Agnes menjalani kehidupan yang amat menyiksa batinnya sejak kelas tiga SD. Hal itu terus berlanjut. Lingkungannya selalu membuat Agnes babak belur baik secara Fisik maupun Psikis. Namun dia tetap kuat. Dia punya Tuhan di sisinya. Tapi seolah belum cukup, hidupnya terus ditimpa badai.
"Bagaimana bisa..? Kenapa Kau masih dapat tersenyum setelah semua hal yang mengacaukan Fisik dan Psikis Mu ?" Michael Leclair
"Apa yang telah Dia kehendaki, akan terjadi. Ku telan pahit-pahit fakta ini saat Dia mengambil seseorang yang menjadi kekuatanku. Juga, Aku tetap percaya bahwa Tuhan punya rencana yang lebih baik untukku, Michael." Agnes Roosevelt
Rencana Tuhan seperti apa yang malah membuat Nya terbaring di rumah sakit ? Agnes Roosevelt, ending seperti apa yang ditetapkan Tuhan untuk Mu ?
Penasaran ? Silakan langsung di baca~ Only di Noveltoon dengan judul "Rencana Tuhan Untuk Si Pemilik Luka"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ATPM_Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Sekalipun Michael terus di landa kejadian yang selalu tidak sesuai dengan ekspektasinya, Waktu nampak tidak peduli dan terus bergerak.
Pembelajaran Brigida kini sudah memasuki bulan ke dua. Sejak pagi, Michael sudah menyelesaikan pemeriksaan laporan-laporan lantaran pukul tiga sore sampai pukul tujuh malam dijadwalkan 4 pertemuan dengan rekan bisnis. Michael sudah mempersiapkan segalanya agar berjalan lancar, namun kini handphone kembali berdering untuk yang keempat kalinya.
“Selamat siang, Robert... Ah tidak masalah. Hem.. Itu bisa di atur di lain waktu lagi... Ya, sekretaris Kita akan berdiskusi untuk jadwal pertemuan selanjutnya... Sudah ku bilang tidak masalah.. Baiklah, selamat sore.”
Panggilan berakhir dan Michael langsung mendaratkan dirinya diatas kursi. Helaan nafas terdengar. Dia pun menghubungi Miki, Sekretarisnya untuk mengatur ulang pertemuan dengan 4 rekan kerja yang di jadwalkan hari ini. Memberitahukan bahwa empat rekan kerja itu memiliki kendala yang tidak bisa dilewati sehingga berujung pada pembatalan.
Handphone kembali di simpan. Kini sudah pukul satu siang, pekerjaan yang seharusnya masih ada sudah beres. Michael bosan dan bergabung bersama Ayah dan Ibu nya.
“Loh ? Bukanya ada jadwal pertemuan hari ini ?” Ujar Feliks sambil membenarkan kaca mata nya. Dia tengah membaca buku di halaman belakang bersama Theresia.
“Mereka membatalkan pertemuan hari ini, Ayah.” Tutur Michael sambil mengecup Sang Ibu kemudian duduk di sebelah Feliks.
“Lalu ?”
Michael menautkan alis saat sang Ayah kembali bertanya “Maksud Ayah ?”
“Kenapa Kau datang ke sini ? Kau mengganggu waktu Kami.”
“Ibu saja tidak masalah, Ayah. Iya kan Ibu ?”
“Tidak Michael.. Haah, jujur saja. Kau sudah 30 tahun. Ibu tidak mau Kau tersinggung tapi carilah kekasih, Nak. Sampai kapan Kau tinggal di kediaman ini ? Dekati wanita, ajak mereka berkencan dan habiskan waktu Mu bersama Mereka, bukan dengan Kami.”
“Tapi Ibu—“
“Kau sama sekali tidak punya riwayat pacaran. Hanya ada riwayat Hubungan tanpa status yang bahkan tidak bertahan lama. Mau sampai kapan, Nak ? Ibu juga ingin menggendong cucu seperti teman-teman Ibu.”
“Ayah setuju dengan Ibu Mu.” Sambung Feliks. “Kami lebih mengharapkan kehadiran anak Mu dari pada kehadiranMu. Suuh suhhh, pergi sana. Pikirkan apa yang Kami katakan dengan baik. Kami tidak memaksa, namun setidaknya buatlah sebuah pergerakan.”
...***...
Kini Michael terduduk di ruang tamu. Dia sungguh merasa tidak adil karena di usir oleh Ayah dan Ibu nya sambil membawa-bawa permasalahan tentang hubungan asmara.
