“Kamu harus bertanggungjawab atas semua kelakuan kamu yang telah menghilangkan nyawa istriku. Kita akan menikah, tapi bukan menjadi suami istri yang sesungguhnya! Aku akan menikahimu sekedar menjadi ibu sambung Ezra, hanya itu saja! Dan jangan berharap aku mencintai kamu atau menganggap kamu sebagai istriku sepenuhnya!” sentak Fathi, tatapannya menghunus tajam hingga mampu merasuki relung hati Jihan.
Jihan sama sekali tidak menginginkan pernikahan yang seperti ini, impiannya menikah karena saling mencintai dan mengasihi, dan saling ingin memiliki serta memiliki mimpi yang sama untuk membangun mahligai rumah tangga yang SAMAWA.
“Om sangat jahat! Selalu saja tidak menerima takdir atas kematian Kak Embun, dan hanya karena saat itu Kak Embun ingin menjemputku lalu aku yang disalahkan! Aku juga kehilangan Kak Embun sebagai Kakak, bukan Om saja yang kehilangan Kak Embun seorang!” jawab Jihan dengan rasa yang amat menyesakkan di hatinya, ingin rasanya menangis tapi air matanya sudah habis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jihan tidak pantas bersanding dengan Fathi?
Mau panas, panaslah sendiri Kinan! Sepanjang melihat Fathi menyadarkan Jihan dengan cara menyentuh dan memanggilnya dengan lembut, wanita itu tampak tidak senang hati melihatnya dan sudah tentu geregetan dengan perhatian Fathi.
“Huft,” menghela nafas Kinan, lalu dia kembali mendekati ranjang Jihan.
“Mas Fathi, sudah cukup menyadarinya. Jihan nanti juga akan siuman sendiri. Yang terpenting tekanan darah, denyut nadi masih dalam kondisi normal," ucap Kinan sedikit ketus.
Fathi yang duduk di tepi ranjang, hanya menolehkan wajahnya menatap Kinan dengan tatapan datarnya, lalu tangannya terulur mengambil ponselnya dari saku jasnya untuk menghubungi Dokter Samuel.
“Samuel, tolong ke ruang eksklusif sekarang ... Jihan pingsan,” pinta Fathi saat teleponnya sudah tersambung.
“Baiklah, aku akan segera ke sana,” jawab Samuel, lantas bergegas mematikan ponselnya dan keluar dari ruang kerjanya.
Usai menelepon, Fathi kembali menatap istrinya dan masih tidak menggubris Kinan.
Kinan mengatup bibirnya, agak kesal karena Fathi mengacuhkan dirinya. “Sabar Kinan,” batin Kinan menenangi dirinya untuk tidak gegabah.
“Kinan, sedang tidak ada pasien, ‘kah?” Tiba-tiba saja Mama Erina mendekati wanita itu dan bertanya.
Kinan menolehkan wajahnya dan tersenyum pada Mama Erina. “Kebetulan sudah selesai visit pasien di ruang rawat, Tante Erina. Makanya ada waktu untuk menjenguk ke sini,” jawab Kinan sangat ramah.
“Oh ... seperti itu,” balas Mama Erina sudah menyerupai gaya bicara Syahrini, seiringan menatap lekat pada keponakan jauh suaminya tersebut. Wanita yang sudah memasuki usia 29 tahun tapi masih jomblo.
“Maksud kata Jihan apa ya barusan? Kalau Kinan dan Fathi cocok jadi suami istri, apa Jihan mengetahui sesuatu?” batin Mama Erina jadi bertanya-tanya sendiri, sembari memperhatikan lirik netra Kinan yang sejak tadi menatap Fathi.
“Jangan-jangan diam-diam Kinan suka sama Fathi?” Masih saja batin Mama Erina bertanya-tanya.
Dari tempat mereka berdiri saat ini sama-sama melihat kondisi Jihan yang masih ditemani oleh Fathi, sementara Ezra sudah tidur di gendongan Bu Kaila.
“Jihan, maafin aku ya ... bangun yuk,” bisik Fathi, tangannya masih mengusap pipi Jihan begitu lembutnya, kalau sudah melihat wajah Jihan yang tenang seperti ini, tergelitik rasanya ingin mengecup pipi istrinya, namun hal itu harus dia tahan. Siapa disangka ciuman paksa yang dia lakukan pada istrinya membuat dirinya terngiang-ngiang, walau berakhir dengan petaka.
“Tante, kayaknya Mas Fathi tidak pantas deh mengusap pipi mantan adik iparnya seperti itu. Mending Tante Erina tegur Mas Fathi, takut nanti orang tua Jihan salah paham,” pinta Kinan, posisi dia berdiri agak bergeser agar lebih dekat dengan Mama Erina.
Gara-gara ucapan Kinan bikin kening Mama Erina berlipat-lipat, namun wanita paruh baya itu tidak bisa menyalah pendapat Kinan karena wanita itu tidak tahu mengetahui pernikahan Fathi dengan Jihan, akan tetapi kenapa Kinan cara bicara seperti orang tidak suka.
