NovelToon NovelToon
Sumpah Setia Di Ujung Senapan

Sumpah Setia Di Ujung Senapan

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan Tentara / Romansa
Popularitas:3.9M
Nilai: 4.9
Nama Author: sinta amalia

"Menjadi prajurit butuh perjuangan, butuh pengorbanan. Berjuang untuk bumi tempat berpijak, demi setiap tarikan udara yang kita hirup dan demi orang-orang tercinta beserta kedaulatan. Berkorban, mengorbankan segala yang kita miliki sekalipun sebuah sumpah setia di ujung senapan."

~Teuku Al-Fath Ananta~

"Aku tak akan membuat pilihan antara aku atau bumi pertiwi, karena jelas keduanya memiliki tempat tersendiri di hatimu. Jadilah sang garuda meski sumpah setia kau pertaruhkan diujung senapan."

~Faranisa Danita~

Gimana jadinya kalo si sarjana desain grafis yang urakan dan tak suka pada setiap jengkal tanah yang ia pijaki bertemu dengan seorang prajurit komando pasukan khusus nan patriotisme dalam sebuah insiden tak terduga, apakah mereka akan seirama dan saling memahami satu sama lain, dalam menjejaki setiap jalanan yang akan mereka lalui ke depannya di belahan bumi pertiwi ini? Ikuti kisahnya disini yuk!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SATU JALAN PIKIRAN

"Dek--"

Tubuh Fara mematung mendengar suara itu.

Matanya memandang lurus pada sepasang kaki bersepatu delta di depannya, cukup kotor dengan tanah merah menempel tebal disana, Fara menggeleng pelan.

Ia mendongak, kembali matanya jadi berbayang melihat lelaki dengan pakaian loreng plus baret merah kebangaan yang membuatnya semakin gagah dan tas ransel besar di punggungnya, ia meringis sekaligus terisak seperti anak hilang di tengah kerusuhan, inilah tampilan terakhir Al Fath saat hendak pergi seminggu yang lalu, mungkin ia juga lupa wajah Al Fath, apakah Al Fath setampan ini?

"Kangen, begini amat ya Allah!" ucapnya lirih. Fara membenarkan, seorang perempuan itu akan sulit melupakan lelaki yang sudah memberinya kepuasan lahir batin, dibandingkan seseorang yang senang mengumbar janji dan kata-kata manis. Jika di katakan secara gamblang Fara dan Al Fath tengah mengalami fase orang yang baru kasmaran.

Al Fath mengerutkan dahinya, ia ikut berjongkok di depan Fara. Mungkin Fara belum sarapan jadi penglihatan dan otaknya aga geser, pikirnya.

"Kamu kangen abang sampe goser-goser di jalanan begini?" kekeh Al Fath, semakin hari ia semakin kesemsem dengan istrinya ini. Ia pun sama rindunya dengan Fara, ada hati yang berbunga-bunga saat melihat Fara baru keluar dari arena lapangan tembak tadi, mendadak rindu itu berteriak pada si pemilik hati.

"Bu," Mardian menghampiri keduanya.

"Ibu saya panggil malah tidak menyahut. Saya mau bilang tunggu, bang Al Fath manggil."

"Hah?!" Fara mengatur sesenggukannya.

"Jadi nih orang nyata?" tunjuk Fara ke wajah Al Fath. Mardian dan Al Fath bukan lagi tertawa.

"Masa sih, bukan kaya di tv-tv yang cuma bayangan doang?" Fara mencondongkan wajahnya dan membaui Al Fath, mirip-mirip guguk pelacak bom.

"Eh iya deh bau abang," tapi sedetik kemudian Fara mengerutkan dahinya, "kok bau tanah gini, abang belum dikubur kan?! Fara ngga mau jadi janda!!!"

"Sembarangan!" Al Fath mencubit lengan Fara, istrinya.

"Aww," aduhnya.

"Sakit kan? Saya masih hidup!"

"Abangggggg!" Fara langsung memeluk dan menarik leher Al Fath yang sekokoh tiang pondasi seakan tak ingin melepasnya, membuat laki-laki itu terbawa karena gerakan menyerang tanpa aba-aba, hampir saja mereka terguling di bahu jalan jika Al Fath tak refleks menahan, mungkin orang-orang akan melihat sepasang pengantin baru yang berpelukan berguling-guling di bahu jalan, kaya ngga punya kasur aja, emang iya!

