NovelToon NovelToon
Alastar

Alastar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Bita_Azzhr17

Alastar adalah sosok yang terperangkap dalam kisah kelam keluarga yang retak, di mana setiap harinya ia berjuang dengan perasaan hampa dan kecemasan yang datang tanpa bisa dihindari. Kehidupan rumah tangga yang penuh gejolak membuatnya merindukan kedamaian yang jarang datang. Namun, pertemuannya dengan Kayana, seorang gadis yang juga terjerat dalam kebisuan keluarganya yang penuh konflik, mengubah segalanya. Bersama-sama, mereka saling menguatkan, belajar untuk mengatasi luka batin dan trauma yang mengikat mereka, serta mencari cara untuk merangkai kembali harapan dalam hidup yang penuh ketidakpastian. Mereka menyadari bahwa meski keluarga mereka runtuh, mereka berdua masih bisa menciptakan kebahagiaan meski dalam sepi yang menyakitkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bita_Azzhr17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30. Kota Malang, dan Banyak Kisah

Bu Mira baru saja pulang ke rumah setelah hari yang melelahkan di rumah sakit. Begitu pintu rumah terbuka, suara ceria dari putri semata wayangnya, Frasha, langsung menyambutnya. Frasha, yang biasanya sibuk dengan tugas-tugas OSIS dan kegiatan sekolah, kali ini tampak lebih santai. Namun, ada sesuatu yang berbeda pada raut wajah Bu Mira. Ia tampak tidak seperti biasanya.

“Selamat datang, Bunda! Bagaimana hari ini?” tanya Frasha dengan senyum lebar.

Namun, Bu Mira hanya menghela napas panjang dan meletakkan tas kerjanya di meja. Wajahnya tampak lelah, namun ada kesedihan yang tak terbantahkan.

“Frasha…” Bu Mira berkata pelan, seolah ada beban yang ia rasakan. “Hari ini Bunda kembali menangani seorang pasien yang sangat muda… masih SMA. Rasanya sedih sekali, Frasha. Umur segitu harus sudah menghadapi masalah sebesar itu.”

Frasha yang mendengar itu langsung tertarik. Ia tahu betul bahwa bundanya adalah seorang psikiater yang banyak menangani pasien-pasien dengan beragam masalah. Namun, ada sesuatu dalam nada suara ibunya yang membuat Frasha merasa berat.

“Siapa pasiennya, Bun?” tanya Frasha, sedikit cemas. “Apa yang terjadi?”

“Namanya Alastar Narendra Chairil,” jawab Bu Mira dengan pelan. “Tapi yang membuat Bunda terenyuh bukan hanya masalahnya, tapi juga gadis yang menemaninya. Namanya Kayana. Dia sangat perhatian dan tampak seperti satu-satunya orang yang bisa membuat Alastar merasa sedikit lebih baik.”

Frasha tiba-tiba terdiam. Nama Alastar langsung mencuri perhatiannya. Tanpa bisa ia kontrol, pikirannya langsung melayang pada seseorang yang ia kenal—seseorang yang baru-baru ini hadir dalam kehidupannya, meskipun untuk waktu yang singkat. Alastar Narendra Chairil. Nama itu tiba-tiba membangkitkan berbagai perasaan yang ia coba sembunyikan.

“Alastar?” Frasha mengulang nama itu dengan suara pelan, tak ingin menunjukkan kegelisahannya. “Kenapa dia sampai butuh pertolongan psikiater?”

Bu Mira menghela napas lagi, kali ini lebih dalam. “Bunda bisa melihatnya, Frasha. Alastar terlihat sangat rapuh. Ada banyak sekali beban yang dipikul oleh anak itu. Ketika dia datang ke ruang praktik Bunda... Bunda bisa merasakan betapa besar tekanan yang dia rasakan, terutama dari ayahnya. Sepertinya dia sudah lama tidak pulang ke rumah, tinggal jauh dari keluarganya di apartemen. Semua itu memberatkan mentalnya, bahkan ketika dia berusaha untuk terlihat kuat, Bunda tahu itu hanya topeng.”

Frasha merasa dadanya sesak. Semua yang dikatakan sang Bunda itu seperti mengguncang perasaannya. Tanpa sadar, ia menggigit bibir bawahnya, meremas kedua tangannya.

