Tiga tahun menjalin hubungan pernikahan, Gempita mengetahui kalau suaminya telah berselingkuh dengan wanita yang lebih muda.
Dalam situasi seperti ini, ia menghadapi kebingungan. Satu alasan yang tidak bisa diungkap. Apakah bercerai atau mendiamkan perbuatan Melvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Izin Pulang
Baru bertemu sudah bertengkar dan ini tidak seperti hari di mana Melvin ketahuan menikah lagi. Kalau begini terus, siapa yang akan tahan.
Namun, mendengar ucapan Gempi yang meminta cerai, semakin membuat amarah dalam benak ini. Siapa yang ingin bercerai dengan wanita sempurna menurut pandangan Melvin.
Hanya satu kekurangan. Gempita sudah tidak seperti dulu. Padahal pernikahan mereka belum cukup lama. Tapi, perubahan terlalu terasa bagi Melvin.
Sebagai suami, ia tidak mengerti. Gempita melayaninya seperti setengah hati. Padahal ia sudah memberi segalanya. Demi membahagiakan wanita yang telah memberi keberuntungan dalam hidupnya.
"Ucapanku terlalu kasar. Maaf, Sayang."
"Kamu enggak ngerti perasaan aku. Coba kamu mikir, milih barang buat perempuan lain di depan istrimu ini."
"Nindi juga istriku."
"Aku tahu. Aku mengizinkanmu menikah lagi, bukan berarti aku menerima perempuan itu." Gempita menggeleng. "Sama sekali aku enggak menerimanya."
Harusnya Melvin lebih peka. Ini memang salahnya karena tidak memikirkan perasaan Gempita.
"Sekarang, terserah kamu. Mau kamu beli rumah, mobil, tanah atau apa pun itu, aku enggak peduli. Beli saja buat istrimu itu. Tapi ingat ini, Melvin. Aku istrimu, menemani kamu sampai sesukses sekarang. Bukan wanita yang hanya datang untuk uangmu saja."
Melvin terdiam mendengarnya. Ia memandang Gempita yang sudah masuk dalam selimut dan tidak ingin diganggu.
"Cintaku ini hanya untukmu. Nindi hanya pelengkap saja." Melvin pun merebahkan dirinya di samping Gempita. Memejamkan mata, berharap besok tiada lagi pertengkaran.
Sikap Gempita selalu berubah. Tadi malam, ia memang marah, tetapi pagi ini senyumnya sudah kembali. Hari ini, keduanya akan mengunjungi Venesia. Tidak sabar untuk menaiki Gondola dan mengarungi sungai yang jernih serta mendengar nyanyian dari Gondolier.
Selesai sarapan, keduanya berangkat dengan menumpang kereta api. Dalam perjalanan, Gempi menghabiskan waktunya dengan membaca buku. Ia sedikit bicara pada Melvin yang lebih memilih untuk tidur.
Sekitar 2,5 jam perjalanan, kereta api sampai di stasiun Venesa. Penumpang jurusan bisnis keluar. Dengan berpegangan tangan, Melvin dan Gempi pun turun bersama barang bawaan mereka.
"Akhirnya, kita sampai juga." Melvin merangkul istrinya itu, mendaratkan kecupan di kening.
"Aku mau langsung naik gondola."
"Makan dulu."
Gempita jadi teringat pada Cal. Apa pria itu tengah berada di kota ini juga? Sebaiknya Gempi tidak memikirkan pria lain di saat bersama Melvin. Sedari tadi memang ia belum memegang ponsel untuk sekadar mengecek pesan atau telepon. Mungkin Cal ada menghubunginya.
Pertama tentunya mencari penginapan. Hotel yang dipilih sesuai kantong Melvin dan kemewahan yang diberikan suaminya, biasa saja di mata Gempi. Mengisi perut, beristirahat sebentar, barulah keduanya tidak membuang waktu untuk jalan-jalan.
Benar yang Gempi duga. Cal mengabarkan kalau ia baru saja sampai di Venesia. Pria ini melakukan penerbangan tadi pagi. Cal tidak menyerah rupanya. Terlalu nekat.
"Sayang, kemarilah." Melvin memanggil Gempi, menyodorkan es krim gelato yang tampak nikmat.
Urusan Cal sebaiknya dipikirkan nanti. Saat ini adalah Melvin. Tidak mungkin Gempi membuat pertengkaran yang melelahkan hanya untuk bersama vokalis band tersebut.
Cita-cita Gempi akhirnya, kesampaian juga naik gondola. Ia bersama Melvin menyempatkan diri berfoto bersama, membuat kenang-kenangan sebagai bulan madu kedua.
