Bagi seorang anak baik buruknya orang tua, mereka adalah dunianya. Mereka tumpuan hidup mereka. Sumber kasih sayang dan cinta. Akan, tetapi sengaja atau tidak, terkadang banyak orang tua yang tidak mampu berlaku adil kepada putra-putri mereka. Seperti halnya Allisya. Si bungsu yang kerap kali merasa tersisih. Anak yang selalu merasa dirinya diabaikan, dan anak yang selalu merasa tidak mendapatkan kasih sayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Bell pulang berbunyi.
"Pakai helem, atau tidak yank?" tanya gading.
"Ceilehhh panggil sayang sayangan" ujar Bagas.
"Hei, kamu bisa diam nggak? Kalau kamu berani sini main sama saya di atas ring, one by one, jangan cuman nyiyir aja tahunya," ujar Gading, mengangkat kepulan tangannya ke wajah Bagas.
"Santai bre, jangan emosian dia memang begini orangnya" ujar Aldi, menurunkan tangan Gading. Gading pun menurunkan tangannya.
"Awas lu, berani macam-macam, saya buat kamu tidak berani lagi berucap" ancam gading.
"Wahyu, kamu pulang bareng siapa?" tanya Sinta kepada Wahyu.
"Di jemput sama supir" ujar Wahyu
"Eh, aku pulangnya bareng kamu aja boleh ya, supir aku nggak boleh jemput, mobil lagi bengkel" Sinta merengek manja, hal inilah yang paling tidak di sukai oleh Mira.
"Iya, apa sih yang nggak boleh untuk kamu sin" ujar Wahyu.
"Cieee, Wahyu," ujar Rian
"Akhirnya, ekhemm" ujar Aldi
"Jadian-jadian, jangan lama-lama" sambung Bagas. Teman-teman Wahyu memang sangat mendukung jika Wahyu jadian dengan Sinta.
Sinta yang mendengar itu hanya bisa tersipu malu. Sedangkan Mira, sengaja mengalihkan perhatiannya kepada Gading, yang sedang menghidupkan sepeda motornya.
"Btw, makasih ya sin untuk jacketnya kemarin, aku suka banget deh, sampai sampai sebelum tidur aku pandangin dulu," ujar Wahyu.
"Dipandangin nggak tuh" ujar Bagas
"Sepertinya nggak hanya di pandangin saja si gas, tapi di peluk peluk juga sambil bayangin wajah yang memberi jacket" ujar Aldi
"Nggak cuman di peluk-peluk, tapi di cium cium juga" sambung Rian. Mereka semua tertawa merisak Wahyu dan Sinta.
Lagi lagi Sinta hanya tersipu malu, pipinya yang putih sudah berubah menjadi merah tomat. Sedangkan Wahyu hanya bisa tersenyum saja.
"Cieeee wahyu, sudah jadian aja" ujar Bagas
"Benner banget tuh, jadian aja" ujar Rian.
"Naik yank, pegangan biar kita melaju," ujar Gading kepada Mira. Mira hanya mengikuti perintah gading, naik ke jok belakang sepeda motor gading. Hanya satu yang tidak ia lakukan yaitu memegang pinggang gading.
"Pegangan dong sayang, aku mau bawa sepeda motor kencang nih" ujar Gading.
Wahyu tampak mengepalkan tangannya, nafasnya memburu. 'kurang ajar' batin Wahyu.
"Gadingg" ujar Mira dengan nada suara marah namun dengan suara tertahan, agar tidak ada yang mendengar selain gading.
"Baiklah yang, kita berangkat" ujar gading melajukan sepeda motor dengan kecang, sehingga Mira terpaksa memegang baju Gading. Ia usahakan untuk tidak menyentuh kulit gading, meskipun berbalut baju.
"Pelan pelan, aku takut" ujar Mira dari belakang. Gading tidak menghiraukannya ia tetap membelah jalanan dengan kencang.
"Gadingg, aku takut, pelan pelan" teriak Mira.
"Aku nggak akan pelan pelan sebelum kamu belum peluk aku dari belakang" ujar Gading
"Hehh, kamu sudah gila kita bukan mahramnya. Dosa" ujar Mira
"Ya sudah biar mahram, kita nikah aja" ujar Gading, bibirnya sudah tersenyum nakal di sana. Ia tahu Mira pasti sudah memasak ekspresi ketakitan di belakangnya
Dan itu adalah ekspresi yang paling ia sukai dari Mira.
