Lanjutan Cerita Harumi, harap membaca cerita tersebut, agar bisa nyambung dengan cerita berikut.
Mia tak menyangka, jika selama ini, sekertaris CEO yang terkenal dingin dan irit bicara, menaruh hati padanya.
Mia menerima cinta Jaka, sayangnya belum sampai satu bulan menjalani hubungan, Mia harus menghadapi kenyataan pahit.
Akankah keduanya bisa tetap bersama, dan hubungan mereka berakhir dengan bahagia?
Yuk baca ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Ada Celah
Kemungkinan untuk sementara, aku akan update dua hari sekali, maaf yaa ...
Jangan lupa subscribe dan like nya, komen juga boleh banget.
Happy Reading.
Baru seharian tak bertemu dengan pacarnya secara langsung, membuat mood Jaka berantakan. Dia yang biasa pendiam, mendadak jadi sering mengomel, mendesis, menggerutu. Persis sama seperti mantan rekan kerjanya yang kini memilih menetap di Kanada demi menghindari warisan keluarga.
Yang terkena imbasnya, tentu saja rekan di sebelahnya juga para staf dari berbagai divisi, yang akan memberikan laporan ada CEO, melalui dirinya.
"Sumpah Lo, Ka! Hari ini Lo bawel banget. Biasa ruangan tenang, ini malah jadi berisik." Aryan mengeluh, usai sebelumnya menyembulkan asap ke udara.
Keduanya sedang berada di roof top gedung, yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang tertentu. Mereka sedikit senggang, karena sang CEO sedang kedatangan istrinya di ruangan. Sebagai bawahan yang tau diri, mereka lebih memilih menyingkir dari pada mendengar suara ...
"Kenapa juga Mia mesti ke Surabaya? Kesel banget gue! Di sana ada laki gatel nggak sih?" Jaka menghisap rokoknya, dan meniupkan asapnya ke udara. Sebenarnya dia bukan perokok aktif, hanya sesekali ketika sedang stres saja.
"Ya Lo tanya aja ke Pak Tris langsung," usul mantan sekretaris dari Denis itu.
Jaka terbalik badan, dia berjongkok dan menyadarkan punggungnya pada tembok pembatas, "kalau usul mutasi sekertaris, boleh nggak sih?"
Aryan terkekeh, dia kembali menghisap rokoknya. "Perasaan gue kerja di sini baru itungan bulan, salah alamat Lo nanya kayak gitu ke gue."
Jaka memijat dahinya dengan satu jari telunjuknya, "dua puluh sembilan hari masih lama banget, ya?"
"Bentaran, Ka! Tenang aja, asal Lo sibukin diri, pasti bakal nggak kerasa waktu berlalu. Lagian ini tuh semacam ujian buat kalian berdua, kira-kira pada bisa setia, nggak?"
"Gue mah setia, Aryan! Gue nunggu Mia udah lebih dari lima tahun."
"Iya-iya gue percaya Lo setia. Terus soal perjodohan sama anaknya Bu Dessy, akhirnya gimana?"
Jaka mematikan batang rokoknya yang sebentar lagi habis. "Gue udah ngomong sama Pak Dimas, cuman gue masih agak ragu. Lo tau kan, kadang dia sengaja iseng. Tapi gue udah punya rencana cadangan sih, andai Bu Dessy tetap maksa."
"Apaan?" Aryan yang tadinya menatap pemandangan kota, mengalihkan tatapannya pada rekannya.
Jaka bangkit dan menepuk pundak rekannya, "Rahasia dong! Lo kan kaki tangannya Denis." Dia melangkah pergi menuju pintu yang akan membawanya ke tangga darurat, tak peduli umpatan dari asisten CEO.
***
Hari ini Jaka tak perlu berkerja sampai malam, dia bersama Aryan turun secara bersamaan. Setelah sebelumnya Dimas pulang dengan istrinya yang datang sedari siang.
Keduanya menaiki elevator umum, karena sedang tidak bersama CEO atau petinggi ya g lainnya.
Pintu elevator terbuka, di lantai divisi keuangan dan pemasaran berada. Ada tiga staf dari divisi keuangan bergabung bersama mereka.
"Tumben Mbak Indah lembur? Rajin, ya!" Aryan berbeda dengan Jaka, dia ramah pada siapa saja.
"Kepepet." Perempuan beranak satu memasang wajah judes yang menjadi ciri khasnya.
"Oh kepepet, kirain karena lagi nyari tambahan."
Indah menanggapinya dengan decakan, dia sengaja datang lebih pagi, dan mengurangi istirahat siangnya. Tapi tetap harus pulang satu jam lebih lama dari waktu seharusnya.
"Mmmm ... Pak Jaka boleh nebeng, nggak?" Seru Raisa yang berdiri tepat di samping Indah, dengan kata lain perempuan asal kota kembang itu, berada di antara Indah dan karyawan mutasi pengganti Mia.
Indah berdehem, begitu juga dengan Aryan. "Tidak bisa ... Sama Pak Aryan aja, tuh!" Jaka melirik rekannya yang berdiri di pojok elevator.
