Malam Ulang Tahun Pearly Hazel Willfred yang ke lima belas, menjadi malam yang tak akan terlupakan baginya. Seorang gadis lain datang dan mengaku sebagai putri kandung Keluarga Willfred.
Pearl pun kembali pada keluarga aslinya tapi kembali melarikan diri, hingga ia bertemu kembali dengan sosok pria yang selalu ia dekati di sekolah.
Alexander Marshall, menjadi sosok penolong bagi Pearl dan juga seorang ketua geng motor. Dengan bantuan Alex, Pearl kembali ke sekolah, tanpa mengetahui sosok sebenarnya dari seorang Alex.
* note : ini adalah novel misi dari NT. Alur cerita tiap bab berasal dari pihak NT, author hanya membantu mengembangkan melalui narasi dan percakapan, juga disesuaikan dengan latar belakang yang diambil oleh author. Terima kasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KAMU DI SINI?
Pearl yang merasa bahwa perhatian dari Alex selama ini hanya karena rasa kasihan semata, mulai mengambil keputusan. Ia sangat berterima kasih pada Alex, tapi ia tak ingin berharap akan perasaannya.
“Aku tak boleh terus berharap padanya. Semakin dalam aku mencintainya, maka akan semakin terluja dan sakit hatiku nanti ketika ia pergi … bersama wanita lain, yang tentu lebih sepadan dengannya,” batin Pearl.
Setelah menyelesaikan ritual mandi pagi nya, Pearl pun keluar dari kamar dengan membawa tas ranselnya. Selain itu, ia juga membawa beberapa bukh perpustakaan di tangannya.
“Pagi, kakak ipar!” sapa Mars yang sudah berada di meja makan.
“Pagi, Mars,” Pearl membalas sapaan Mars.
Pearl menautkan kedua alisnya kemudian melihat ke arah jam di pergelangan tangannya, “Apa Alex tidak kuliah?”
“Ooo Alex hari ini tidak ada jadwal pagi. Kuliahnya baru akan mulai siang nanti. Tapi tenang saja, ia memintaku untuk membangunkannya bila kamu sudah berada di meja makan,” ucap Mars.
“Jangan! Jangan membangunkannya,” ucap Pearl.
“Jangan? Kenapa?” tanya Mars.
“Alex pasti lelah, jangan membangunkannya. Jarang jarang ia bisa bangun siang kan, jadi biarkan saja,” jawab Pearl.
“Tapi …”
“Aku akan pergi sendiri ke sekolah. Sudah lama aku ingin melakukannya. Jadi, jangan membangunkannya, okay?”
Mars sebenarnya tak ingin mengikuti keinginan Pearl, apalagi Alex sudah mengingatkannya berkali kali agar membangunkannya. Namun, melihat Pearl yang memohon padanya, ia juga tak tega untuk tak mengabulkannya.
“Tapi …”
“Aku berjanji akan hati hati,” ucap Pearl.
“Pearl, nanti …,” ucap Mars yang lagi lagi kembali dipotong oleh Pearl.
“Aku yang akan menanggung semuanya. Please … aku hanya ingin mencoba pergi ke sekolah sendiri,” Pearl mengatupkan kedua telapak tangannya du depan da da.
Mars berdecak tapi akhirnya ia memberi izin.
“Terima kasih, Mars. Kamu memang yang terbaik!” teriak Pearl dengan senang, “Kalau begitu aku berangkat sekarang saja.”
“Sarapan dulu,” ujar Mars.
“Tidak perlu. Aku tak mau Alex terbangun dan mendapatiku masih di sini. Bisa bisa nanti rencana ku berangkat sekolah sendiri akan gagal,” ungkap Pearl.
“Ishhh kamu ini. Ya sudah cepat sana pergi!”
Dengan raut wajah gembira, Pearl langsung keluar dari markas sambil menggendong tas ranselnya. Namun, begitu kakinya menapak di luar, raut wajahnya berubah sendu. Ia menghela nafasnya pelan kemudian mulai menyusuri jalan setapak demi setapak.
“Kamu harus mandiri, Pearl. Tak selamanya kamu bisa bergantung pada Alex. Ia akan memiliki kehidupannya sendiri, begitu pula dengan dirimu. Jadi sekarang, bersemangatlah!” batin Pearl. Meskipun begitu, tetap saja perasaan Pearl masih galau.
Sementara itu di markas, setelah tiga puluh menit berlalu sejak kepergian Pearl, pintu kamar tidur Alex terbuka dan menampakkan sosok Alex yang sudah diap dengan pakaian santainya.
“Di mana Pearl?” tanya Alex yang memang tak melihat keberadaan gadis itu.
“Sekolah,” jawab Mars.
“Sekolah? Bukankah seharusnya aku yang mengantarnya, mengapa ia sudah pergi?”