Melvin dengan sengaja meng-upload potret mesranya di media sosial dan banyak menerima komentar dari teman-temannya. Bagi yang tidak tahu fakta Melvin, tentu semua komentar mengatakan kalau pasangan ini selalu romantis. Berbeda dari mereka yang tahu jika Melvin telah beristri dua. Potret tersebut dijadikan sebagai bahan candaan.
"Kita kembali ke hotel saja. Aku sudah lelah," kata Gempi.
"Yang tadi enggak sabar buat naik gondola siapa?" Melvin tertawa.
"Besok, kita naik lagi."
Keduanya memutuskan untuk kembali ke hotel. Sampai di sana, Melvin merebahkan dirinya di tempat tidur, sedangkan Gempi berbalas pesan dengan Cal.
Pemuda itu memaksa Gempi untuk bertemu. Cal hanya punya waktu sebentar karena ia harus kembali ke Amerika untuk kembali bernyanyi. Ada beberapa pekerjaan yang telah diambil dan sesuai kontrak, memang harus dijalani.
"Sayang ... Melvin." Gempi mendekat, melambaikan tangan ke arah Melvin dan suaminya itu pulas karena lelah.
Ada kelegaan, Gempi mengambil tasnya, lalu keluar kamar. Ia berjalan cepat menuju lift karena sang kekasih gelap tengah menunggu saat ini.
Sampai depan loby hotel, pria yang Gempi kenal melambaikan tangan. Kali ini, Cal menyewa mobil hingga Gempi bisa langsung masuk ke kendaraan itu.
"Kamu tahu sendiri kalau ini berisiko." Gempi kesal, tetapi melihat wajah Cal tidak tega juga.
"Aku harus pulang ke Amerika. Bagaimana dengan hubungan kita?" Cal mengatakan itu seraya mengendarai mobil. Ia hanya membawa Gempi dalam jarak dekat saja.
"Apanya yang bagaimana? Sudah tahu kalau aku ini istri orang. Kita tidak bisa bersama. Sudah terlambat."
"Kamu pernah bilang sendiri. Jika aku menginginkanmu, aku bisa menemuimu."
"Ya, kamu tahu di mana menemukanku, kan? Jika kamu serius."
"Aku serius, bagaimana denganmu?"
"Cal, aku enggak mau bahas ini. Kamu mau pulang, kan? Hati-hati, ya." Gempi memegang pipi Cal, ia mendekatkan wajah, kemudian mengecup bibir itu. "Aku takut Melvin bangun."
"Tunggu. Berikan aku kenangan terindah." Cal kembali mengecup bibir, yang dibalas dengan permainan hangat dari Gempi.
Tangan Cal sudah merayap ke mana-mana, dan detik itu juga Gempi melepas tautan bibir mereka.
"Cukup sekali saja. Aku tidak ingin tidur denganmu."
"Maafkan aku." Cal mengganti dengan pelukan. Ia mengembuskan napas panjang, mencoba meredakan hasrat yang tengah membara.
"Aku harus kembali." Gempita mendorong Cal pelan, ia mengecup kedua pipi itu, lalu turun dari mobil.
Untuk menghindari kecurigaan, Gempita membeli makanan di luar agar bila Melvin bangun dan menanyakan kepergiannya, maka ia punya alasan.
"Gempita." Cal memukul setir mobil. Logika mengatakan kalau tidak benar ia bermain dengan wanita yang telah bersuami. Tapi hati ini, selalu mendambanya. "Tunggu aku, Sayangku."
Saat Gempi sudah kembali ke kamar, ia tidak menemukan suaminya di tempat tidur. Tapi, ia mendengar suara air di kamar mandi.
Pintu kamar mandi bergeser, Melvin keluar dengan tubuh segar sehabis mandi. "Habis dari mana?"
"Beli makanan ringan." Gempi menunjukkan bingkisan makanan yang ia keluarkan dari tas tote.
"Kenapa enggak bangunin aku, sih?"
"Kamu kayaknya lelah banget. Oh, ya, Sayang. Kita kapan pulangnya?"
"Loh, udah puas liburannya?"
"Aku, sih, udah. Enggak tahu kamu."
"Lusa kita pulang, ya? Aku masih ingin sama kamu. Janjinya, kita ke sini buat bulan madu, loh."
Gempita tersenyum tidak enak. Ia mengangguk. "Iya, kita perlu menghabiskan waktu bersama."
"Aku tunggu, ya." Melvin merujuk pada tempat tidur.
"Aku mandi dulu."