"Kau sudah gila, kita belum cukup umur. Mama dan papaku bisa bisa menggantyngju kalau belum cukup umur sudah menikah" ujar Mira
"Kawin lari kan bisa" ujar gading
"Belum cukup umur sudah di bilang "
"Nika siri kan bisa"
"Nggak mau"
"Harus mau"
"Gading"
."hahhaha"
"Hufttt" Mira menarik nafas lega, setelah gading menurunkannya di persimpangan menuju rumah Mira. Ia mengelus dada, bersyukur karena masih selamat. Ia merasa nyawanya hampir melayang saat di bonceng oleh Gading tadi. Soalnya beberapa kali gading menyalip-nyalip kendaraan yang ada di depan mereka, yang membuat jantung Mira berdegup kencang.
"Kamu baik baik saja kan sayang? Gimana seru nggak di bonceng sama aku? Gimana kita jadi nikahnya biar kamu bisa meluk aku?" Ujar Gading.
Mira hanya menggeleng-gelengkan kepala. Ia masih berusaha mengatur pernapasannya.
"Mau aku antar sampai depan rumah, atau gimana? Ujar gading.
"Sampai sini saja, makasih " ujar Mira.
"Ya sudah, kalau begitu jalanlah, aku lihatin dari sini" ujar Gading
"Kau saja yang jalan, aku lihatin dari sini" ujar Mira.
"Kamu saja sayang"
"Kamu saja gading"
"kamu tahu kan aku nggak suka di bantah" ujar gading
"Iya lah, aku duluan, makasih udah antarin sampai sini." Ucap Mira. Lalu berlalu pergi.
"Dasar bocah," ujar Gading, tanpa sadar dirinya juga masih terbilang bocah, baru berusia 15 tahun.
"Maksih ya Wahyu, udah mau antarin aku sampai rumah" ujar Sinta.
"Iya sama-sama"
"Btw, nanti kamu sibuk nggak?"
"Emangnya kenapa sin"
"Nggak, aku cuman mau ngajak kamu hang out aja, kebetulan nanti malam mama sama papa aku nggak ada di rumah. Aku bosan nggak ada temannya, jadi nggak masalah donk kalau kita makan berdua ke kafe atau kemana gitu sekedar jalan jalan aja" ujar Sinta.
"Ohhh, iya boleh" ujar Wahyu
"Yeee, terima kasih bayak Wahyu"
"Iya sama sama"
"Ya sudah aku pergi dulu ya sin, nanti chat aja"
"Oke siap"
"Siapa tu den, pacarnya ya"
"Akhh Pak Budi bisa saja, dia itu teman satu sekolahku, terus kami juga sama sama anggota OSIS. Jadi supirnya nggak bisa jemput hari ini, makanya dia numpang sama kita pak" ujar Wahyu
"Ohhh, tak kira pacar den Wahyu, soalnya tumben tumbenan den Wahyu ngajak perempuan naik mobil bareng" ujar pak Budi supir pribadi keluarga Wahyu.
"Nggak lah pak"
"Tapi dia cantik loh den, cocok sama den Wahyu yang tampan"
"Hahha, pak Budi bisa saja" Wahyu cekikikan.
####
"Kok bisa-bisanya sih kamu sukanya sama si Gading, dia kan manusia nakal, malah sampai-sampai bikin kamu masuk ruang BK. Sedangkan aku yang udah bela-belain jadi manusia baik, bahkan sampai bela-belain beli softex untuk mau, masak kamu nggak notice sih sama aku" ujar Wahyu sambil rebahan di kamarnya ia tidak habis fikir bagaimana mungkin Sosok Mira yang ia kenal sebagai gadis shaleha namun tiba tiba pacaran dengan seorang pria. Terlebih pria itu adalah gading laki laki paling buruk perangainya yang pernah di kenal oleh Wahyu.
"Ayolah mir, kalau kamu di paksa oleh Gading kamu kan bisa cerita sama aku, kamu nggak perlu harus nerima gading, gading itu manusia nggak benner" lanjutnya lagi.
"Derttt...dert..." Ponselnya berbunyi. Ia meraih ponselnya ternyata itu telponan dari Sinta.
"Ya elah, baru juga aku nyampe rumah, belum lagi makan, sudah di telpon telpon aja sama ni anak. Dia nggak tahu apa aku lagi pusing" ujar Wahyu, kemudian menonaktifkan kartunya dengan memasang mode pesawat pada handphone nya.
"Mira.. Mira..., Aku tahu kok kamu bukan gadis seperti itu, aku tahu kamu itu shalehah, gadis terjaga, tapi kok bisa bisanya sih kamu mau sama si Gading yang jelas jelas buruk sekali sifatnya."
"Akhh, sudahlah, daripada mikirin Mira mending aku makan deh, lapar" ujar Wahyu kemudian bangkit dari tempat tidurnya, menuju ruang makan.