“Ya, tapi tadi ia memintaku jangan membangunkanmu dan ingin sekali sekali mencoba untuk berangkat seorang diri ke sekolah.”
“Bukankah aku memintamu membangunkanku, Mars?!” Suara Alex sudah mulai meninggi karena perintahnya tak didengar oleh teman sekaligus anggota geng motornya.
“Biarkan sekali sekali ia pergi sendiri, Al. Kadang seorang wanita ingin memiliki waktu untuk dirinya sendiri,” ujar Mars.
“Tapi tidak dengan Pearl, Mars! Ia harus selalu berada dalam pengawasanku,” Alex yang tak terima dengan hal itu, langsung kembali masuk ke dalam kamar tidur. Ia mengambil jaket motornya dan melangkah ke tempat ia menggantungkan kunci.
“Aku pergi!” teriak Alex yang meninggalkan markas.
Mars yang melihatnya, langsung mengambil kunci juga dan mengikuti kepergian Alex. Ia sudah diperintahkan oleh Four untuk terus berada di samping Alex, bagai bayangan tapi tetap tersembunyi.
**
“Pearl!” sapa Harris yang sengaja menunggu Pearl di dekat tangga kedatangan. Namun, ia tak serta merta menunjukkan kalau ia menunggu Pearl di sana.
“Ris, kamu baru datang?”
“Ya. Aku tak menyangka pagi ini bisa datang bersamaan denganmu,” ujar Harris, “sepertinya kita berjodoh.”
Ucapan Harris sontak membuat Pearl tertawa. Pearl selalu menanggapu ucapan Harris sebagai candaan, bukan sesuatu yang serius.
“Ayo masuk, sebentar lagi bel. Tumben kamu hampir terlambat, Pearl,” ucap Harris.
“Ya, hari ini aku berangkat sendiri, Alex tak mengantarku,” ucap Pearl.
“Tak mengantarmu? Tumben sekali,” ucap Harris yang secara tidak langsung mencari tahu setiap gerak gerik Alex.
“Aku sedang ingin berangkat sendiri,” ucap Pearl, tapi Harris bisa menangkap raut wajah dan nada bergetar pada ucapan Pearl.
“Pulang nanti, bagaimana kalau aku yang akan mengantarmu?” tanya Harris. Ia merasa ini adalah saat yang tepat untuk lebih mendekatkan diri pada Pearl.
“Kamu mau mengantarku?”
“Tentu saja! Kita kan sahabat,” ucap Harris. Dengan menggunakan dalil persahabatan, Harris ingin membuat Pearl selalu bersamanya dan bergantung padanya. Hingga suatu saat nanti, Pearl bisa menyadari bahwa hanya Harris yang mencintainya dan pantas untuk dicintai.
“Tapi aku harus ke perpustakaan dulu,” ucap Pearl.
“Tak apa, aku juga akan menemanimu.”
“Kalau begitu, deal!!”
Harris sangat senang karena Pearl menerima ajakannya. Sangat sulit sekali Pearl menerima ajakannya dan untuk pertama kalinya mereka akan pulang bersama.
**
“Siapa dia?” tanya Alex di dalam hatinya, saat melihat Pearl keluar dari sekolah bersama dengan seorang pria berkacamata.
Alex mengepalkan tangannya ketika melihat Pearl bisa tertawa dengan lepas saat berdu dengan pria itu. Ya, Pearl hanya berdua dengan seorang pria. Mereka masuk ke dalam mobil dan ntah pergi ke mana.
Alex melihat ke arah ponselnya. Ia sudah mengirimkan pesan pada Pearl tadi babwa ia akan datang menjemput. Namun ternyata sampai saat ini, pesan tersebut masih belum dibaca.
“Ke mana kamu mau pergi, Pearl? Dan siapa yang mengizinkanmu?” gumam Alex.
Alex yang merasa tak terima pun akhirnya naik ke atas motor lalu mulai melajukannya. Ia tak ingin kehilangan mobil yang membawa pearl bersama dengan seorang pria.
Mobil tersebut tampak berhenti di sebuah perpustakaan yang juga adalah sebuah cafe. Di sana pengunjung bisa menikmati makanan, sambil menyalurkan hobi membaca.
“Apa yang akan mereka lakukan di sini?” gumam Alex, yang memang tak pernah datang ke empat seperti itu.
Keduanya turun dari mobil. Saat melihat kedekatan antara Harris dan Pearl, hati Alex langsung kacau. Ia memang tak suka dengan kedekatan keduanya, namun Alex tetap harus berpikir jernih dan tak melakukan sesuatu yang merugikan. Ia alhirnya keluar dari mobil lalu melangkah mendekati sepasang pria dan wanita itu.
“Kamu di sini, Pearl?” tanya Alex yang langsung membuat mata Pearl membulat.
“Al?”
🧡🧡🧡