“Lebih baik main golf—“
...“Kami tidak memaksa, namun buatlah sebuah pergerakan.”...
Perkataan Sang Ayah terlintas di benaknya. Michael tertegun. Dia memang sudah pernah membuat pergerakan, namun wanita-wanita yang Dia temui sungguh tidak sesuai dengan kepribadiannya. Walau latar belakang keluarga sama, namun pola pikir dan karakter itu sama sekali tidak bisa Michael terima jika berada di jalan yang berbeda. Alhasil setiap hubungan tanpa statusnya tidak akan bertahan lebih dari tiga minggu.
“Hem... Wanita ya." Gumam Michael memoles ingatannya. "Aku tidak punya tipe tertentu—“
...“Tidak apa, Tuan. Dan juga, terimakasih kembali karena sudah mengembalikan milikku.”...
...“Maaf, Tuan. Apa Kita pernah bertemu sebelumnya ?”...
...“...Aku punya urusan. Maaf karena tidak mengenali Mu, permisi.”...
“......” Mulut Michael diam namun sudah menarik garis senyumnya ke atas. Bahkan Gigi nya sampai terlihat.
“Baiklah, akan ku dekati Dia.” Cetus Michael penuh keyakinan. Sekalipun Mereka berdua tidak memiliki kecocokan di masa mendatang, setidaknya itu dapat mengobati pikirannya yang terus di penuhi oleh 'Agnes Roosevelt'.
Klek
Pintu dibuka oleh pelayan. Mempersilahkan Agnes untuk masuk. Mata Michael langsung membola. Pertemuan Mereka secepat ini ?
“Biar Aku yang mengantar Nya.” Kata Michael menghentikan langkah si pelayan.
Pelayan itu mengangguk dan pamit undur diri. Kini Dia dan Agnes berhadapan, Agnes harus menengadah Karena Michael lebih tinggi dari nya.
“Selamat Sore, Tuan Lecllair. Tidak perlu repot-repot. Aku sudah menghafal rute ke Perpustakaan di Kediaman ini.” Ucap Agnes dengan suara lembut namun tegas. Tak lupa Dia sisipkan senyum professional.
Michael tersenyum sebelum mulai berbicara, menciptakan tanda tanya di benak Agnes. “Tidak perlu terbebani. Aku tidak ada pekerjaan saat ini dan akan membaca buku di Perpustakaan. Kita sejalan, jadi sekalian saja. Masih keberatan ?”
“Tentu tidak, Tuan Lecllair.” Ungkap Agnes sambil menggeleng pelan.
“Mari.” Ajak Michael mempersilahkan Agnes berjalan di sisi kananya.
Michael menjaga langkahnya. Tidak boleh membuat Agnes sampai tertinggal atau ngos-ngosan untuk menyamai langkah kaki. Perjalanan Mereka berlalu dalam keheningan. Michael melirik Agnes sepanjang berjalan, Dia merasa Agnes lebih nyaman seperti ini jadi Michael tidak memaksakan kehendaknya untuk mengajak berbicara.
Pintu perpustakaan terbuka, Brigida yang sedang membaca buku langsung tersenyum karena sudah pasti ini kedatangan Guru nya.
“Selamat datang Kak Ag— Kak Michael ? Kau tidak meeting ?” Senyum yang tercipta langsung tersapu bersih saat netra nya melihat sang Kakak.
“..Ya. Empat meeting di batalkan dan Aku memilih untuk—“
“Untuk menjadi petugas yang mengantar Kak Agnes ?” Sambar Brigida tak suka.
“Tentu tidak. Kami hanya sejalan kesini. Aku akan membaca buku, tidak akan mengganggu waktu belajar Kalian.”
Michael langsung melangkah ke buku yang akan Dia baca dan duduk di kursi empuk yang berada di sudut ruangan, dekat dengan pintu masuk.
Agnes dan Brigida duduk di tempat masing-masing dan mulai mengobrol.
Mata Michael tidak terang-terangan memperhatikan Agnes namun telinganya menangkap setiap ucapan yang keluar dari mulut Agnes.
Pelajaran di mulai, Agnes buka dengan percakapan ringan. Membuat Brigida menyegarkan ingatan pada Materi sebelumnya dan kemudian secara perlahan membuka obrolan baru. Ipad yang sudah bertengger di atas Meja sudah menampilkan Power Point yang Agnes buat. Penjelasan sambil menunjukkan gambar dan lanjut pada inti pelajaran membuat Brigida tidak ada waktu untuk tidak fokus.
