Saat keadilan sudah tumpul, saat hukum tak lagi mampu bekerja, maka dia akan menciptakan keadilannya sendiri.
Dikhianati, diusir dari rumah sendiri, hidupnya yang berat bertambah berat ketika ujian menimpa anak semata wayangnya.
Viona mencari keadilan, tapi hukum tak mampu berbicara. Ia diam seribu bahasa, menutup mata dan telinga rapat-rapat.
Viona tak memerlukan mereka untuk menghukum orang-orang jahat. Dia menghukum dengan caranya sendiri.
Bagaimana kisah balas dendam Viona, seorang ibu tunggal yang memiliki identitas tersembunyi itu?
Yuk, ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31
Boom!
Suara ledakan yang dahsyat itu menghentikan Dicky juga pembalap yang lain. Padahal garis finish belum terlihat. Kepulan asap hitam menarik perhatian mereka semua. Satu yang ada di pikiran Dicky adalah Viona kemungkinan sudah ditangani Diaz.
Dia tersenyum, kemudian berbalik meninggalkan pembalap yang lainnya. Dia meminta mereka untuk kembali ke jalur balap menuju garis finish. Sementara dirinya akan ke lokasi di mana Viona dan Diaz berada.
"Perempuan sombong itu pasti sudah mendapatkan karmanya. Salahnya karena terlalu percaya diri melawanku," geram Dicky tersenyum mencibir membayangkan Viona yang sudah berada di tangan Diaz.
"Ah, aku tak sabar ingin melihat reaksi paman saat mengetahui bahwa wanita yang dia cintai sudah digagahi laki-laki lain. Oh, tidak! Dia pasti akan mengamuk dan mencari pelakunya. Tenang saja, selama aku ada dia tidak akan menemukan pelaku sebenarnya." Dicky tertawa terbahak-bahak, merasa puas dengan akhir yang didapatkan oleh Viona.
Padahal, dia belum tahu siapa yang akan muncul sebagai pemenang. Di tengah kebahagiaannya, dia melihat sebuah sepeda motor melaju ke arahnya. Dicky memperhatikan sambil mengulas senyum, tapi semakin dekat semakin terlihat sosok yang muncul. Senyumnya raib, kepanikan mulai datang.
Viona melaju seolah-olah tak terjadi apapun. Bukan garis finish yang dia tuju, melainkan kembali ke jalan pulang untuk menyusun rencana selanjutnya. Ia menoleh saat berpapasan dengan Dicky, sorot matanya yang tajam mengancam pemuda itu. Dia tak peduli, terus melaju menambah kecepatan.
"Jika itu dia, maka yang di sana ... Diaz! Oh, tidak!" Dicky merasa cemas, melaju secepat mungkin ke tempat di mana asap masih mengepul, membumbung tinggi ke langit.
"Tidak, tidak!" Dicky terburu-buru menurunkan standar, dan berlari ke tepi jurang.
Tak ada jejak yang ditinggalkan Viona, semuanya bersih seolah-olah Diaz mengalami kecelakaan tunggal di jurang tersebut.
"Diaz!" Dia berteriak memanggil Diaz berharap laki-laki itu masih hidup di bawah sana.
Jurang yang dalam dan gelap tak memungkinkan Dicky untuk melihat ke bawah. Api sudah mati dan hanya menyisakan asap hitamnya saja. Dia memanggil teman-temannya untuk bersama-sama mencari keberadaan Diaz.
"Diaz! Jika kau masih mendengar jawab aku!" teriak Dicky menggema di jurang tersebut.
Tak ada sahutan apapun, entah apa yang terjadi dengan Diaz di bawah sana. Ia berbalik, menatap jalanan. Menunggu teman-temannya datang.
"Kenapa mereka lama sekali?" kesalnya sembari menendang kerikil.
Ia mengeluarkan ponsel, memutuskan untuk turun sendirian tanpa menunggu kedatangan teman-temannya yang lain. Ia menyusuri jalanan terjal berbatu dan dipenuhi akar pohon. Ada banyak potongan-potongan kayu yang runcing menengadah ke atas. Dapat dipastikan siapa saja yang jatuh ke jurang tersebut tidak akan selamat.
Pohon-pohon itu serupa senjata yang sudah dipersiapkan seseorang untuk menjadi akhir hidup mereka yang jatuh ke jurang tersebut.
"Dicky!" teriak teman-temannya dari tepi jurang.
"Di sini!" Dicky membalas sembari mengarahkan senter ponsel ke atas.
Mereka memutuskan turun mencari keberadaan Diaz. Di sana, di tempat yang tak jauh dari sepeda motornya yang meledak. Seonggok tubuh terkapar dalam keadaan setengah terbakar. Tubuhnya menancap pada sebuah potongan kayu, mati tak terselamatkan.
"Diaz!" Para gadis yang ikut mencari berteriak histeris melihat jasad Diaz yang sangat mengenaskan.
Tak ada yang tahu bagaimana dia mati, semua mengira Diaz mengalami kecelakaan dan jatuh ke dalam jurang. Hanya Dicky seorang yang mencurigai Viona sebagai pelaku pembunuhan terhadap temannya.
Pasti wanita itu yang telah melakukannya. Lihat saja, aku tidak akan memaafkannya. Biarkan saja paman tahu siapa sebenarnya wanita yang dia kagumi itu.
Dicky mengepalkan tangan, tak ada yang berani menghubungi polisi karena sudah pasti mereka semua yang akan menjadi saksi atas kecelakaan di jalanan sepi itu. Jalanan yang tak pernah dilalui kendaraan karena rawan perampokan.
"Kita harus melapor kepada polisi," ucap salah seorang teman mereka sambil menangis.
"Tidak! Kita tiba bisa melaporkan kejadian ini kepada polisi. Kalian ingin diinterogasi pihak berwajib? Tentang balapan ini, tentang apa yang selama ini kita lakukan di sini. Lalu, orang tua kalian akan tahu apa yang selama ini kalian lakukan," tegas Dicky yang ketakutan.
Jika melapor sudah pasti akan merembet ke mana-mana, tidak menutup kemungkinan kejadian malam itu pun akan terkuak. Padahal, jelas polisi sudah mengantongi video pelecehan mereka. Entah siapa yang sudah menekan agar tidak publish.
"Lalu, kita harus bagaimana?" Mereka bertanya panik.
"Karena ini adalah kecelakaan tunggal, sebaiknya kita bawa jasad Diaz ke rumahnya. Katakan saja pada orang tuanya jika dia mengalami kecelakaan," usul Dicky yang diangguki semua temannya.
Mereka memutuskan membawa sendiri jasad Diaz ke rumahnya. Tanpa ingin melaporkan kejadian itu, tanpa ingin orang lain tahu bahwa Diaz bukanlah mati kecelakaan. Dicky berlalu bersama teman-temannya setelah mengantar jasad Diaz yang disambut histeris oleh keluarganya.
Dia akan mendatangi rumah sang paman untuk memberitahukan perihal Viona.
Lihat saja, kau tidak akan hidup tenang karena sudah membunuh temanku.
ok lah thor.. maaf lahir batin jg ya. 🙏🏼🥰