"Dek," cicit Al Fath.

"Mardian kamu balik ke asmara, eh..asrama saja. Terimakasih sudah menjaga istri saya," lidah Al Fath jadi ikut-ikutan terpeleset.

"Siap bang!" Mardian memberikan penghormatannya lalu pergi sambil cekikikan, "jadi pengen juga saya!"

Fara melepas pelukannya, memandang wajah Al Fath takut ada yang kurang, "bukan abang kan yang tertembak?"

Al Fath menggeleng, "bukan. Itu Dilar, lagipula hanya kakinya dan sudah ditangani," jawab Al Fath.

"Dek, pulang yuk! Abang rindu rumah, pelukannya diteruskan di rumah saja," kekehnya, ternyata diantara keduanya Fara lebih ekspresif dan berani, sementara gengsi Al Fath jauh lebih luas ketimbang belantara borneo, ia tersenyum lebar baru kali ini merasakan penyakit kamvrett seperti ini, cengar-cengir sendiri saat Fara dengan terang-terangan merindukannya.

Mata Fara langsung memicing ketika Al Fath membantunya bangkit, "rindu rumah, Fara?! Ngga ada peluk-pelukan lagi! Abang tidur di luar! Enak aja udah bikin Fara setengah gila gini, mau dipeluk! Peluk sana mon yet di hutan! Sekalian ngga usah pulang, ngapain pulang?! Fara mau cari suami baru aja yang lebih perhatian, bukan bang toyib!" Fara memukul dada Al Fath sekali dengan keras lalu berjalan cepat meninggalkan Al Fath seraya nyeroscos seperti hujan peluru semalam.

"Oke, ternyata begini marahnya perempuan," benak Al Fath tertawa gemas, ia berjalan menyusul Fara.

"Dek," panggilnya, baru saja dipeluk-peluk sekarang malah disuruh pergi tak pulang-pulang, menggemaskan sekali!

"Ngga usah panggil dak--dek---dak--dek lah! Ngga akan ngaruh, jijik!" ujarnya, mulut Fara masih belum berhenti menghujani Al Fath dengan ocehan bernada mengomel. Ketimbang sering bersama mereka malah lebih sering berpisahnya, hubungan pernikahan yang belum genap 10 hari, hanya 1 hari mereka menghabiskan waktu bersama, sisanya mereka terpisah jauh ruang dan jarak.

"Iya maafin abang dek," bukannya bersedih atau takut Al Fath malah cengengesan, kok ya rasanya seneng gitu! Melihat Fara yang ngamuk-ngamuk karena jauh darinya.

Ternyata umur dewasa nan matang tak mengurangi sikap keduanya yang bak abg.

"Dek, abang jajanin cendol deh! Yuk!" bujuknya.

"Nggak! Kebanyakan makan cendol kembung perut Fara," langkahnya tersusul Al Fath, "coba abang liat perutnya," goda Al Fath, Fara menoleh sinis penuh kilatan, kemudian ia berdecih. Keduanya melewati beberapa orang termasuk ibu-ibu yang sedang berebut sayuran.

"Bu Fara!"

"Om Fath, baru pulang?!" Al Fath mengangguk, "iya bu."

"Oalah, bu Fara ada yang kelonin sekarang kalo malem ya bu, ndak kedinginan lagi kaya kemarin-kemarin," kelakar bu Dibyo, Fara menyunggingkan senyuman kurang suka padanya.

Fara langsung memeluk lengan Al Fath, "oh iya dong! Biar ngga dikata jarang dibelay! Biar ngga ada yang nyinyir juga kepoin saya, tinggal bilang abang aja, nanti dari jarak 2 blok abang tembak jidatnya!" desis Fara sebal.

"Permisi ibu-ibu, Jodohnya Fara mau lewat ya, kasian abis pulang perang!" pamit Fara.

Alis Al Fath bertaut saling menyentuh, "kenapa?"

"Nggak suka sama bu Dibyo! Dia nyinyir banget mulutnya tau nggak, abang aja ngga tau Fara dizolimin!" gerutu Fara, keduanya sudah sampai di depan rumah, Fara membuka pagar dan mengeluarkan kunci rumah dari saku trainingnya.

"Dizolimin gimana?" alisnya masih dalam posisi bertautan.

