Karena takut dipenjara dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, Kaisar Mahaputra terpaksa menikahi seorang gadis belia yang menjadi buta karena ulahnya.
Sabia Raysha ialah gadis yang percaya pada cerita-cerita Disney dan yakin bila pangeran negeri dongeng akan datang untuk mempersuntingnya, dia sangat bahagia saat mengetahui bila yang menabraknya adalah lelaki tampan dan calon CEO di perusahaan properti Mahaputra Group.
Menikah dengan gadis ababil yang asing sementara ia sudah memiliki kekasih seorang supermodel membuat Kaisar tersiksa. Dia mengacuhkan Sabia dan membuat hidup gadis itu seperti di neraka. Namun siapa sangka, perhatian dari adik iparnya membuat Sabia semakin betah tinggal bersama keluarga Mahaputra.
“Menikahimu adalah bencana terbesar dalam hidupku, Bia!” -Kaisar-
“Ternyata kamu bukanlah pangeran negeri dongeng yang selama ini aku impikan, kamu hanyalah penyihir jahat yang tidak bisa menghargai cinta dan ketulusan.” -Sabia-
**********
Hai, Bestie! Jangan lupa klik ❤️ dan like agar author semakin semangat update dan berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UmiLovi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Liburan Keluarga
Hari yang ditunggu oleh Bia akhirnya tiba. Ia sudah tiba di MP Stable & Ecopark milik keluarga Mahaputra sejak jam 8 pagi bersama Kaisar, Hari dan Bik Yati. Syailendra dan Mira yang sedang dalam perjalanan akan menyusul setelah tiba di Indonesia.
Hari dan Kaisar mengunjungi kuda peliharaan masing-masing yang sudah mereka miliki sejak berusia 15 tahun. Syailendra memberi putranya hadiah kuda agar mereka berdua mahir berkuda seperti dirinya. MP Stable & Ecopark tadinya hanya untuk pribadi, namun karena Kaisar melihat celah bisnis wisata alam yang cukup menjanjikan, akhirnya ia meminta Syailendra untuk merenovasi beberapa spot untuk dijadikan ecopark dan nantinya dibuka untuk umum.
Sabia dan Bik Yati bersantai di rumah kecil yang berhadapan dengan danau buatan di MP Stable & Ecopark. Kaisar benar-benar merubah setiap sudut tanah gersang itu menjadi sangat menawan dengan tumbuhan hijau berbagai jenis serta rumah kaca di tengah-tengah taman. Sementara di sudut lain, kegiatan berkuda pun bisa dilakukan bagi pengunjung yang ingin belajar berkuda sambil menyusuri paddock ataupun arena khusus.
"Sudah jam berapa, Bik?" Sabia yang sedang duduk santai di taman belakang yang sejuk mulai penasaran.
Bik Yati mendongah ke arah jam dinding besar di tengah ruang tamu. "Jam 10, Non. Sebentar lagi pasti mereka datang!"
Terdengar ringkik kuda tak jauh dari tempat Sabia duduk. Ia menajamkan pendengarannya dengan cepat. Suara meringkik itu terdengar lagi semakin dekat membuat Sabia terlonjak kaget.
"Hahaha ..." suara tawa yang khas membuat Sabia sontak merengut.
"Hari! Ngagetin aja kamu!" cerca Bia masih dengan dada berdebar.
Hari sedang menunggang kudanya dan berhenti di taman untuk menggoda Sabia. Tadinya ia ingin berkeliling di arena namun akhirnya ia lebih tertarik untuk menggoda kakak iparnya itu.
"Bik Yati, bisa minta tolong ambilkan topi saya?!" teriak Hari masih dari atas kudanya.
"Oke, Tuan!" Bik Yati balas berteriak dan lekas mengambilkan topi milih Tuan kesayangannya.
Dengan tergopoh-gopoh, Bik Yati membawa topi koboi itu dan mendekat, kuda milik Hari yang tak familiar pada Bik Yati sontak meringkik dan mengangkat kedua kakinya ke atas.
"Aaaaa, ayam ayam ayam!!"
"Hei, easy Boy! Easy!!"
"Hiiiieeee!!"
Terdengar suara gaduh, kuda Hari mulai kehilangan kendali karena syok melihat Bik Yati. Bia yang duduk tak jauh dari sana sontak berdiri dengan panik.
"Bik, ada apa?" Bia merentangkan tangannya mencari Bik Yati. Ia tak dapat melihat apapun namun ia merasa sedang terjadi sesuatu yang tak beres.
"Non Bia masuk, Non! Kudanya ngamuk!" teriakan Bik Yati membuat kepanikan Bia semakin menjadi-jadi.
"Hieeeee!! Brrrrr!"
"Hero, calm down! Hero!" Hari menenangkan kudanya yang masih aktif.
Terdengar ringkik kuda lain mendekat. Bukannya Bia tak ingin masuk ke dalam rumah, hanya saja ia tak tahu arah dan belum mengenal rumah ini. Bagaimana bila ia malah mendekat ke kuda yang sedang mengamuk itu?
"Bia, masuk!" Sebuah tangan kekar merengkuh bahu Sabia dan mengarahkan langkahnya untuk masuk ke dalam rumah.
Bila bukan karena panik dan takut, tentu Bia akan menepis tangan itu tanpa pikir panjang, namun karena tak ada pilihan lain, ia akhirnya menurut dan pasrah ketika Kaisar memapahnya kembali ke dalam rumah.
"Jangan keluar!" perintah Kaisar lugas setelah ia membawa Bia masuk dan berada di tempat yang aman.
Sabia mengangguk, wajahnya masih tegang karena panik. Terdengar suara pintu di tutup dan dikunci dari luar. Apakah kondisinya sangat membahayakan di luar sana?
