"Maukah kau menikahi ku, untuk menutupi aib keluarga ku?" tanya Jisya pada seorang satpam yang diam menatapnya datar.
Kisah seorang gadis yang lebih rela di nikahi oleh seorang satpam muda demi tidak menikah dengan seorang pengusaha angkuh dan playboy.
Sanggupkah satpam datar itu bertahan di tengah-tengah keluarga istrinya yang sering menghinanya? atau dia memilih pergi saja? dan siapa kah sebenarnya satpam muda itu?
Mari ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Persidangan
Sidang perdana ke atas Jisya pun akhirnya di mulai. Terlihat semua anggota keluarga Jisya berkumpul di pengadilan terkecuali Papa Damar dan adiknya Arya yang tidak hadir atas kasus pembunuhan yang di lakukan oleh Jisya.
Wanita itu hanya bisa menunduk dalam dan tidak berani untuk mengangkat pandangan, apa lagi ia melihat anggota keluarganya yang jelas terlihat begitu marah dari sorot mata mereka semua.
Jisya tahu diri pasti tidak ada siapapun yang ingin membelanya di dalam keluarganya saat ini, dan pasti kedatangan mereka semua hanya karena mereka ingin mengetahui lebih dalam lagi apa yang telah dia lakukan sehingga nyawa seseorang bisa dia habisi.
Sebelum sidang di mulai, terdengar suara kacau dari arah luar dan juga langkah kaki yang begitu terdengar laju.
Tap tap tap
"Perempuan pembunuh! Berani kau membunuh putra ku, wanita sialan!" Terlihat Sherina mami kepada Ryan laki-laki yang terbunuh di tangan Jisya datang dengan keadaan yang mengamuk seperti ingin menelan tubuh Jisya hidup-hidup tak terima dengan kenyataan putranya yang sudah tewas.
Sherina berjalan cepat untuk menghampiri wanita yang membunuh putranya ingin melabrak Jisya yang ketakutan dan memegang di lengan suaminya karena ternyata Arga mengambil posisi duduk di dekat istrinya.
Tak
Dengan sigap Arga menahan tangan wanita paruh baya itu yang ingin menyerang istrinya.
"Ini tempat pengadilan, seharusnya Nyonya tidak bisa melakukan sesuka hati anda, di sini. Tolong jaga sikap, anda. Jangan sampai karena sikap anda sendiri, membuat orang lain hilang hormat kepada anda." Arga terdengar begitu dingin menatap Sherina yang ingin menyerang istrinya.
"Apa kau tahu siapa aku! Aku ada lah ibu dari korban yang wanita ini bunuh! Lepaskan aku! Biar ku bunuh juga wanita itu! Sini kau jalang! Jangan mencoba untuk mencari perlindungan dari laki-laki ini!" Sherina tak peduli dengan posisinya saat ini sedang berada di mana.
Yang berada di pondok wanita paruh baya itu dia ingin membunuh Jisya yang sudah membunuh putranya.
Jisya hanya diam dan menunduk berusaha untuk menyembunyikan air matanya yang terus berjatuhan. Dia tahu pasti selepas ini, dia akan dikecam oleh semua orang yang akan memanggilnya sebagai seorang pembunuh.
Tok tok
Terdengar palu yang diketuk oleh hakim.
"Harap semuanya bisa bertenang, kalian tidak bisa berbuat sesuka hati kalian saat sedang berada di sidang ini!" Tegas hakim memukul palu untuk menghentikan keributan yang berada di hadapannya.
Sherina ditarik oleh anak tertuanya yang bernama Leo.
"Tenangkan diri mami, kita tidak bisa bersikap seperti ini di pengadilan, malu dilihat sama orang-orang mi." Bisik Leo di telinga maminya.
"Bagaimana aku bisa tenang, adik mu di bunuh oleh perempuan itu! Perempuan kurang ajar! Jadi biarkan aku juga yang akan melenyapkan nyawanya!" Pekik Sherina.
"Tenanglah, mi. Karena sidang pun akan dimulai sebentar lagi."
Sidang pun akhirnya dimulai setelah mengalami sedikit kekacauan yang di timbulkan oleh Sherina ibu kepada korban.
Tiba-tiba ada seorang pengacara yang cukup terkenal di kota mereka maju ke depan dan akan menjadi pengacara untuk Jisya.
Semua orang termasuk anggota keluarga Jisya di buat terkejut karena melihat pengacara yang tidak asing itu datang sebagai pengacara untuk pelaku pembunuhan ke atas korban.
"Ma, itu bukannya pengacara Wildan ya?" Bisik Sasa kepada mamanya.
"Iya, itu memang dia. Tapi untuk apa dia datang kemari? Siapa yang sudah mengundangnya?" Sua balas berbisik kepada putrinya.
"Mana aku tahu, Ma. Loh, loh, loh, kok dia mendekati Jisya dengan suaminya?" Bisik Sasa heran melihat pengacara yang terkenal itu.