"Udah ah, Fara males ngomonginnya! Nanti abang liat aja Fara kerja rodi!" balasnya berhasil membuka pintu rumah.

Al Fath menaruh ransel besarnya di atas karpet bersender di kursi. Seminggu ia tinggalkan, rumahnya tetap terawat, bersih dan harum, di halaman sana malah sudah terisi tanaman hias dan dapur hidup yang berada di plastik polybag.

Ia tersenyum lebar saat Fara menyajikan secangkir kopi yang masih panas.

"Abang mau makan, atau mau mandi?" Fara masih berdiri di sampingnya.

Senyum miring tercetak jelas di bibir Al Fath, jujur saja kebutuhan batinnya jauh lebih menggedor-gedor di dalam sana, pertama kali merasakan langsung membuatnya candu dan terngiang-ngiang, tapi apalah daya ibu pertiwi berseru memanggil namanya, tugas negara jauh lebih penting.

"Abang mau makan kamu," ia bangkit dan langsung meraih Fara, tujuan selanjutnya adalah kamar.

"Eh! Abang apa-apaan, ini masih pagi!" teriak Fara.

"Ngga usah teriak-teriak, orang-orang udah pada bangun, nanti pada ke rumah, ganggu!"

Keduanya menuntaskan rasa rindu yang bersarang di dada. 2 sampai 3 kali pelepasan Al Fath rasa cukup mengobati rasa rindu selama seminggu. Berawal dari ketidaksengajaan dan rasa penasarannya terhadap Fara, akhirnya ia menemukan sosok yang pantas dijadikan pasangan hidup menurut kriterianya di diri Fara, berawal dari sebuah kebutuhan kini tumbuh rasa yang melengkapi hubungan pernikahan Al Fath dan Fara, rasa rindu, tak suka akan beberapa hal yang mencoba mengusik, rasa khawatir, rasa ingin melindungi, rasa saling menyayangi, dan rasa tanggung jawab.

"Kamu sudah masak?" Al Fath terduduk dan menggeser badannya untuk mengambil boxer dan kaos.

"Baru masak nasi, tadinya Fara cuma mau angetin makanan semalem buat sarapan, mana Fara tau abang pulang pagi ini," Fara masih mengatur nafasnya, ia k.o di bawah selimut sana, semakin lengket saja badannya dengan keringat.

"Ya udah, abang yang angetin aja."

"Eh, ngga usah. Biar Fara aja!" serunya langsung bangun dan mencari-cari si kacamata kuda penutup gunung kembarnya yang di lemparkan Al Fath secara sembarang.

...----------------...

Kasihan sekali si kopi, pas lagi anget-angetnya ditinggal tanpa kepastian, jadinya keburu dingin.

Fara menaruh piring berisi lauk semalam yang sudah ia panaskan di meja, melihat Al Fath sudah menaruh nasi panasnya di piring membuat hati Fara menghangat, akhirnya kehadirannya diinginkan oleh seseorang.

"Abang, nanti siang Fara mau ke kantor." Fara ikut duduk, keduanya belum mandi dan lebih memilih makan terlebih dahulu, 3 ronde cukup menguras tenaga sepasang manusia dewasa ini.

"Kantor?" alisnya terangkat sebelah tapi tangannya menyuapkan nasi ke dalam mulut.

Fara mengangguk, "mau ketemu Dandenma sama Aslog, Kolonel infanteri....siapa tuh?" Fara memejamkan mata mencoba mengingat-ingat.

"Kolonel Masruf?" Fara mengangguk, alis Al Fath semakin mengerut.

"Mau apa?"

"Fara dipercaya sebagai penanggung jawab acara buat minggu depan,"

"Acara apa? Kok dadakan?" Al Fath tak habis pikir dengan orang yang memberikan perintah pada Fara, istrinya itu menceritakan semuanya dari awal saat pertemuan hingga akhirnya ia diminta menemui staf logistik dan komandan detasemen markas.

Al Fath tersenyum miring penuh kemirisan dalam hati, setelah mengirimnya ke born n3o di waktu yang tak sesuai, sekarang istrinya yang meminta Fara menyibukkan diri, entah kenapa naluri Al Fath mengatakan keluarga sang jendral seperti sedang membuat dirinya dan Fara menerima balasan atas penolakannya, ia merasa perintah ini dicampuri dengan dendam pribadi, kekecewaan keluarga jendral yang merasa harga dirinya jatuh karena penolakan Al Fath untuk menjadi mantu rumahnya.

