Setelah mengukuhkan kekuasaannya atas Kota Canyu, Zhang Wei memulai perjalanan epik menuju puncak dunia demi membangkitkan kembali masternya, Lian Xuhuan. Namun, jalan menuju tujuan itu penuh bahaya: musuh kuat, intrik politik, hingga menjadi buronan kekaisaran Qin.
Dalam petualangannya, Zhang Wei harus menghadapi penguasa Tanah Barat, mengungkap rahasia dunia, dan membuktikan dirinya sebagai pendekar pedang kelabu yang tak terkalahkan.
Dengan tekad membara, Zhang Wei bersiap melawan dunia untuk mencapai puncak tertinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiba di Istana
Zhang Wei melanjutkan perjalanannya meninggalkan Kota Yanjiang. Udara pagi yang segar menemani langkahnya di sepanjang jalan utama menuju ibu kota Kekaisaran Qin. Di sekitarnya, pemandangan berubah dari ladang-ladang hijau yang subur menjadi jalan berbatu yang sibuk oleh pedagang, pelancong, dan penjaga patroli kekaisaran. Semakin dekat ke ibu kota, suasana menjadi lebih ramai dan megah.
Dia memilih untuk berjalan santai, menikmati ketenangan yang jarang ia rasakan. Pikiran-pikirannya melayang, memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi begitu dia tiba di ibu kota. Undangan Kaisar adalah kesempatan sekaligus ancaman. Zhang Wei tahu bahwa istana kekaisaran bukanlah tempat untuk bersantai. Intrik politik, perebutan kekuasaan, dan ancaman tersembunyi selalu menjadi bagian dari kehidupan istana.
Saat melewati sebuah desa kecil di dekat perbatasan ibu kota, Zhang Wei berhenti di sebuah kedai teh. Dia memesan secangkir teh hijau hangat dan duduk di sudut ruangan yang tenang. Di tempat ini, dia mendengar bisik-bisik tentang situasi di ibu kota.
“Kau dengar? Katanya Kaisar mengundang seseorang yang sangat kuat ke istana,” kata seorang pria paruh baya kepada rekannya.
“Ya, aku dengar dia berhasil mengalahkan pasukan pangeran kelima sendirian. Bahkan Martial Ancestor di pihak pangeran pun tidak bisa menandinginya,” balas rekannya dengan suara rendah, penuh kekaguman.
Zhang Wei hanya tersenyum tipis mendengar percakapan itu. Berita tentang dirinya ternyata menyebar lebih cepat dari yang dia duga. Dia tidak tahu apakah itu pertanda baik atau buruk, tetapi satu hal yang pasti: kedatangannya ke ibu kota tidak akan luput dari perhatian siapa pun.
Setelah selesai menikmati tehnya, Zhang Wei melanjutkan perjalanan. Beberapa jam kemudian, dia mulai melihat tanda-tanda bahwa ibu kota sudah dekat. Jalanan semakin ramai, dihiasi gerobak penuh barang dagangan, kuda-kuda yang ditunggangi oleh pejabat dan bangsawan, serta para prajurit yang berpatroli dengan disiplin tinggi.
***
Akhirnya Zhang Wei tiba di gerbang utama ibu kota Kekaisaran Qin. Kota itu benar-benar megah, jauh lebih besar dan lebih ramai dibandingkan kota-kota lain yang pernah ia kunjungi. Dinding-dindingnya menjulang tinggi, terbuat dari batu hitam yang kokoh, dengan bendera kekaisaran berkibar di setiap sudutnya. Gerbang utama yang terbuat dari besi berornamen emas berdiri dengan gagah, dijaga oleh puluhan prajurit bersenjata lengkap.
Kerumunan orang dari berbagai latar belakang memadati pintu masuk, masing-masing menunggu giliran untuk diperiksa sebelum diizinkan masuk. Namun, saat Zhang Wei mendekat, perhatian para penjaga segera tertuju padanya. Salah satu dari mereka, seorang perwira dengan baju besi berkilauan, menghampiri Zhang Wei dan membungkuk hormat.
“Tuan Zhang Wei,” katanya dengan nada hormat, “kami telah diperintahkan untuk menyambut Anda dan mengantar Anda langsung ke istana. Silakan ikut saya.”
Zhang Wei mengangguk pelan tanpa berkata apa-apa. Para penjaga lain segera membuka jalan, memungkinkan Zhang Wei untuk melewati gerbang tanpa perlu antre. Beberapa orang di kerumunan memperhatikan kejadian itu dengan penasaran, bisik-bisik mulai terdengar.