“Apa yang terjadi padanya, Bun?” Frasha akhirnya bertanya dengan suara yang lebih rendah. “Kenapa dia bisa sampai seperti itu?”

Bu Mira memandang putrinya dengan penuh perhatian. “Mungkin banyak hal yang terjadi dalam hidupnya, Frasha. Ayahnya sangat keras, menuntut banyak hal dari dirinya. Alastar memilih untuk tinggal sendiri dan tidak pulang ke rumah, mungkin itu cara dia melarikan diri dari tekanan. Tapi... jangan salah, Frasha. Dalam dirinya, Bunda bisa merasakan ada potensi yang luar biasa, cuma sayangnya, dia terlalu tertekan untuk bisa melihatnya.”

Frasha diam, pikirannya mulai berputar. Ia membayangkan Alastar, yang selalu terlihat tegar dan penuh percaya diri, ternyata menyimpan beban yang begitu berat. Bayangan tentang sosoknya—sosok yang sering dia mengganggu nya di sekolah dengan segala ketengilannya, yang tampaknya tidak peduli dengan apapun—membuat hatinya semakin bergejolak.

“Apa Kayana itu pacarnya?” tanya Frasha, berusaha mengalihkan perasaannya yang semakin kacau.

Bu Mira menggelengkan kepala. “Bunda tidak tahu pasti. Tapi yang pasti, Kayana sangat peduli pada Alastar. Dia teman yang baik bagi Alastar, dan Bunda berharap hubungan mereka bisa membuat Alastar merasa sedikit lebih tenang.”

Frasha tidak bisa menahan diri. Perasaannya yang semula terpendam akhirnya meledak.

****

Malam itu, Alastar mengendarai motor sportnya dengan pelan, melintasi jalan-jalan Kota Malang yang sunyi. Lampu-lampu jalanan yang berbaris rapi memberi cahaya lembut pada trotoar yang sepi. Udara yang dingin menambah ketenangan malam, memberi kesan seakan dunia sedang tidur, meninggalkan Alastar dalam perjalanan yang tidak tergesa-gesa. Kota Malang di malam hari selalu memancarkan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang lebih dalam dari yang tampak di permukaan.

Saat melaju di Jalan Ijen, Alastar memperlambat motor, menikmati angin yang menyapu wajahnya. Dia sering melewati jalan ini, namun malam ini terasa berbeda. Lampu-lampu kota yang biasa dilihatnya seakan menyimpan cerita-cerita yang belum terungkap, seakan kota ini ingin memberinya pesan yang lebih dalam.

Dia melewati sebuah kedai kopi kecil di sudut jalan. Dua orang laki-laki terlihat sedang duduk di luar, berbicara pelan tentang dunia mereka. Salah satu dari mereka, seorang pria muda dengan jaket usang, melihat Alastar yang melintas. Ada senyuman kecil yang terukir di wajahnya, seolah mereka saling mengerti tanpa kata-kata. Alastar memberikan anggukan singkat, yang dibalas oleh pria itu dengan sapaan lembut.

"Indah, ya, malam ini?" suara pria itu terdengar dari kejauhan. Alastar hanya tersenyum tipis, seolah kata-kata itu lebih dari sekadar obrolan biasa. "Malam begini, siapa yang tak suka."

Dia melanjutkan perjalanan, berbelok ke Jalan Besar, tempat yang lebih ramai, meski malam semakin larut. Alastar tidak terburu-buru. Dia melewati warung-warung makan yang tetap buka meski malam telah semakin dalam, dan sesekali, matahari yang baru saja terbenam tampak menyisakan cahaya temaram di langit yang biru kehitaman. Sesekali, ada orang-orang yang berlarian, sebagian mencari kedai makan, sebagian hanya berjalan tanpa tujuan jelas. Alastar tak pernah merasa asing di antara mereka.

Di sisi jalan, seorang wanita tua dengan kerudung putih duduk di bangku taman kecil. Matanya tampak memandang jauh ke langit malam, seakan menyatu dengan semesta. Alastar hampir saja melanjutkan perjalanan, namun matanya tertarik pada gerakan tangan wanita tua itu yang tiba-tiba menyapa dengan anggukan kecil.

