NovelToon NovelToon
Part Of Heart

Part Of Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Pihak Ketiga
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dwiey

"Bagaimana mungkin Yudha, kau memilih Tari daripada aku istri yang sudah bersamamu lebih dulu, kau bilang kau mencintaiku" Riana menatap Yudha dengan mata yang telah bergelinang air mata.

"Jangan membuatku tertawa Riana, Kalau aku bisa, aku ingin mencabut semua ingatan tentangmu di hidupku" Yudha berbalik dan meninggalkan Riana yang terdiam di tempatnya menatap punggung pria itu yang mulai menghilang dari pandangan nya.

Apa yang telah terjadi hingga cinta yang di miliki Yudha untuk Riana menguap tidak berbekas?
Dan, sebenarnya apa yang sudah di perbuat oleh Riana?
Dan apa yang membuat persahabatan Tari dan Riana hancur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwiey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

First Step

Pagi hari Minggu sekitar pukul arah jam menunjukkan pukul 10 pagi.

Ini sudah 3 hari setelah pertemuan Yudha, Riana, dan Tari. Setelah mereka membicarakan dengan matang apa yang harus mereka lakukan.

Suasana di ruang tamu rumah keluarga Yudha terasa tegang.

Hari ini, Tari dan Yudha datang untuk menjelaskan maksud mereka kepada Sely, ibu Yudha.

Mereka melakukan pertemuan itu sesuai rencana yang dibuat oleh tari, dan langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengenalkan tari pada ibunya.

Dan untuk ayah Yudha, David sedang berada di ruang kerja pribadi nya. Memang ayahnya tidak ingin terlalu ikut campur dengan masalah seperti ini, urusan rumah akan selalu di pegang oleh ibunya.

"Ibu, seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, setelah diskusi panjang, kami memutuskan untuk menikah," ujar Yudha dengan nada tenangnya.

Sebelum Yudha membawa Tari ke rumah, ia terlebih dahulu menjelaskan kepada ibunya bahwa ia setuju untuk menikah lagi.

Namun, ia memberikan syarat bahwa ia sendirilah yang akan memilih wanita yang akan dinikahinya.

Ibunya, yang sudah terlampau senang karena keinginannya dikabulkan oleh putra nya, tidak bisa banyak memprotes keputusan tersebut.

Yudha kemudian bercerita bahwa Tari dan Riana sedang bertengkar hebat. Mereka bahkan tidak lagi saling bicara karena perselisihan yang meributkan dirinya.

Yudha juga menambahkan bahwa sebenarnya Tari yang lebih dulu mengajaknya menikah. Ia menegaskan kepada ibunya bahwa ia tidak memiliki perasaan khusus terhadap Tari. Keputusan menikah hanya ia ambil demi memiliki seorang anak dan untuk memenuhi harapan ibunya.

Sely, ibunya, mendengar penjelasan itu dengan senyum haru. Meski alasan Yudha terkesan dingin, ia tetap setuju untuk bertemu dengan Tari guna membahas rencana pernikahan lebih lanjut.

Kini, di saat ini, Tari duduk dengan anggun tepat di sebelah Yudha. Senyumnya terlihat lembut dengan ekspresi yang penuh keyakinan.

"Benar, Tante," ucap Tari lembut. Suaranya sedikit bergetar, menciptakan kesan tulus. "Sebenarnya, saya sudah lama menyukai Yudha semenjak saya melihatnya. Tapi, karena Riana adalah sahabat saya, saya memilih untuk menyimpan perasaan ini. Namun kini, sepertinya kesempatan telah datang karena itu saya ingin jujur dengan apa yang saya rasakan."

Tari mengusap air mata yang perlahan menetes di pipinya dengan tisu yang sudah ia siapkan sebelumnya. Tangisannya tampak meyakinkan, meski dalam hati ia memuji dirinya sendiri atas kemampuan beraktingnya.

Sely memandang Tari dengan raut wajah tenang, meskipun pikirannya sedikit terganggu karena putranya lagi-lagi membawa wanita biasa.

Ia juga mengingat permintaan Yudha agar tidak membahas soal orang tua Tari. Sely diberitahu bahwa Tari tidak memiliki hubungan baik dengan orang tuanya. Karena itu, Sely memutuskan untuk tidak mempermasalahkan hal itu, karena memang pernikahan ini hanya bertujuan untuk mendapatkan anak dari tari.

Sejujurnya Sely tidak terlalu peduli, karena selama keinginannya terpenuhi, bahkan jika putranya membawa beberapa wanita pun ia tidak peduli.

"Maka dari itu, Tante," Tari melanjutkan dengan nada lirih, "tolong restui hubungan kami. Saya sangat mencintai Yudha, meskipun saya tahu dia menikahi saya hanya karena menginginkan seorang anak." Wajahnya mendadak terlihat sedih, seolah perasaannya begitu tulus.

