun sering bersikap dingin dan pendiam, ternyata tetap memperhatikan keadaannya. Namun, Karin tak ingin terlihat lemah di depan siapapun, termasuk Galang. Apalagi setelah semua yang terjadi dengan Arga, dia merasa semakin hancur.

Karin mengetik balasan dengan pelan, mencoba menenangkan pikirannya.

Karin:

“Nggak apa-apa, lang. Cuma kecapean karna liburan kemaren, soalnya aku ngga kebiasa jalan-jalan. Makasih udah nanyain.”

Tak butuh waktu lama, pesan balasan dari Galang muncul.

Galang:

“Kalau kamu butuh apa-apa, kabarin aku ya. Jangan sungkan.”

Setelah percakapan dengan Galang,Tiba-tiba, tanpa sadar, tangan Karin bergerak menuju laptop yang ada di samping tempat tidur. Ia menyalakannya dengan pelan, jemarinya gemetar saat mulai mengetik di kotak pencarian.

"Apakah wanita yang sudah berhubungan badan sebelum nikah adalah wanita murahan?"

Dia tak tahu apa yang mendorongnya untuk mencari ini. Mungkin rasa penasarannya, atau mungkin rasa bersalah yang begitu besar hingga membuatnya ingin mencari jawaban dari apa yang ia rasakan.

Matanya mulai menjelajahi satu artikel yang menguraikan tentang stigma dan pandangan masyarakat terhadap wanita yang kehilangan kesuciannya sebelum menikah.

Karin merasa seperti ditusuk setiap kali membaca kata-kata yang menghakimi, seolah-olah setiap kalimat itu berbicara langsung padanya.

Air mata yang sempat mengering kembali membasahi pipinya. Dia merasa semakin tenggelam dalam perasaan benci terhadap dirinya sendiri.

Semua yang ia baca seolah mengonfirmasi ketakutannya, bahwa dia sudah "rusak," sudah menjadi seseorang yang tak pantas dihormati.

Sebuah pikiran menghantamnya, begitu menyakitkan hingga ia tak mampu menahan isak tangis lagi.

Saat Karin menatap layar laptop yang masih menampilkan artikel-artikel tersebut, pikirannya tiba-tiba melayang kepada kedua orang tuanya.

Wajah ayah dan ibunya, Bu Salma dan Pak Roby, terlintas di benaknya. Pikirannya mulai dipenuhi dengan bayangan bagaimana mereka akan bereaksi jika mengetahui apa yang telah terjadi.

Dia bisa membayangkan wajah ibunya yang berharap banyak kepada karin. Namun, jika ibunya tahu hal ini, pasti hatinya akan hancur. "Goblok banget, kenapa aku bisa menyakiti hati Mama seperti ini?" pikir Karin dengan perasaan semakin berat.

Bayangan Pak Roby, sosok yang jarang bicara tapi selalu menunjukkan kasih sayangnya dengan cara yang diam-diam, membuat Karin semakin terpuruk.

Ia tahu betul betapa ayahnya mengharapkan yang terbaik untuk masa depannya. "Papah pasti sangat kecewa... mereka berdua akan terluka banget," batinnya semakin dipenuhi kecemasan.

Karin merasa seolah-olah telah mengecewakan dua orang yang paling ia sayangi di dunia ini.

Setelah berjam-jam terisak, Karin masih memeluk dirinya sendiri di sudut kamarnya. Pikirannya penuh dengan rasa penyesalan dan kekecewaan yang tak tertahankan.

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nama Arga muncul di layar, memancing emosi yang tak bisa ia tahan lagi.

Karin menatap layar ponselnya dengan mata penuh kebencian. Suara dering itu seakan memperparah luka di hatinya.

Dia tahu apa yang ingin Arga katakan, permintaan maaf yang sudah terlambat, kata-kata penyesalan yang tidak akan mengubah apa pun. Pikirannya penuh dengan rasa marah, jijik, dan sakit hati.

Karin: berbicara pada dirinya sendiri, dengan nada penuh kebencian "Kenapa lo masih berani nelfon gue, Arga? Lo yang bikin hidup gue hancur!"

Ia membiarkan telepon itu berdering sampai berhenti sendiri. Namun, tak lama kemudian, ponselnya bergetar lagi. Arga masih mencoba menelepon, mencoba memperbaiki sesuatu yang menurut Karin sudah tak bisa diperbaiki.

Karin: dengan kemarahan memuncak, bergumam "Gue nggak mau denger apapun dari lo lagi, Arga!"

Dengan tangan gemetar, Karin membuka ponselnya dan langsung memblokir nomor Arga tanpa ragu-ragu.

Karin: berbisik pelan, suaranya penuh luka "Lo udah bikin gue rusak, Arga... Gue nggak akan pernah maafin lo."

Setelah memblokir nomor Arga, Karin melempar ponselnya ke tempat tidur dan memeluk lututnya, merasakan kesunyian yang dalam.

Rasa takut mulai merayapi pikirannya, membuatnya sulit bernapas. Besok adalah tanggal 15, tanggal yang selalu dia tandai setiap bulan,jadwal PMS-nya. Biasanya, dia tidak terlalu memikirkan hal itu. Namun kali ini berbeda. Ada ketakutan yang menghantui hatinya.

Karin: bergumam pelan pada dirinya sendiri, suaranya dipenuhi kecemasan "Besok... gue harusnya PMS... Tapi, kalau gue nggak PMS... gimana kalau gue hamil?"

Pikiran itu langsung menimbulkan rasa panik. Malam liburan itu, ketika dia dan Arga terjebak dalam momen yang seharusnya tidak pernah terjadi, kini terus menghantui. Karin merasa sangat ketakutan, membayangkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.

Karin: dengan suara gemetar, hatinya penuh kekhawatiran "Gue nggak bisa hamil... nggak sekarang... tapi gimana kalo gue beneran hamil?"

Bersambung….

1
Ella Ella
semangat up thor
Rieya Yanie
smga karin gak hamil tp arga tetep tanggung jawab
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!