"Kenapa jadi gue? Gue aja nebeng Lo, ka! Kan mobil gue masuk bengkel tadi siang." Aryan keberatan.
Raisa menatap dua lelaki di belakangnya, penuh harap. Sedangkan yang ditatap justru melihat ke arah langit-langit elevator.
Pintu Elevator berdenting, terbuka di lantai dasar. Staf pengganti Mia, keluar terlebih dahulu, setelah sebelumnya berpamitan. Sedangkan Raisa masih menatap pada pria di belakangnya, seolah menunggu jawaban. sayangnya hingga pintu Elevator tertutup, dua pria itu tak memberikan tanggapan apapun.
Indah menghubungi seseorang, "Halo ..."
" ..."
"Iya nih, gue lembur."
" ..."
"Kepepet gue."
" ..."
Indah terkikik geli. "Iya sendirian, Lo siang apaan tadi?"
" ..."
"Mantep tuh, favorit gue tuh! Kalau balik gue nitip, ya!"
" ..."
"Ada, lagi bingung kayaknya."
" ..."
"Elo telepon tanya sendiri sana."
" ..."
"Sama Raisa dan Edi."
" ..."
"Udah mau sampai parkiran, udah dulu, ya!"
Pintu Elevator kembali berdenting, Indah kelar terlebih dahulu tanpa berpamitan ataupun sekedar basa-basi. Dia memang terkenal judes dan tak ramah.
Jaka keluar terlebih dahulu, diikuti oleh Aryan dan Raisa di belakangnya. Kedua pria itu melangkahkan kakinya menuju mobil SUV berwarna hitam.
"Situ mau ngapain?" Tanya Aryan menatap salah satu staf keuangan, yang mendahuluinya dan berdiri di sisi mobil Jaka.
"Aku mau nebeng, Pak!" sahut Raisa dengan senyuman di wajahnya.
"Kan kita belum bilang boleh, masa Lo udah kepedean ikut kita!"
"Pak Aryan, aku udah sampai sini, jadi aku mohon banget ikut, ya!" Raisa menyatukan kedua tangannya.
Aryan menatap Jaka seolah meminta pendapat, namun yang ditatap sedang membelakanginya untuk menerima panggilan telepon.
"Masuk gih, tapi lain kali nggak ada kayak gini. Lagian ojol selalu ada, malah mau nebeng segala."
Raisa tersenyum malu-malu, lalu hendak membuka pintu depan. Tapi Aryan mencegahnya dan menyuruhnya untuk duduk di jok belakang.
"Iya sayang, ini aku mau pulang. Entar lanjut lagi di apartemen."
"Ya udah nggak pake lama, aku pengen Video call sama kamu. Aku pengen lihat lesung pipi kamu."
Jaka menahan tawanya, demi menjaga image-nya. "Iya sayang ku, aku juga pengen cepat-cepat lihat kamu. Kangen banget aku."
"Ya udah kamu hati-hati, muachhh ..."
Jaka mengecup ponselnya. Mungkin jika ada yang melihatnya, akan menyangka dirinya sudah gila, karena berbuat seperti itu. Tapi bagi mereka yang sedang jatuh cinta, tentu tak akan mempedulikan pendapat orang lain.
Jaka masuk ke sisi kemudi, dan melirik sekilas pada Aryan yang sedang memainkan ponselnya. " Lo mau dianter kemana?" Tanyanya.
Aryan memasukan ponselnya ke saku celananya. "Apartemen gue lah." Jawabnya.
Jaka mulai melajukan mobilnya meninggalkan parkiran basement, melewati halaman samping gedung kantor. Lalu bergabung dengan kendaraan di jalan protokol, yang sedikit tersendat.
"Ka, mending Lo tanya yang di belakang, mau diturunin di mana? Jangan sampai bablas." Tutur Aryan, seraya melirik ke belakang.
Jaka menatap ke arah spion dalam, matanya mendelik mendapati perempuan di jok belakang mobilnya. "Kenapa kamu ikut? Seingat saya, saya tidak mengiyakan, kalau kamu menumpang pada saya." Katanya dengan nada dingin.
"Aa Kok tega sih, aku kan pulang sendirian. Aku takut ada orang jahat di sini, aku kan belum lama pindah." Sahut Raisa dengan suara yang dibuat selembut mungkin.
"Aa? Siapa yang kamu maksud Aa?"
"Ya kamu lah, Aa Jaka yang manis."
"Sei pazzo!" kata Jaka dengan nada dingin. Dia membelokkan mobilnya dan berhenti beberapa meter kemudian. "Aryan, Lo sama dia turun sini. Silahkan order sendiri ojek atau taksi. SEKARANG!!! Jaka sengaja menekan kata terakhir.
"Kenapa jadi gue sih, Ka! Ampun nanggung banget ini." Aryan melontarkan protes, dia tak terima diturunkan di pinggir jalan.
"Turun Aryan, ajak dia sekalian. Sebelum saya seret kalian berdua." Masa bodoh dicap kejam. Jaka sama sekali tak ingin memberikan celah pada siapapun yang akan merusak kebahagiaannya.
**Kamu gila
jangan sampai di unboxing sebelum dimutasi y bang....