Dalam hati, Tari berpikir, "Sepertinya aku harus mengikuti audisi film. Dengan kemampuan ini, aku akan mendapat penghargaan dengan mudah."

Sely tersenyum kecil dan menggenggam tangan Tari yang berada di atas meja. "Baiklah, Tari. Ibu tak bisa menolak jika putraku yang tampan ini sudah mencuri hatimu. Tentu saja Ibu merestui hubungan kalian."

Dalam hatinya, tari menggerutu kesal, "huh, apa katanya, siapa yang mencuri hati siapa?"

Yudha hanya diam, matanya memandangi dua wanita di hadapannya yang sibuk memainkan peran masing-masing.

"Jadi, Bu," akhirnya Yudha memotong pembicaraan, "kami ingin acara pernikahan nanti hanya dihadiri oleh beberapa orang saja, ini adalah permintaan khusus dari tari."

Ia tahu ia harus menghentikan drama ini sebelum makin jauh.

"Baiklah, kalau itu keputusan kalian," jawab Sely dengan senyum yang merekah. "Ibu hanya berharap, setelah pernikahan ini, Ibu bisa segera menggendong cucu."

Yudha mengalihkan pandangannya, menghindari tatapan ibunya. Di dalam hatinya, ada perasaan bersalah yang terbesit di hatinya.Tapi, apa pilihan lain yang ia punya?

---

Di dalam mobil, Tari sibuk menatap jalanan di luar jendela. Sementara itu, Yudha yang sedang menyetir terlihat fokus dengan pikirannya sendiri. Keduanya tenggelam dalam dunia masing-masing, tanpa ada percakapan di antara mereka.

"Apa aku boleh bertanya tentang orang tuamu?" Yudha akhirnya memecah keheningan. Suaranya tenang, matanya tetap terpaku pada jalan di depan.

Bukankah bagaimanapun ia akan menjadi suami tari, walaupun hanya sebagai status, setidaknya ia harus memperlihatkan kepeduliannya.

Tari tidak langsung merespons ucapan yudha. Ia tetap memandang ke luar jendela, wajahnya dingin tanpa ekspresi. Dengan nada datar, ia akhirnya menjawab tanpa sedikit pun menoleh ke arah Yudha.

"Yudha, aku memang setuju membantu kalian... Tapi ingatlah syaratku. Aku tidak suka ada yang bertanya atau ikut campur dalam urusan pribadiku," ujarnya dingin.

Kata-kata Tari yang dingin itu membuat Yudha terdiam. Ia memilih untuk tidak melanjutkan pertanyaannya.

Sisa perjalanan berlangsung dalam keheningan. Tidak ada satu pun kata yang keluar dari keduanya, membuat suasana di dalam mobil itu terasa semakin sunyi dan kaku.

...----------------...

"Sayang, aku pulang," ujar Yudha sambil memeluk dan mencium tengkuk istrinya dari belakang.

Riana, yang sedang memasak untuk makan malam, hanya tersenyum kecil. Tangannya sibuk mengaduk panci berisi sup ayam yang hampir matang.

"Kau sudah mengantar Tari pulang, kan?" tanya Riana sambil memutar tubuhnya untuk menghadap Yudha. Kini, Yudha memeluknya erat.

"Hm... kau nggak marah padaku, kan?" tanya Yudha dengan nada ragu, wajahnya tampak sedikit bersalah.

"Marah? Tentu saja nggak. Lagian, ini semua adalah ideku dari awal. Justru aku yang merasa bersalah padamu, Sayang," balas Riana dengan lembut. Perlahan, ia mendekatkan wajahnya dan mencium bibir suaminya dengan lembut.

Yudha membalas ciuman itu dengan penuh kasih, hingga suara panci sup yang mendidih tiba-tiba memecah momen romantis mereka.

"Ah, supku!" seru Riana. Ia segera mematikan kompor sambil mengerutkan kening, tampak sedikit kesal karena ia melihat ada bagian hitam pada bagian bawah pancinya.

Yudha hanya tersenyum tipis. "Aku mandi dulu ya. Habis ini kita makan, lalu... kita lanjutkan yang tadi," bisiknya menggoda di telinga istrinya.

Telinganya langsung memerah. Dengan malu, Riana menampar lengan suaminya. "Ih, sanalah katanya mau mandi!"

Yudha tertawa kecil, merasa puas melihat istrinya yang salah tingkah. Ia kemudian berjalan ke kamar sambil bersenandung kecil, meninggalkan Riana yang masih berkutat dengan supnya di dapur.

...----------------...

Di sofa ruang tamu, Tari sibuk menatap layar laptopnya. Ia tengah mengetik lanjutan novelnya. Pekerjaan ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk menyewa apartemen yang ia tinggali seorang diri.