"Maaf, karena saya terlambat datang, Nona Jisya. Kenalkan, saya pengacara Wildan yang akan menjadi pengacara Nona selama sidang berlangsung." Sopan Wildan melirik ke arah Arga yang sama sekali tak melihat kearahnya.
Sepertinya Tuan muda marah, karena saya terlambat datang. Batin Wildan dalam hati.
Jisya tentu saja mengenali siapa pengacara itu. Yang membuat dia bingung, karena berpikir sejak kapan dia mengundang pengacara Wildan?. Pikir Jisya melirik kepada suaminya yang menggenggam tangannya dan terlihat cuek saja dengan keberadaan pengacara Wildan.
Ketua hakim pun mulai membuka persidangan.
Tiba saatnya di mana pengacara Sherina yang lebih dulu membuka suara.
"Pelaku yang terdakwa sudah merenggut nyawa korban dengan cara memukul kan pasu bunga ke atas kepala korban yang membuat korban tewas seketika. Dan pelaku kekerasan seperti ini seharusnya diberi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya, yaitu penjara 20 tahun atau seumur hidup." Kata pengacara dari pihak korban.
Mendengar ucapan pria itu Jisya langsung meremas jari jemari tangan suaminya dengan tubuh yang bergetar. Tak pernah dia bayangkan akan hidup selamanya dalam penjara.
Bahkan memikirkan saja dia tidak pernah sama sekali.
Arga melihat ke arahnya dan memberi kode dengan sorot mata yang memintanya untuk tetap tenang.
Giliran pengacara Arga yang angkat bicara.
"Ya, memang benar klien saya melakukan pembunuhan terhadap korban. Akan tetapi, tentu saja pelaku mempunyai alasan kenapa dia sampai bisa membunuh korban hanya dengan satu pukulan saja.
"Klien saya melakukan itu semua, pasti tidak lain dan tidak bukan, karena pelaku hanya ingin melindungi dirinya dari perbuatan si korban. Dan kami juga memiliki bukti-bukti dari rekaman CCTV di tempat kejadian di mana korban ingin melecehkan saudari Jisya yang pada saat itu sudah berusaha untuk meminta korban keluar dari tokonya." Jelas Wildan.
Anggota keluarga Jisya sangat terkejut saat mendengar penjelasan dari pengacara Wildan.
"Itu benar enggak sih Kak?"bisik Sasa kepada Arini yang berada di sebelah kiri Sasa.
"Ya mana aku tahu." Jawab Arini.
"Jangan fitnah kamu, ya! mana mungkin putra saya ingin melakukan pelecehan kepada wanita itu! Bukan cuma dia wanita yang berada dalam muka bumi ini!"
"Putra ku bahkan mampu mendapatkan wanita yang jauh lebih cantik dari pada dia, untuk putra ku bawa ke hotel jika dia mau! Jangan ngaco kamu kalau ngomong! Atau mencoba untuk memfitnah putraku dengan bukti-bukti palsu kalian!" Sherina berteriak seperti orang gila mendengar ucapan pengacara Jisya yang berkata jika putranya bertindak ingin memperk*sa kliennya.
Dan tentu saja wanita paruh baya itu akan membantah keras ucapan pengacara Wildan.
"Benar, kalian tidak bisa mengatakan sesuatu, atau membuat suatu tuduhan untuk menjatuhkan korban, dengan tuduhan-tuduhan yang tidak benar!" sahut pengacara Sherina.
"Justru kami mempunyai bukti yang cukup kuat, sehingga kami berani mengatakan jika korban mencoba untuk melecehkan klien saya, yang membuat tanpa sengaja klien saya akhirnya membunuh korban untuk mempertahankan dirinya." Pengacara Wildan menjawab dengan tenang.
Arga masih tetap diam membiarkan pengacaranya untuk membuat pembelaan terhadap istrinya sembari menggenggam tangan istrinya yang kedinginan karena takut menghadapi situasi saat ini di mana keluarga dari korban benar-benar menekannya.
"Mana buktinya! Kalian jangan hanya asal berbicara tanpa ada bukti yang kalian bisa tunjukkan!" Sherina masih tetap menyangkal jika putarannya memang bersalah.
"Ma, dari mana itu anak mengambil uang untuk membayar pengacara mahal itu?" bisik Sasa kepada Mama Sua yang dari tadi hanya diam menyimak dan memperhatikan putrinya yang hanya menunduk.
"Mama juga tidak tahu, dari mana adikmu mendapatkan uang sehingga dia bisa membayar pengacara Wildan." Jawab Sua balik berbisik.
Sedangkan Malvin hanya diam sambil menatap kasihan kepada Jisya. Biar bagaimanapun dia masih mencintai wanita itu dan di saat posisi seperti sekarang ini dia malah tidak bisa berbuat apa-apa karena dia juga sudah menikah dengan Sasa.
"Saya akan membawa bukti-bukti itu di sidang berikutnya."
