Akan selalu ada cahaya selepas kegelapan menyapa. Duka memang sudah menjadi kawan akrab manusia. Tak usah terlalu berfokus pada gelapnya, cukup lihat secercah cahaya yang bersinar di depan netra.
Hidup tak selalu mudah, tidak juga selamanya susah. Keduanya hadir secara bergantian, berputar, dan akan berhenti saat takdir memerintahkan.
Percayalah, selepas gulita datang akan ada setitik harapan dan sumber penerangan. Allah sudah menjanjikan, bersama kesulitan ada kemudahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon idrianiiin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 6
...بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم...
..."Sesuatu yang Allah kehendaki, pasti akan terjadi. Tidak ada yang perlu disesali."...
...—🖤—...
ZAYYAN bersandar di kursi ruang tamu dengan keadaan hati yang tidak menentu. Bayangan Zalfa yang tengah terbaring lemah, dilengkapi beragam peralatan medis benar-benar sangat mengganggu.
"Dari tadi, Yan? Kok Ibu gak denger salamnya?" ujar Harini saat melihat sang putra tengah duduk melamun.
Zayyan sedikit tersentak kaget, dengan segera dia pun menyalami punggung tangan sang ibu. "Baru datang kok, Bu."
"Kenapa muka kamu kusut gitu?" tanyanya setelah ikut duduk di sisi sang putra.
"Zalfa koma di rumah sakit, Bu."
Harini kaget bukan main. Kepalanya berulang kali menggeleng, menyangkal apa yang baru saja sang putra utarakan.
"Zalfa jadi korban tabrak lari."
Harini membekap mulutnya. "Innalillahi. Kenapa baru bilang sekarang? Kasihan sekali calon mantu, Ibu."
"Zayyan juga baru tahu kemarin malam, Bu. Handphone Zalfa rusak parah, pihak rumah sakit baru bisa menghubungi Zayyan, itu pun melihat dari daftar panggilan terakhir," terangnya terlihat sangat frustrasi.
"Zayyan akan resign supaya bisa menemani dan merawat Zalfa di rumah sakit," imbuhnya sangat bersungguh-sungguh.
"Ada Ibu yang bisa menjaga dan merawat Zalfa. Kalau kamu berhenti kerja, siapa yang akan membiayai rumah sakit, Zalfa?"
Penuturan sang ibu membuat kepala Zayyan semakin berdenyut pusing. Dia sudah benar-benar putus asa dengan keadaan seperti ini.
Harini mengelus tangan sang putra lembut lantas berkata, "Ambil wudhu, salat dulu. Pikiran kamu lagi kacau, Ibu nggak mau kamu salah mengambil langkah."
Zayyan menurut tanpa sepatah kata pun.
Allah sebaik-baiknya penolong, hanya kepada Dia-lah kita berpasrah dan berserah. Memohon petunjuk serta berdoa agar diberikan jalan terbaik untuk menyelesaikan persoalan.
Merendahkan diri serendah-rendahnya pada Sang Illahi. Berbisik pada bumi, berharap rintihannya sampai hingga menggetarkan Arsy.
"Engkau lebih mengetahui, sedangkan hamba tidak. Luaskan dan lapangkanlah hati hamba untuk menerima semua ketetapan -Mu. Jangan penuhi hati ini dengan prasangka buruk. Hamba memohon petunjuk serta pertolongan-Mu Ya Allah." Kedua tangan Zayyan menengadah.
"Berilah kesembuhan untuk calon istri hamba, serta angkatlah penyakitnya." Setetes air mata turun begitu saja.
Bayangan akan kondisi Zalfa yang sangat memprihatikan membuat Zayyan semakin dilanda ketakutan. Dia tak ingin terjadi sesuatu yang buruk. Hatinya seolah yakin, bahwa Zalfa akan kembali pulih, tapi logikanya menentang dan berkata hal yang bertolak belakang.
Sebuah tasbih tak pernah lepas dari genggaman. Bibirnya berdzikir agar senantiasa diberi ketenangan, hanya itu yang bisa Zayyan lakukan. Bukan berharap senang, melainkan tenang.
Suara ketukan pintu membuat Zayyan mau tak mau beranjak dari atas sajadah. Mendapati Harini yang tengah tersenyum di ambang pintu, membuat senyum Zayyan sedikit terbit.
"Ibu akan bermalam di rumah sakit, sekarang lebih baik kamu istirahat di rumah. Besok pagi, kan harus kerja lagi."
Zayyan menggeleng tegas. "Ibu istirahat di rumah, biar Zayyan yang ke rumah sakit. Kalau soal kerja, Zayyan bisa izin beberapa hari."
"Kamu itu pegawai baru, masa iya sudah minta cuti beberapa hari. Percayakan Zalfa sama Ibu. In syaa allah Ibu akan selalu mengabari kamu soal perkembangan Zalfa," tolak Harini tak kalah tegas.
"Kesehatan Ibu juga penting. Zayyan nggak mau sampai Ibu kecapekan."