“Salah paham, bagaimana maksudnya ya?” Mama Erina sengaja sekali memancing Kinan.
“Ya pasti akan jadi salah paham dong Tante, Mas Fathi itu'kan duda ... aku takutnya dengan sikap perhatian Mas Fathi berlebihan seperti itu nanti kedua orangnya Jihan beranggapan jika Mas Fathi suka dengan Jihan, padahal itu hanya perhatian sebagai dokter terhadap pasiennya. Lagian gak mungkinkan kalau Mas Fathi suka sama anak yang baru lulus sekolah, yang tidak punya pendidikan tinggi. Itu sangat tidak sebanding dengan Mas Fathi sebagai dokter dan anak pemilik rumah sakit,” tutur Kinan sok menjelaskan dari sudut pandangnya.
Mama Erina menyunggingkan senyum miringnya. “Oh jadi menurut kamu, Jihan tidak pantas bersanding sama Fathi?”
“Nah betul itu Tante, minimal kalau Tante mau mencarikan jodoh baru untuk Mas Fathi minimal seorang dokter juga atau wanita berkelas,” jawab Kinan tersenyum lebar.
“Oh pantas saja tadi Jihan bilang kamu sama Fathi cocok sebagai suami istri. Apa mungkin kamu suka sama Fathi?” Mama Erina langsung menebak ke arah sana dengan senyum kecutnya. Mertua mana yang tidak akan tersungging dengan ucapan remeh jika Jihan tidak cocok bersanding dengan anaknya, sedangkan pendidikan tinggi itu pasti akan berproses pada Jihan. Dan satu lagi orang berpendidikan tinggi pun tidak menjamin cocok menjadi pasangan anaknya jika tidak diikuti attitude yang baik.
Pipi Kinan bersemu merah jambu, pandangannya kembali beredar ke arah ranjang. “Semua yang bekerja di sini pasti menyukai sosok Mas Fathi, Tante Erina. Mas Fathi seorang dokter yang baik, rekan kerja yang the best, punya kharisma dan wibawa serta wajah yang rupawan. Jadi tidak aneh jika banyak yang suka dengan Mas Fathi,” puji Kinan dengan suaranya yang mendayu-dayu, lalu dia kembali menatap Mama Erina.
“Oh ... seperti itu.” Lagi-lagi gaya Syahrini muncul lagi.
“Sebelumnya aku minta maaf ya Tante, bukan maksudnya merendahkan Jihan adiknya Embun, aku hanya kasih pendapat saja mengenai jodoh Mas Fathi selanjutnya, ya kalau bisa yang sepadan. Tante pasti akan bangga memiliki menantu yang berkelas dan sepadan dengan Mas Fathi.” Kembali lagi Kinan berbicara dengan rasa percaya dirinya.
“Mmm ... terima kasih atas pendapatnya, bagi Tante siapa pun jodohnya Fathi yang paling utama bisa menjadi ibu sambung yang baik untuk cucu Tante, dan bisa menyayangi cucu Tante dengan tulus. Karena saat ini Fathi memiliki anak, jangan hanya mau terima papa-nya saja tapi mengabaikan anaknya. Tante tahu sekali anak Tante itu banyak diincar oleh para wanita mana pun baik rekan kerja atau saudara sendiri, karena Fathi ahli waris dari rumah sakit dan perusahaan farmasi keluarga. Siapa sih yang tidak tergiur, betulkan Kinan?!” Mama Erina tersenyum sinis pada Kinan.
“Eh ...,” mendadak lidah Kinan keluh, dan merasa canggung. Wanita itu tidak melanjutkan berargumen kembali, setelah kalimat terakhir yang diucapkan oleh Mama Erina.
“Mencari wanita yang tulus menyayangi Ezra begitu sulit, tapi mencari wanita yang menyukai Fathi sangatlah mudah,” ucap Mama Erina sembari menepuk lembut bahu Kinan.
“Eh ... iya Tante,” jawab Kinan kikuk.
Selang berapa menit kemudian, Dokter Samuel datang bersama perawatnya, lantas Fathi memberi ruang pada sahabatnya untuk mengecek kondisi istrinya, sembari menjelaskan kondisi sebelum Jihan pingsan.
Pria itu lantas menepuk bahu Fathi sembari menggelengkan kepalanya. “Pasien mengalami amnesia traumatis, berdasarkan hasil MRI dan CT-scan. Ada beberapa pemicu yang membuat daya ingatnya lupa akan beberapa hal terutama hal-hal yang berhubungan secara psikologisnya, hingga alam sadarnya pun ikut melupakannya. Nah, berdasarkan cerita kamu barusan, setelah kamu membentak ... wajah Jihan berubah lalu pingsan, bisa saja alam sadarnya teringat sesuatu hingga timbul rasa sakit di kepalanya. Ini sekarang aku akan berikan obat syaraf dan pereda nyeri, dan tolong jangan ada tekanan apa pun pada Jihan,” jelas Dokter Samuel.
Fathi hanya bisa menarik nafasnya dalam-dalam, ya harus terima ini adalah kesalahannya sendiri.
Bersambung ... ✍🏻