Sambil mengendarai motor mendekat, Alastar melihat ada tumpukan barang di sebelah wanita itu tas besar yang tampak berat dan sedikit tergeletak. Tanpa sadar, motor Alastar berhenti tepat di sampingnya.

“Apakah ada yang bisa saya bantu?” tanya Alastar dengan nada lembut.

Wanita itu mengangkat wajahnya, seolah baru sadar ada seseorang yang menghampirinya. Matanya yang penuh kelelahan seketika menyiratkan harapan. "Anakku, saya butuh sedikit bantuan untuk membawa barang-barang ini ke seberang jalan. Saya tidak kuat lagi."

Alastar menurunkan kakinya dari motor dan mendekat. Tanpa berpikir panjang, ia membantu mengangkat tas besar itu, yang ternyata lebih berat daripada yang terlihat. Wanita tua itu memberi senyum penuh terima kasih.

“Makasih banyak, Nak. Sudah lama saya tidak punya teman untuk berbicara...,” katanya, mengangguk pada tas yang dibawa Alastar. “Terkadang, perjalanan ini terasa lebih ringan kalau ada yang menemani.”

Alastar tersenyum, tidak menjawab apa-apa. Ia lebih memilih untuk fokus mengantarkan wanita itu menuju tujuan yang ia inginkan, tanpa terburu-buru. Beberapa langkah berjalan bersama, suasana malam yang sunyi terasa mengalir begitu saja, menghapus jarak yang ada di antara mereka.

Setelah beberapa menit, mereka tiba di tujuan, sebuah rumah sederhana yang tampak sudah lama berdiri di sudut jalan. Wanita itu mengucapkan terima kasih lagi, kali ini dengan tatapan penuh rasa syukur.

“Semoga hidupmu selalu diberkahi, Nak. Malam ini, kamu telah meringankan beban saya lebih dari yang kamu tahu.”

Alastar hanya mengangguk, merasa hangat di hati meski hanya sepotong bantuan kecil yang ia beri. Ia melangkah mundur, kembali menuju motornya. Sebelum pergi, ia sempat menoleh satu kali, melihat wanita tua itu masuk ke rumahnya dengan perlahan, seolah malam itu menjadi miliknya sendiri.

Alastar menyalakan mesin motor dan melanjutkan perjalanannya. Malang, dengan segala dinamikanya, seakan tidak pernah kehabisan cerita. Di setiap sudut, di setiap jalan, selalu ada sesuatu yang menunggu untuk ditemukan, selalu ada orang yang diam-diam berbagi sepotong kisah hidup yang sederhana, namun penuh makna.

Saat motor melaju di sepanjang Jalan Semeru, Alastar melihat seorang pemuda berlari, wajahnya tampak penuh semangat. Pemuda itu membawa tas ransel besar di punggungnya, seolah dia sedang mengejar sesuatu yang penting. Alastar melambatkan laju motornya, menatap pemuda itu yang kini sudah di depannya.

"Hei, kamu ke mana?" Alastar berseru, mencoba untuk menyapa.

Pemuda itu berhenti, terengah-engah, dan menoleh. "Ke sana," jawabnya, sambil menunjuk ke arah sekolah yang tidak jauh dari situ. "Ada pertandingan basket, saya harus tiba tepat waktu."

Alastar tersenyum. "Malam-malam gini, malah ikut pertandingan?"

Pemuda itu tertawa kecil. "Ya, kadang hidup itu tentang mengejar apa yang kita cintai, bukan?"

Alastar terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Kamu benar. Semoga berhasil."

Pemuda itu mengangkat tangan, kemudian melanjutkan larinya. Alastar melihatnya pergi dengan langkah penuh semangat, seolah tidak ada halangan yang bisa menghentikannya. Ia merasa ada energi yang hidup di tengah malam yang sunyi ini, sebuah kekuatan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Motor Alastar melaju kembali, menembus malam yang semakin dalam. Kota Malang masih menyimpan rahasia-rahasia kecil yang hanya bisa ditemukan oleh mereka yang bersedia berhenti dan melihat dengan hati. Malam ini, dia merasa lebih dekat dengan kota ini, lebih memahami bahwa setiap jalan yang ia lewati bukan hanya tentang destinasi, tetapi juga tentang perjalanan itu sendiri.

1
lgtfav
👍
lgtfav
Up terus thor
lgtfav
Thor semangat👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!