Menikah secara tiba-tiba dengan Dean membuat Ara memasuki babak baru kehidupannya.
Pernikahan yang awalnya ia kira akan membawanya keluar dari neraka penderitaan, namun, tak disangka ia malah memasuki neraka baru. Neraka yang diciptakan oleh Dean, suaminya yang ternyata sangat membencinya.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? apakah Ara dapat menyelamatkan pernikahannya atau menyerah dengan perlakuan Dean?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu Unaiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 10
Ini adalah kedua kalinya Ara mengecek barang belanjaan di atas troli, dan mencocokannya di daftar belanjaan yang sudah ia susun sebelumnya, khawatir jika masih ada yang kurang atau terlewat. Setelah merasa semua sudah sesuai Ara kemudian mengantri di depan kasir yang sudah diisi lima orang lebih dulu.
Hari ini adalah jadwal Ara untuk belanja bulanan. Semua kebutuhan di rumah kebanyakan sudah akan habis seperti tisu, detergen, bumbu dapur dan beberapa kebutuhan lain.
Untuk keperluan rumah memang semua Ara yang mengurus, Dean memberi sebuah kartu yang bisa Ara gunakan untuk membeli kebutuhan rumah. Meski begitu Ara tidak pernah lancang memakai kartu tersebut untuk membeli kebutuhan pribadinya. Bahkan kartu tersebut ia tinggal di rumah dan hanya akan dibawa jika ia berencana untuk berbelanja saja. Ia takut penilaian Dean tentangnya menjadi lebih buruk.
Sekarang sudah hampir pukul tujuh malam, tadi ia berangkat dari kantor pukul lima. Semoga ia tidak telat sampai ke rumah, mengingat jam segitu biasanya macet di mana-mana.
***
Makan malam sudah tersaji di atas meja dari setengah jam yang lalu, bahkan sudah dingin. Tapi Dean belum juga pulang.
Ara memutuskan untuk menyimpan kembali makanan tersebut dan memanaskannya kembali jika Dean pulang. Laki-laki itu tidak pernah mengabari jika ia akan pulang terlambat atau tidak pulang sama sekali, dihubungi pun percuma, tidak akan diangkat.
Seringkali Ara menunggu sampai pagi yang ternyata Dean tidak pulang. Entah kenapa Ara suka sekali menunggu Dean pulang, padahal jelas-jelas laki-laki itu tidak menyukainya.
Ara memilih duduk diruang tengah, sambil ditemani televisi yang menampilkan program talk show yang sama sekali tidak menarik perhatian Ara.
Jarum jam terus berputar, sekarang sudah pukul sebelas lewat. Apa dia tidak akan pulang? Batin Ara.
Akhirnya ia memutuskan menunggu sebentar lagi.
Saat hampir tertidur, suara mobil Dean akhirnya terdengar. Tak lama Dean muncul dari Arah depan. Laki-laki itu terlihat sangat kelelahan, tidak seperti biasanya. Wajahnya juga terlihat pucat.
"kamu udah makan?" tanya Ara sambil mengikuti langkah Dean menuju ke kamar
Tak ada jawaban. Dean hanya terus melangkah tanpa memerdulikan Ara yang terlihat khawatir.
"kamu sakit?" Ara kembali bertanya setelah mereka sampai ke dalam kamar.
"bukan urusan kamu." Setelah mengatakan itu Dean masuk ke dalam kamar mandi.
Ara memilih duduk di sofa tempat biasa ia tidur, menunggu Dean selesai mandi. Ia sedikit khawatir, Dean tidak seperti biasanya, wajahnya pucat, suaranya juga terdengar lemah. Bagaimana kalai dia benar-benar sakit?
Lima belas menit kemudian Dean keluar dari kamar mandi yang langsung terhubung ke walk in closet dengan pakaian tidurnya.
Ia langsung mematikan lampu menyisakan lampu tidur dan merebahkan tubuhnya di atas kasur, membungkus diri dengan selimut sampai dada.
Apa dia sakit?
Ara terus memperhatikan dari tadi. Setelah cukup lama, ia memutuskan untuk merebahkan diri di sofa sambil terus memperhatikan Dean.
Apa dia sudah makan?
Dengan posisi sofa yang menghadap ke arah ranjang Ara dapat dengan leluasa memerhatikan Dean, dengan bantuan lampu tidur yang tidak terlalu terang Ara masih bisa melihat kening laki-laki itu mengkerut, seperti kesakitan.
Ara kembali menurunkan kedua kakinya di lantai, bermaksud menghampiri Dean di kasur, namun urung.
Bagaimana jida dia bangun? Dia akan marah.
Ara kembali menaikkan kakinya ke atas sofa, merebahkan tubuhnya kembali. Matanya tetap tidak lepas dari Dean.
Kini laki-laki itu terlihat menggigil. Di balik selimut, tubuhnya bergerak gelisah.
Tanpa pikir panjang Ara segera bangkit dan memeriksa keadaan Dean. Keringat sudah membanjiri kening laki-laki itu. Ara kemudian menjulurkan tanganya, menempelkan punggung tangannya di kening Dean. Ara tersentak, panas sekali.
"Mass... Mas... bangun Mas.. " Ara mencoba membangunkan Dean, tapi laki-laki itu tidak bangun sama sekali. Ia semakin menggigil bahkan sesekali bergumam tidak jelas.
Dengan tergesa Ara segera keluar kamar, menuju ruang tengah, mencari kotak obat yang memang disimpan di lemari di ruangan tersebut. Mengambil obat penurun panas lalu kemudian segera ke dapur untuk mengambil air minum.
Sesampainya di kamar ia langsung menuju ke arah ranjang, meletakkan obat dan air di atas meja sebelah ranjang lalu kemudian mencoba membangun kan Dean dengan sedikit menggoyangkan bahu laki-laki tersebut.
Dan berhasil Dean membuka matanya, ia terlihat terkejut dan hendak protes.
"kamu demam. Minum obat dulu."
Lalu Ara membantu Dean untuk sedikit menyangga kepalanya agar bisa meminum obatnya. Dean tidak menolak, mungkin ia sadar tubuhnya memang sedang sakit.
"pusing" lirih Dean sambil memejamkan mata. Keningnya kembali mengkerut.
Setelah Dean meminum obat, Ara kembali membenarkan selimut Dean kemudian kembali ke dapur untuk mengambil air hangat lalu ia gunakan untuk mengompres laki-laki itu.
Saat sedang tidur seperti ini, Dean terlihat sangat tampan. Alis tebal, hidung mancung, bibir yang sedikit tebal, rahang tegas, terpadu sempurna, ditambah fakta bahwa Dean berasal dari keluarga terpandang, menjadikan Dean idola banyak kaum hawa di luar sana.
Ara sedikit merasa bersalah, seharusnya Dean bisa mendapatkan istri yang lebih baik, lebih sepadan.
Setelah dikompres beberapa jam, Ara kemudian kembali memeriksa suhu tubuh Dean, sebelum mulai mengompres ia sudah lebih dulu mengukur suhu tubuh Dean sebagai perbandingan nantinya. Dan syukurlah suhunya sedikit turun walau masih belum normal, saat petama kali diukur suhunya di angka tiga puluh sembilan derajat sekarang sudah di angka tiga puluh delapan.
Sembari menunggu demam Dean turun Ara juga sempat beberapa kali tertidur, Ia duduk di lantai samping ranjang sambil bersandar pada badan kasur.
Jam sudah menunjukkan pukul empat, sudah subuh dan Ara sangat mengantuk. Hingga tanpa bisa ia cegah ia tertidur.
Sedangkan seseorang baru saja terbangun.