Fitriyani Nurjannah adalah seorang guru honorer selama 15 tahun di SMA 2 namun ia tak pernah menyerah untuk memberikan dedikasi yang luar biasa untuk anak didiknya. Satu persatu masalah menerpa bu Fitri di sekolah tempat ia mengajar, apakah pada akhirnya bu Fitri akan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suasana Hidup di Kelas Baru
Fitri kemudian mengumumkan akan diadakan pemilihan ketua kelas, wakil ketua kelas, dan seksi-seksi lainnya. Ia menjelaskan tugas dan tanggung jawab masing-masing jabatan. Fitri juga memberikan kesempatan kepada murid-muridnya untuk menyampaikan visi dan misi mereka jika terpilih menjadi pengurus kelas.
Murid-murid X A pun antusias mengikuti proses pemilihan. Mereka saling memberikan dukungan dan masukan kepada teman-teman yang mereka anggap layak untuk menjadi pengurus kelas.
Setelah melalui berbagai poling sesuai dengan pilihan siswa, akhirnya terpilihlah Sandy sebagai ketua kelas dan Reno sebagai wakil ketua kelas. Fitri pun mengucapkan selamat kepada Sandy dan Reno.
"Selamat, Sandy dan Reno!" kata Fitri dengan senyum bangga. "Ibu percaya kalian berdua akan menjadi pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab."
Sandy dan Reno menerima ucapan selamat dari Fitri dengan senang hati. Mereka berjanji akan menjalankan tugas mereka dengan sebaik-baiknya.
"Terima kasih, Bu," kata Sandy. "Kami akan berusaha menjadi ketua dan wakil ketua kelas yang bisa diandalkan."
"Kami juga akan berusaha untuk menampung aspirasi dari teman-teman yang lain, Bu," timpal Reno.
Fitri kemudian memberikan wejangan kepada Sandy dan Reno serta kepada murid-murid lain yang terpilih menjadi pengurus kelas. Ia mengingatkan mereka bahwa menjadi pengurus kelas bukanlah sekadar jabatan, tetapi juga amanah yang harus diemban dengan penuh tanggung jawab.
"Menjadi pengurus kelas itu berarti kalian harus siap menjadi contoh yang baik bagi teman-teman kalian," kata Fitri. "Kalian harus rajin belajar, disiplin, dan saling menghormati."
Fitri juga berpesan agar mereka selalu menjaga kekompakan dan kerja sama dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Ia berharap mereka bisa menjadi tim yang solid dan saling mendukung satu sama lain.
"Ibu harap kalian bisa menjadi pengurus kelas yang kreatif dan inovatif," kata Fitri. "Carilah cara-cara baru untuk membuat kelas ini menjadi lebih baik dan lebih menyenangkan."
Fitri juga mengingatkan mereka untuk tidak pernah merasa puas dengan apa yang sudah mereka capai. Ia berharap mereka akan terus belajar dan mengembangkan diri agar bisa menjadi pemimpin yang hebat di masa depan.
****
Setelah susunan kelas terbentuk, Fitri mulai menyampaikan materi ajar perdananya, yaitu tentang laporan observasi. Ia menjelaskan secara rinci apa itu laporan observasi, tujuan, struktur, ciri-ciri, dan memberikan beberapa contoh laporan observasi yang baik.
"Laporan observasi adalah laporan yang berisi informasi tentang suatu objek atau fenomena yang diamati secara langsung," jelas Fitri. "Tujuan dari laporan observasi adalah untuk memberikan informasi yang akurat dan objektif tentang objek atau fenomena tersebut."
Fitri kemudian memberikan contoh laporan observasi tentang lingkungan sekolah. Ia menjelaskan bagaimana cara mengamati lingkungan sekolah, mencatat informasi penting, dan menyusunnya menjadi sebuah laporan yang sistematis.
"Dalam membuat laporan observasi, kita harus memperhatikan beberapa hal," kata Fitri.
"Pertama, kita harus menentukan objek atau fenomena apa yang akan kita amati. Kedua, kita harus mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang objek atau fenomena tersebut. Ketiga, kita harus menyusun informasi tersebut menjadi sebuah laporan yang terstruktur dan mudah dipahami."
Setelah memberikan penjelasan dan contoh, Fitri membagi siswa-siswa kelas X A menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok mendapatkan tugas untuk membuat laporan observasi tentang suatu objek atau fenomena yang ada di lingkungan sekolah.
"Saya ingin kalian belajar untuk mengamati lingkungan sekitar kalian dan menuliskan hasil pengamatan kalian dalam sebuah laporan," kata Fitri. "Ini akan menjadi tugas kelompok pertama kalian di kelas X A ini."
Siswa-siswa X A pun terlihat antusias menerima tugas tersebut. Mereka mulai berdiskusi dengan anggota kelompoknya untuk menentukan objek atau fenomena apa yang akan mereka amati. Ada yang tertarik untuk mengamati taman sekolah, kantin sekolah, perpustakaan sekolah, atau bahkan toilet sekolah.