"In syaa allah Ibu akan baik-baik saja, lagi pula lebih baik Ibu yang menjaga. Kamu dan Zalfa belum menjadi mahram, nggak baik, Yan," terang Harini.
Zayyan menghela napas singkat. Kepalanya menunduk dalam. "Seharusnya sejak dulu Zayyan menikahi Zalfa, mungkin ceritanya nggak akan kayak gini."
Harini menggeleng tak suka. "Jangan berandai-andai, itu perilaku setan. Qodarullah wa maa-syaa-a fa'ala. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi. Nggak perlu ada yang kamu sesali."
Harini mengelus punggung sang putra dengan penuh kelembutan. "Ini adalah takdir terbaik yang Allah gariskan. Jangan pernah kamu menyalahkan keadaan, Allah lebih mengetahui apa yang terbaik untuk setiap hamba-Nya. Selalu berprasangka baiklah."
Zayyan hanya bisa mengangguk kecil sebagai respons.
"Ibu pamit dulu, untuk makan malam sudah Ibu siapkan, untuk nanti sarapan tinggal kamu hangatkan. Kalau ada apa-apa hubungi Ibu," tutur Harini sebelum beranjak pergi.
Lagi-lagi Zayyan hanya mengangguk singkat.
...—🖤—...
"Kemarin lo nggak masuk, kemana?" tanya Nayya saat Zayyan baru saja sampai di resort.
"Saya ada urusan, Mbak."
"Lain kali izin dulu ke gue, nggak bisa seenak jidat pergi gitu aja!"
"Baik, kalau gitu saya permisi," sahut Zayyan lantas berlalu menuju dapur.
Nayya menatap kepergian Zayyan dengan penuh tanda tanya. Tidak seperti biasanya lelaki itu irit dalam bertutur kata, bahkan raut wajahnya pun sangat masam, tidak enak dilihat.
"Lo ngapain bengong di sini, Nay?" tanya Syaki, sahabat sekaligus manager Nayya merangkap sebagai asisten juga. Manusia satu ini memang sangat multifungsi.
"Ganggu aja sih, lo!"
Syaki berdecak kesal. "Video klarifikasi lo mana? Pihak resto udah nagih-nagih gue. Makanya kalau review makanan jangan ngasal. Reputasi restoran dan nama baik lo jadi taruhan."
Nayya malah memutar bola mata malas. "Gue nggak mau klarifikasi, review gue itu jujur dan gak dibuat-buat. Salah restonya yang kurang memperhatikan kebersihan, masa ada rambut di makanan, terus piringnya kotor pula, banyak bekas tangan. Pelayanannya juga buruk, nggak ada ramah-ramahnya sama sekali."
"Tapi kejujuran lo itu bikin bangkrut usaha orang, Nayya!"
"Gue hanya mengkritik, lagi pula gue juga udah memberikan saran sama restonya. Kalau untuk video yang udah terlanjur viral ya itu di luar kendali gue. Gue review makanan secara live, jadi otomatis semuanya real, nggak ada settingan."
"Kalau pemikiran lo nggak diubah, karier lo bisa hancur, Nay. Konten itu perlu dipoles, nggak usah jujur-jujur amat," sela Syaki tak mau kalah.
Nayya merupakan food vlogger yang selalu tampil jujur apa adanya. Dia lebih memilih melakukan siaran langsung, dibandingkan harus membuat video terlebih dahulu, lantas di-upload setelah proses editing selesai.
Saat dirinya menemukan tempat makan yang bagus serta memiliki hidangan yang oke, pasti dia akan langsung melakukan siaran langsung. Begitupun sebaliknya.
"Nggak usah ngikutin orang lain, lagi pula selama ini pun aman-aman aja. Konten gue hanya untuk orang-orang yang open minded," sahut Nayya teguh akan pendirian.
"Lo tuh emang keras kepalanya kebangetan. Bikin gue darah tinggi, tahu nggak!"
Tanpa rasa bersalah sedikitpun Nayya malah tertawa dengan begitu puasnya. "Siapa suruh lo jadi manager sekaligus aspri gue. Nggak ada, kan? Ya udah nikmati aja."
"Kalau nggak butuh duit. Gue udah resign dari lama. Bisa mati muda gue, mana belum nikah."
Nayya geleng-geleng dibuatnya. "Otak lo isinya nikah mulu. Kayak punya aja calonnya."
"Kalau ada, status gue nggak jomblo, Nayya!"
Nayya melangkahkan kakinya, dan mau tak mau membuat Syaki ikut mengintili ke mana pun Nayya pergi.
"Sekarang gue mau live review makanan resort," ungkap Nayya.
Syaki menatap penuh tanda tanya. "Yakin lo? Jangan sampai lo buat resort bokap lo gulung tikar. Mulut lo suka nggak ke kontrol kalau nemu makanan yang nggak sesuai lidah lo."
"Aman. Masakan Zayyan sangat amat sesuai dengan lidah dan lambung gue."
...🖤SEE YOU NEXT CHAPTER🖤...
love sekebon🥰