Bia meraba pintu dan menempelkan telinganya di sana. Suara ringkik kuda itu masih terdengar, namun suara Kaisar yang khas entah mengapa membuat kuda itu akhirnya kembali tenang.
"See, Hero mencintaiku!"
"Ya sudah, kita tukeran kuda, bagaimana?"
"Boleh, siapa takut!"
Sabia menghembuskan napasnya lega. Akhirnya situasi kembali kondusif dan tenang.
..
..
Pak Darma dan Bu Darma tiba di MP Stable dan Ecopark sesaat sebelum makan siang. Hari dan Kaisar masih balapan kuda di arena dan berkeliling ke hutan kecil di sekitaran. Mira dan Syailendra pun datang tak lama setelah besannya tiba lebih dulu.
Mira membawakan banyak baju tidur yang lucu untuk Sabia, ia juga membelikan Bia tongkat berwarna pink fanta yang kiyowo.
"Kalo orang yang baru pertama kali ketemu kalian, pasti mikirnya Bia adalah anakmu Mbak Mir!" tawa Bu Darma.
"Haha ... iya, Mbak Asih, banyak orang mikirnya gitu!" sahut Mira terkekeh. Ia memasangkan bando mutiara di atas kepala Bia. "Hmm, cantiknya anak Mama Mira!"
"Anak Mama Asih juga, dong!!"
Sabia tertawa mendengar dua mamanya memperebutkan dirinya. Tidak ada yang bisa ia syukuri melebihi apapun setelah mendapatkan mertua sebaik Mira dan Syailendra.
"Eh, itu Kaisar dan Hari datang!"
Mira menunjuk ke arah pagar di mana kedua putranya datang berjalan berdampingan dengan tubuh lusuh dan basah oleh keringat.
Semua orang menoleh kecuali Sabia, ia tetap mematung tanpa ekspresi.
"Aduh, Hari, Kai, sana buruan mandi! Kalian kaya habis main lumpur aja sampe blurik begitu!" sungut Mira begitu kedua putranya sudah berada di meja makan dan menyalami Pak Darma dan Bu Darma.
"Iya, kita permisi mandi dulu ya, Om, Tante!" Hari membungkuk pada orang tua Sabia.
"Saya juga pamit dulu mau mandi, Ma, Ayah!" Kaisar tak mau kalah. Ia membungkuk lebih dalam dan bergegas pergi.
Hari mendengus, ia menyusul Kaisar dan berlari mendahuluinya. Sadar dirinya kalah, Kaisar menarik kemeja Hari dan berlari lebih cepat darinya hingga tanpa sadar Kaisar menyenggol tempat sampah dan membuatnya menggelinding.
"Astaga! Anak dua itu!" Syailendra geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah kedua putranya.
Pak Darma tersenyum memperhatikan Kaisar, ia melirik Sabia yang duduk tenang seolah tak terusik dengan tingkah suaminya.
"Kita makan siangnya tunggu mereka saja," usulnya kemudian.
Tak sampai satu jam, Kaisar bergabung dengan keluarganya dan duduk di samping Sabia. Ia sadar bila harus berakting dengan baik di depan orang tua Bia, jadi sesekali Kaisar menggenggam tangan istrinya dengan erat dan menatapnya dengan mesra.
Hari yang duduk berhadapan dengan Kaisar, hanya bisa memperhatikan tingkah kakaknya dengan risih. Sesekali ia tak bisa menyembunyikan tawanya bila Kaisar menatap Sabia dengan mesra, sepertinya bakat akting Patricia menular dengan baik pada kakaknya.
"Kaisar, Sabia, jadi kapan kami bisa segera menimang cucu?" tanya Syailendra to the point.
"Uhuk!" Secepat kilat air yang terteguk oleh Kaisar melesat masuk bersamaan dengan oksigen yang ia hirup. Ia tersedak. "Uhuk ... uhuk!!"
Bia yang duduk di sampingnya reflek menepuk punggung Kaisar untuk menghentikan batuknya. Pertanyaan itu tentu saja mengejutkan bagi keduanya. Jangankan memiliki anak, bergandengan tangan dengan mesra seperti ini saja harus berpura-pura.
"Kaisar pasti sudah nggak sabar punya anak yang lucu kaya Sabia, ya kan?!" Mira menimpali dengan berbinar.
Mendengar namanya terus di pojokkan, Kaisar menghembuskan napas berat setelah ia mulai bisa mengontrolnya.
"Saya mau anak lelaki, Ma!"
"Oh, keren itu! Ayah juga pengen punya cucu laki-laki!" seru Pak Darma setuju.
Bu Darma juga mengangguk. "Iya. Ayah pengen banget punya anak cowok dari dulu. Untungnya ada Memey, meskipun cewek tapi kelakuannya kaya cowok, cocok banget sama Ayah!" selorohnya terkekeh.
"Oh, Memey? Kayanya pernah tahu nama itu." Mira menoleh pada Hari.
Hari memberi kode pada Mamanya untuk tutup mulut, ia melirik Kaisar yang ternyata sedang mengawasinya. Tatapan tajam Kaisar seolah meminta penjelasan atas apa yang tidak ia ketahui. Hari balas melotot.
Sadar bila situasi mulai tak nyaman, Sabia menoleh pada Kaisar. "Kamu mau punya anak berapa, Sayang?" Ia membelai wajah suaminya untuk pertama kali sejak mereka menikah.
*********************
coba klo ga sakit apa mau di puk puk
cuma taunya marah kan bang koi bang koi pulang" mlh sakit 🤣🤣🤣
Kai ini cari mslh aja ada yg halal
tp cinta mo lawan kah😍