Fitri memberikan kebebasan kepada siswa-siswanya untuk memilih objek atau fenomena yang mereka minati. Ia hanya mengingatkan mereka untuk memilih objek atau fenomena yang relevan dengan materi yang telah ia ajarkan.
"Pilihlah objek atau fenomena yang menarik bagi kalian," kata Fitri. "Dengan begitu, kalian akan lebih semangat dalam membuat laporan observasi ini."
Siswa-siswa X A pun mulai bekerja sama dalam kelompoknya masing-masing. Mereka saling bertukar ide dan informasi untuk menyelesaikan tugas laporan observasi ini. Fitri dengan sabar membimbing mereka dan memberikan masukan jika diperlukan.
****
Sementara itu, di kelas X B, suasana sangat berbeda. Bu Nilam, dengan wajah sinis dan nada bicara yang tidak bersahabat, menyampaikan materi mengenai dasar-dasar kimia kepada siswa kelas X. Suasana kelas menjadi tegang karena raut wajah judes dan nada sinis Bu Nilam saat menjelaskan materi pelajaran. Ia memang tidak berteriak, namun aura yang dipancarkannya sungguh mengintimidasi.
"Kimia adalah ilmu yang membutuhkan ketelitian dan ketekunan," kata Bu Nilam dengan suara dingin. "Jika kalian tidak bersungguh-sungguh dalam belajar, kalian tidak akan pernah bisa memahami kimia."
Bu Nilam kemudian mulai menjelaskan tentang atom, molekul, dan unsur kimia. Ia menggunakan istilah-istilah yang sulit dipahami oleh siswa kelas X yang baru pertama kali belajar tentang kimia. Tak jarang ia memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membuat siswa-siswa tersebut merasa bodoh.
"Siapa yang bisa menjelaskan apa itu atom?" tanya Bu Nilam dengan tatapan tajam.
Beberapa siswa mencoba menjawab pertanyaan Bu Nilam, namun jawaban mereka selalu salah di mata Bu Nilam. Bu Nilam tidak pernah memberikan pujian atau semangat kepada siswa-siswanya. Ia selalu mencari kesalahan dan kekurangan dalam jawaban mereka.
"Jawaban kalian salah!" kata Bu Nilam dengan nada merendahkan. "Kalian ini bagaimana, masa pertanyaan mudah seperti ini saja tidak bisa jawab?"
Siswa-siswa kelas X B pun menjadi takut dan tidak percaya diri untuk menjawab pertanyaan Bu Nilam. Mereka merasa bodoh dan tidak mampu belajar kimia. Suasana kelas menjadi semakin tegang dan tidak menyenangkan.
"Saya tidak mengerti, Bu," kata seorang siswa dengan suara pelan.
"Kamu ini bagaimana?" bentak Bu Nilam. "Masak materi seperti ini saja tidak bisa mengerti? Kalian ini memang anak-anak yang bodoh!"
Siswa-siswa kelas X B pun semakin tertekan dengan sikap Bu Nilam. Mereka merasa tidak dihargai dan tidak dipercaya. Akibatnya, mereka menjadi tidak termotivasi untuk belajar kimia. Mereka merasa bahwa kimia adalah pelajaran yang sulit dan membosankan.
****
Bu Nilam dan Fitri baru saja menyelesaikan tugas mengajar di kelas masing-masing. Mereka berdua berjalan menuju ruang guru. Bu Nilam, yang merupakan bagian dari kelompok Bu Ida, menatap sinis pada Fitri.
"Fitri, kamu ini selalu saja sok cari muka di depan siswa," kata Bu Nilam dengan nada sinis. "Kamu ingin dikenal sebagai guru yang baik, ya?"
Fitri hanya menggelengkan kepala mendengar tudingan Bu Nilam. Ia tidak ingin terpancing emosi dan terlibat dalam perdebatan yang tidak perlu.
"Saya hanya ingin menjadi guru yang baik untuk murid-murid saya," jawab Fitri dengan tenang. "Saya ingin mereka merasa nyaman dan senang belajar di kelas saya."
"Alah, alasan saja kamu," balas Bu Nilam. "Semua guru juga ingin menjadi guru yang baik. Tapi, tidak semua guru harus bersikap berlebihan seperti kamu."
Fitri tidak menanggapi perkataan Bu Nilam. Ia terus berjalan menuju ruang guru dengan kepala tegak. Ia tahu bahwa Bu Nilam iri padanya karena ia lebih disukai oleh siswa-siswanya.
Fitri kemudian memasuki ruang guru dan duduk di kursinya. Ia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Ia tidak ingin pikiran negatif dari Bu Nilam mengganggu pekerjaannya.
"Saya harus tetap profesional," kata Fitri dalam hati. "Saya tidak boleh terpengaruh oleh omongan orang lain."
Fitri kemudian membuka buku pelajarannya dan mulai mempersiapkan materi untuk pelajaran selanjutnya. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk murid-muridnya. Ia ingin menjadi guru yang profesional dan memberikan dampak positif bagi mereka.