Fokus anak itu benar-benar berhasil di kontrol dengan baik oleh Agnes. Agnes terus melakukan percakapan ringan di sela-sela pembelajaran saat di rasa pembahasan mereka berjalan terlalu berat dan monoton.
Michael yang mendengarkan saja tersenyum karena Pelajaran yang di bawakan oleh Agnes terkesan ringan namun gampang di mengerti, gampang diikuti dan menumbuhkan semangat untuk terus belajar.
“Lumayan.. Anggap saja mengingat kembali pelajaran yang Ku dapat saat Sekolah dulu.” Batin Michael sambil terus curi-curi pandang.
Sempat beberapa kali pandangan Michael dan Agnes bertemu. Kira-kira sebanyak tiga kali tatapan Agnes bertemu dengan tatapan Michael di udara.
...***...
Satu jam tiga puluh menit sudah berlalu. Michael masih di tempatnya. Jujur saja, tidak ada satu katapun dari buku itu yang Dia baca. Benar-benar berfungsi sebagai hiasan saja di tangannya.
Michael tersentak saat mendapati Agnes sudah berdiri dengan tas jinjing yang terpatri di tangan.
Langkah Agnes terhenti tepat di depan pintu, lantaran Michael sudah berdiri di sana.
Menjawab tanda tanya yang terpatri di wajah Agnes, Michael pun bersuara “Sudah selesai ? Secepat ini ?”
Wajah Agnes semakin penuh dengan tanda tanya. Alis satunya Dia naikkan. Agnes mengangkat tangan dan melihat jam yang melingkar di lengan. Tidak puas, Dia melihat Jam dinding yang terletak tepat di atas Daun pintu. Kurang puas lagi, Dia mengambil Handphone yang bertengger di saku belakang celana.
Jam yang tertera sesuai dengan kesepakatan awal. Satu jam tiga puluh menit sudah berlalu sejak Dia masuk ke ruangan ini.
“Maaf Tuan Lecllair. Mungkin Anda tidak tau isi kesepakatannya, tapi satu jam tiga puluh menit sudah berlalu. Bahkan Aku sempat memakai sepuluh menit lagi karena ada beberapa hal yang di pertanyakan oleh Brigida. Apakah ada sesuatu yang mengganggu Mu ?”
“Ah, waktu sudah berlalu secepat ini ternyata. Maaf, Aku terlalu tenggelam dalam membaca buku.”
Agnes mengalihkan Atensinya ke arah Buku. Benar. Sepanjang mengajar fokusnya sempat teralihkan oleh Buku yang di pegang oleh Michael beberapa kali.
“Bicara soal buku, ada yang ingin Aku katakan Tuan Lecllair.” Ujarnya dengan sopan.
“Hem ? Apa Kau sudah membaca buku ini ?”
Agnes menggeleng pelan. Senyum formal nya masih tercetak jelas di wajah.
“Lain kali, tolong perhatikan Buku yang Anda baca Tuan Lecllair. Sepanjang Aku mengajar, Ku lihat buku yang Kau pegang terbalik.”
“Pfftt.. Buaahahahahaha.!!”
Tawa Brigida menggema memenuhi ruangan. Tawa yang sejak tadi Dia tahan kini menemui kebebasan. Tawanya semakin bertenaga. Brigida sampai memegang perut dengan satu tangan dan dengan tangan yang lain bertumpu di atas meja. Iris matanya sampai mengeluarkan air.
“....” Michael terdiam sambil mengatup bibirnya kuat-kuat. Berusaha mengatur nafas dan ekspresi di depan Agnes yang masih dengan senyum yang sama.
“Karena tidak ada lagi yang perlu di katakan, Aku permisi.” Pamit Agnes dengan hormat dan meninggalkan perpustakaan.
“..Ihh, Malu banget sih kalau Aku! Hahaha!”
Tawa Brigida semakin membesar sampai Agnes ikut terkekeh pelan di luar ruangan. Berusaha agar tawa nya tidak terdengar, namun sayangnya kekehan pelan itu mengalun lembut dan menusuk pendengaran Michael.
"Sh*t!! Apa-apaan sikap konyol ini ?!" Batin Michael membenci sikap nya yang tidak hati-hati beberapa saat yang lalu.
...***...
Jangan Lupa like dan komen Guys. Thank you so much Darling~♡