Namun, jemarinya mendadak terhenti di atas keyboard. Sebuah pertanyaan melintas di benaknya, mengusik pikirannya.

"Jika aku menikah, siapa yang akan menjadi wali untukku?"

Tari terdiam, memijat pelipisnya pelan. Pikirannya melayang, mencoba mencari sosok yang tepat. Tak lama, sebuah nama muncul di benaknya.

"Bayu. Kan ada Bayu," gumamnya lirih.

Bayu adalah adik laki-lakinya. Hubungan mereka tidak dekat, tapi komunikasi melalui ponsel masih terjaga. Usianya baru 20 tahun-lima tahun lebih muda dari Tari. Bayu sudah cukup dewasa untuk menjadi wali nikahnya, meski mungkin ia perlu sedikit dibujuk dengan imbalan uang agar bersedia membantunya.

Tari meraih ponselnya, mencari nama kontak Bayu di daftar panggilan.

Terakhir mereka berbicara sekitar satu bulan yang lalu. Dengan sedikit ragu, ia menekan tombol panggil dan menempelkan ponsel ke telinganya.

Tut... tut... tut...

"Hallo, ngapa Tar?" suara Bayu terdengar datar di ujung telepon. Ia memang tidak pernah memanggil Tari dengan sebutan "kakak," kebiasaan dari sejak ia kecil.

Tari menarik napas sejenak sebelum menjelaskan dengan singkat rencananya untuk menikah dan meminta Bayu menjadi walinya. Tentu saja, ia juga menyebutkan soal imbalan.

"Imbalannya nggak bisa dinaikin lagi?" ujar Bayu santai, namun penuh nada tawar-menawar.

"Sialan kau," Tari mendesis kesal. "Tugas kau cuma datang sebentar, jadi wali, terus pulang. Masih aja nego!"

"Ya udah, oke-oke," jawab Bayu setuju, ia tidak ingin mendengarkan omelan panjang dari kakaknya itu."Eh, tapi kau nggak ngasih tahu Ibu, Tar?" tanyanya tiba-tiba.

Mendengar ucapan Bayu, Tari sontak terdiam, rahangnya mulai mengeras.

"Nggak usah bahas-bahas dia," jawabnya dingin. "Dia sudah punya keluarga baru. Mana peduli dia sama aku lagi. Aku nggak tahu kalau sama kau. Sudah, aku cuma mau ngomong itu. Nanti kuberitahu kapan tanggal pastinya," Tari menyelesaikan pembicaraan dengan nada tegas, lalu memutuskan panggilan sepihak.

Ia meletakkan ponselnya di meja, menghela napas panjang untuk menenangkan emosinya yang mulai naik.

Kenangan pahit masa lalu berputar di kepalanya. Saat Tari menginjak bangku SMP, kedua orangtuanya memutuskan untuk bercerai. Mereka bertengkar hebat di depannya, memperdebatkan siapa yang akan membawanya.

Akhirnya, mereka memilih untuk memulai hidup masing-masing, meninggalkan Tari dalam asuhan neneknya, ibu dari ibunya.

Karena memikirkan Bayu, yang saat itu masih berusia delapan tahun, ibunya memutuskan untuk membawa bayu. Sedangkan Tari hanya diminta untuk tinggal bersama sang nenek, tanpa banyak penjelasan.

Lebih menyakitkan lagi, baik ibu maupun ayahnya tak pernah mengirimkan uang untuk membantu kebutuhan Tari.

Semua kebutuhan hidupnya ditanggung oleh nenek yang mengandalkan penghasilan dari berjualan sayuran dan sembako di depan rumah neneknya.

Tari bersyukur dan berterimakasih atas neneknya. Namun, kurangnya perhatian dari kedua orangtua membuatnya tumbuh menjadi pribadi pendiam. Ia tak banyak berteman, kecuali dengan Riana, sahabat yang ditemuinya saat SMK.

Namun, kemalangan tampaknya selalu mengikuti hidupnya. Tak lama setelah lulus sekolah, neneknya meninggal dunia dalam tidurnya.

Kepergian nenek menyusul kakek yang sudah lebih dulu meninggal delapan tahun sebelumnya, momen itu membawa duka yang mendalam untuknya.

Hari pengajian, pemandian, hingga penguburan neneknya menjadi hari yang mengubah Tari selamanya.

Kedua orangtuanya-yang ia tau kini sudah memiliki keluarga baru-tidak menampakkan wujudnya sedikit pun.

Sejak saat itu, Tari memutuskan untuk menganggap bukan hanya neneknya yang meninggal hari itu, tapi juga kedua orangtuanya.

1
Martin victoriano Nava villalba
Wah bahasanya keren banget, bikin suasana terasa hidup.
Cô bé mùa đông
Jujur, bikin terharu.
Jenni Alejandro
Makin nggak sabar buat nunggu kelanjutan ceritanya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!