Akhirnya sidang pun ditunda dan akan melanjutkan sidang kedua beberapa hari lagi setelah cukup bukti-bukti sebelum menjatuhkan hukuman kepada Jisya.
Usai sidang bubar, Jisya kembali dibawa oleh polisi. Dan ternyata di luar, sudah ada ramai reporter yang berbondong-bondong untuk mengetahui kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anak pengusaha.
"Itu mereka! mereka sudah keluar!"
Tentu saja akan sangat sulit untuk reporter mendekati Jisya, karena wanita itu dikelilingi oleh para polisi.
Karena tidak bisa berbicara langsung dengan Jisya, akhirnya yang menjadi bulan-bulanan dan dikejar-kejar oleh reporter untuk mengetahui lebih lanjut kasus pembunuhan Jisya, tentu saja keluarga wanita itu.
"Gila! ma, kita dikejar-kejar oleh reporter!" Sasa langsung berlari bersama Arini dengan langkah cepat sebelum dia kedapatan oleh reporter menuju ke mobil.
"Berhenti Nona! Berhenti! Jelaskan kepada kami apa yang sudah berlaku."
"Ini benar-benar gila, kalau aku tahu akan seperti ini, aku tidak ingin datang ke pengadilan tadi!" Ketus Arini jengkel.
Sedangkan Sua yang tidak bisa berlari laju seperti putri-putrinya akhirnya dia kedapatan oleh reporter dan langsung diserang oleh perbagai pertanyaan-pertanyaan yang membuat dia bingung dan marah-marah.
"Maaf Nyonya. Apa benar putri anda sudah membunuh tuan muda Ryan?"
"Kenapa kalian mempertanyakan itu kepada ku! Aku tidak tahu tentang masalah pembunuhan itu! Kalian tanyakan saja langsung kepada pelaku! Buruan minggir! Saya mau lewat!" Sua berusaha untuk keluar dari kerumunan reporter yang semakin menghimpitnya dan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dia sendiri pun tak tahu ingin menjawab apa.
"Maaf nyonya, jika kami bisa bertanya langsung kepada putri anda, maka dari tadi lagi kami sudah bertanya padanya. Tapi sangat sulit untuk menemui putri anda. m
Makanya kami bertanya kepada anda, siapa tahu saja anda tahu tentang kasus pembunuhan yang dilakukan oleh putri anda sendiri."
"Mana aku tahu! aku saja baru tahu kalau anak itu membunuh! Minggir! Saya mau lewat." Sua benar-benar sudah sangat marah dan merasa tidak bisa membendung amarahnya lagi.
Tentu saja dia juga marah kepada putrinya karena kasus yang dilakukan oleh putrinya akhirnya berdampak buruk padanya dan yang lainnya.
Dasar anak sialan! Kenapa aku tidak bunuh saja dia waktu masih dalam kandungan! Sudah dewasa dia malah merepotkanku! lagi pula kenapa aku harus menghadiri sidangnya ini! dasar anak durhaka!. Batin Sua geram.
Sua yang sakit hati kepada putrinya langsung menyusul putrinya di mana saat ini putrinya sedang ditahan.
"Jisya!" Pekik Sua kepada putrinya yang baru saya turun dari mobil polisi.
"Kamu ini ya! Bisa-bisanya kamu membuat keluarga kita berantakan dan menjadi sorotan publik karena perbuatanmu itu!"
"Dan apa kata pengacara mu tadi! Kau membunuh Ryan, karena dia ingin melecehkanmu! Dasar bodoh! Kenapa kau tidak berikan saya tubuhmu itu daripada kau membunuhnya! tubuh mu juga tidak akan habis jika hanya di pake sama Ryan, dasar bodoh!" Tambah Sua yang membuat para polisi menggeleng-geleng kepala saat mendengar ucapan seorang ibu terhadap darah dagingnya sendiri yang begitu sadis.
Mereka berpikir tenyata masih ada orang tua yang kejam seperti wanita paruh baya di depan mereka itu.
Sungguh Sua sama sekali tidak menjaga attitude-nya di hadapan semua orang karena marah.
Dan tentu saja kelakuannya itu langsung direkam oleh sebagian reporter yang masih mengikutinya secara diam-diam.
Jisya yang mendengar ucapan ibunya sendiri langsung merasa sedih. Karena berpikir ternyata harga dirinya Tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan harta.
"Kau tidak layak dipanggil seorang ibu, seharusnya kau mati saja semasa kau melahirkan istriku dulu. Dari pada kau hidup dan panjang umur hanya berbuat dosa saja dan menjadi duri dalam keluargamu." Ucap Arga yang tiba-tiba datang dan mengeluarkan kata-kata pedas seperti dirinya saat dia menjadi seorang Rega.
"Berani kau!!" Berteriak tak terima ingin menampar menantunya karena kata-kata kasar yang baru saja di lontarkan oleh Arga.
Tak!