Al Fath mencuci tangan lalu kembali duduk di depan Fara.

"Dek Fara sanggup?" tanya Al Fath, dengan waktu yang mepet bukan hal mudah melaksanakan acara sebesar itu.

Fara tersenyum mendengus, "abang akan tau siapa Fara, bang!" Al Fath mengulas senyuman, "buktikan kalo istri abang setangguh dan secerdas itu, kalo dek Fara mampu melahap apapun yang mereka berikan sekalipun titah mereka tak cukup fair," Fara membalas senyuman Al Fath, keduanya bukan orang bo doh yang tak mengerti ada maksud dan tujuan terselubung di balik perintah ini, tak ada yang benar-benar kebetulan. Inilah yang membuat Al Fath semakin mengagumi Fara begitupun Fara, mereka satu pemikiran. Tanpa Fara harus mengadu layaknya anak kecil yang dicurangi, Al Fath sudah mengerti jika ia tengah dicurangi.

"Ini yang bikin Fara ngga suka dengan hukum dan pemerintahan bang, udah macam hukum rimba. Siapa yang memiliki uang dan jabatan, mampu berbuat semena-mena." Jelasnya dengan sorot mata nyalang.

"Tidak semua dek," tatapan Al Fath seolah memohon pada Fara untuk mengenyahkan pikiran negatif.

"Fara kaya taruna ya pake diospek segala," ujar Fara mengganti topik eyes talk keduanya, ia bahkan sudah mengalihkan pandangan.

"Taruna yang tangguh akan mudah jadi perwira, perwira yang tangguh mampu jadi pemimpin yang tak mudah goyah meskipun badai menerjang!" balas Al Fath.

"Siap Ndan!"

"Pakai saja laptop itu, abang jarang pakai!"

"Kalau adek butuh bantuan, abang, Pratu Mardian, Serda Pratiwi, dan Andre siap bantu, ada detasemen juga yang bisa abang minta bantuannya," Al Fath menyesap kopi yang tadi.

"Masih ingatkan, kopassus itu kekuatannya 1 : 30 ?" seloroh Al Fath, Fara terkekeh, "perangnya Fara bukan pake senjata bang, pake kemampuan dan otak!"

"Abang tenang aja. Ngga semua persit penjilat kok!" jawab Fara menyambar handuk.

"Fara duluan yang mandi yah,"

"Ya," jawab Al Fath.

.

.

.

.

1
laelatul qomar
Luar biasa
laelatul qomar
bacanya sampe tahan napas thor..hohoho
laelatul qomar
aku syuka banget karya othor yg bergenre militer lho..rasa nasionalisme dapet,romantis jg ad kocaknya jg ada..keren bget karya2 nya..entah ini sdh novel othor yg keberapa ak baca..syuka smua mua nya
Anonymous
o
Susilawati
mungkin utk saat ini Fara emang belum cinta tapi kalo bang Fath udah jatuh cinta pada pandangan pertama 🤭🤭🤭
Isra Nariah
mau atuh lihat tentara bawa baskom, aslina ngakak/Grin/
Susilawati
cinta pertama dan idolanya bang Fath itu umi Salwa, jadi ketika ketemu sama cewek yg 11 12 sama umi nya langsung jatuh cinta deh 🤭🤭🤭
Anita Choirun Nisa
seru pol
Yatie Amoya
bagus ceritanya
Yatie Amoya
suka ceritanya
maaaaaciii Thor 🥰
Ani
karya karya keren kok kak aku baru baca 2 cerita Kapt. Rayyan dan lanjut Letkol Al Fath.. bener bener amazing 👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍
Ani
dua duanya sudah saya coba rasanya mantul. menurutku yang paling manis matoa papeda
Nur Halima
Luar biasa
dwigar maja
shangri-la..
inget sama Dj amber kan jadi nya 😁
dwigar maja
ceritanya bagus, udah baca 3x.. hahahha gak bosen
As Ngadah
FARANISA kita bestie😃😃😃😃
As Ngadah
Sagara otewe
As Ngadah
oalah ra fara
Attaya Zahro
Ikut terharu Q kak 🥺🥺🥺
Nana Niez
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!