“Siapa dia? Mengapa penjaga kekaisaran memperlakukannya seperti bangsawan?”
“Aku tidak tahu, tapi dia pasti seseorang yang sangat penting.”
Zhang Wei mengabaikan perhatian itu. Dia mengikuti perwira kekaisaran melewati jalan utama ibu kota. Pemandangan di dalam kota benar-benar luar biasa. Jalan-jalan lebar yang dihiasi dengan batu pualam, toko-toko mewah yang berjajar di kedua sisi, dan kerumunan orang yang sibuk dengan aktivitas mereka menciptakan suasana yang hidup dan penuh kemewahan.
Namun, di balik kemegahan itu, Zhang Wei bisa merasakan aura ketegangan. Setiap penjaga yang ia lewati tampak lebih waspada dari biasanya, dan dia tidak bisa mengabaikan tatapan curiga yang dilemparkan oleh beberapa pejabat yang kebetulan melintas.
Setelah beberapa waktu, mereka akhirnya tiba di gerbang luar istana kekaisaran. Gerbang itu jauh lebih besar dan lebih megah daripada gerbang kota. Dihiasi ukiran naga emas dan giok hijau, gerbang itu memancarkan kekuatan dan kewibawaan yang hanya dimiliki oleh penguasa tertinggi.
Perwira itu berhenti dan membungkuk sekali lagi. “Tuan Zhang Wei, saya akan melaporkan kedatangan Anda kepada pejabat istana. Mohon tunggu sebentar.”
Zhang Wei mengangguk, menunggu dengan tenang di depan gerbang. Dia bisa merasakan tatapan dari para penjaga istana, sebagian penuh rasa ingin tahu, sebagian lainnya tampak waspada.
Tak butuh waktu lama sebelum seorang pejabat istana datang menghampiri Zhang Wei. Pria itu mengenakan jubah sutra hijau dengan pola naga emas yang rumit, tanda bahwa dia memiliki posisi cukup tinggi dalam hierarki istana. Dengan senyum ramah namun formal, dia membungkuk hormat.
"Tuan Zhang Wei, saya adalah Pejabat Wang Li, salah satu penasihat istana. Yang Mulia Kaisar telah menunggu kedatangan Anda. Izinkan saya mengantar Anda ke dalam."
Zhang Wei mengangguk, menatap sekilas gerbang besar yang mulai terbuka perlahan. Di baliknya, lorong panjang yang dihiasi pilar-pilar emas dan lampu lentera giok memimpin ke arah aula utama. Aroma dupa halus menguar di udara, menciptakan suasana yang penuh khidmat dan berwibawa.
Saat memasuki istana, Zhang Wei tetap tenang. Namun, pikirannya terus bekerja, menganalisis setiap detail yang ia lihat. Pejabat-pejabat yang mereka lewati tampak menundukkan kepala dengan sopan, tetapi beberapa di antaranya mencuri pandang dengan rasa ingin tahu yang jelas. Nama Zhang Wei telah menjadi topik hangat, dan semua orang di istana tampaknya ingin tahu lebih banyak tentang pemuda yang berhasil mengguncang reputasi salah satu pangeran kekaisaran.
“Yang Mulia Kaisar sedang berada di aula utama,” kata Wang Li dengan nada sopan, memecah keheningan. “Beliau sangat tertarik untuk mendengar langsung kisah Anda. Namun, harap maklum bahwa audiensi ini juga akan dihadiri oleh beberapa pejabat tinggi dan pangeran kekaisaran.”
Zhang Wei hanya tersenyum tipis. "Tentu saja," jawabnya singkat. Dia tahu bahwa ini bukan sekadar undangan ramah. Audiensi ini akan menjadi medan uji pertama untuk mengukur kekuatan dan pengaruhnya di hadapan para penguasa.
Ketika mereka semakin mendekati aula utama, suara langkah kaki mereka bergema di sepanjang lorong. Di depan, dua pintu besar yang dihiasi ukiran naga dan burung phoenix berdiri megah, dijaga oleh prajurit bersenjata lengkap. Wang Li memberi isyarat kepada penjaga untuk membuka pintu, dan perlahan, aula utama yang megah terbuka di depan mata Zhang Wei.
Di dalamnya, sang Kaisar duduk di atas singgasana emas, dikelilingi oleh para pangeran dan pejabat kekaisaran. Tatapan mereka semua tertuju pada Zhang Wei, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.