Seorang gadis sederhana berusia 19 Tahun merupakan anak dari seorang petani yang menjadi mahasiswi kedokteran dan sudah menempuh semester 3. Mengejar cita-cita menjadi seorang Dokter, untuk menggapai cita-cita dengan membiayai pendidikannya ia harus bekerja di sela-sela kuliahnya. Namun, ada suatu hal yang sebenarnya ia sembunyikan dari semua orang!
Keinginannya menjadi seorang Dokter sirna ditelan ombak terjang oleh sebuah keterbelengguan dengan seorang pria. Yang di mana keluarga pihak pria datang meminta ia menikah dengan putranya dan sebelum hal itu terjadi ia sempat menolak.
Namun, Takdir tetap membawanya dalam perangkap itu sehingga harus menggugurkan cita-citanya yang tidak bisa dilanjutkan.
Dia terus terbelenggu dengan seorang laki-laki yang berprofesi sebagai CEO di perusahaan tempatnya bekerja yang memiliki penyakit aneh disembunyikan dari semua orang!
Dia menjadi salah satu seorang wanita di dunia ini yang tidak membuat seorang Tuan tidak bereaksi pada penyakitnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dnrfitri_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Napas Buatan
Setelah ujian selesai sampai tengah sore, Dini kembali pulang sebentar ke rumah hanya mengganti pakaiannya dan juga mandi. Setelah itu, ia pamit berangkat ke perusahaan untuk mulai bekerja sampai malam.
Saat datang Dini membantu pekerjaan yang belum diselesaikan tuntas oleh se-rekan kerjanya. Keadaanya sangat kacau dan tubuhnya sangat lelah.
Sampai pada pukul 20.00 Wib, Dini masih bekerja membereskan semua ruangan karyawan yang setiap harinya selalu harus di sapu dan di bereskan karena berantakan.
"Huft,,, (menghela napas begitu panjang) dari datang sampai sekarang aku belum mengistirahatkan diriku walaupun hanya sebentar. Aku benar-benar lelah, ditambah lagi besok dan seterusnya masih ada ujian yang harus ku lakukan. Seharusnya aku belajar untuk ujian besok, tapi aku malah sama sekali tidak belajar." Keluh Dini sambil membereskan meja karyawan
Setelah mengeluh, Dini melanjutkan pekerjaannya di tengah orang lain yang semuanya sudah pulang.
Sampai pada pukul 10 malam, pekerjaannya sama sekali belum selesai.
Seseorang memperhatikan Dini dari jauh dari balik dinding.
Saat sedang mengepel lantai luar, dirasakan tubuh yang langsung dingin merasuki tubuhnya, dan pusing yang menggelora di kepalanya terus berputar kepanjangan.
Pandangan Dini kabur, ia sama sekali tidak bisa melihat dengan jelas. Seketika ia tumbang dan tidak sadarkan diri setelahnya.
Sebelum ia terjatuh ke lantai, seseorang dengan bertubuh gagah menangkap dirinya. Siapa lagi jika bukan Arya yang sedari tadi memperhatikan dari balik dinding.
Saat melihat tubuh Dini sempoyongan, Arya langsung merasakan kejanggalan sehingga sebelum Dini jatuh ke lantai ia sudah berlari menghampiri dan menangkapnya.
"Dini,,, Dini! Sadarlah. Apa yang terjadi dengan mu?" Arya menepuk-nepuk pipi Dini. Entah mengapa ada suatu kekhawatiran besar yang timbul dari dalam diri Arya.
Karena masih tidak sadarkan diri, Arya mengangkat Dini dan menggendongnya ala bridal style membawa Dini masuk ke ruang istirahat lalu, membaringkan Dini di ranjang miliknya.
"Din, kau bisa mendengar suaraku? Sadarlah..." Mencoba berinteraksi dengan melontarkan sumber suara keras untuk menyadarkan diri
Dini masih saja menutup matanya dan tidak menunjukkan respon sama sekali.
Arya memeriksa nadi Dini, dan nadinya berdetak lambat. Itu semakin membuat nya khawatir, ia terus berusaha menyadarkan Dini dengan berbagai macam cara. Karena Arya yang ingin memanggil dokter pribadinya pun di malam yang sudah larut ini tidak bisa, dokter pribadi itu sering melakukan tugas inisiatif nya untuk mengobservasi pasien dengan mengunjungi nya ke setiap bangsal yang harus dilaporkan pada pusat.
"Din,,, Sekali lagi kau harus bisa mendengar suaraku dan sadarlah. Aku pertama kalinya memohon hanya padamu. Sadarlah...!!" Ucap Arya bergetar dengan bicara keras yang sudah berkeringat karena begitu khawatir mengenai kondisi Dini yang tidak bisa dibangunkan dan tidak ada respon sama sekali
Arya mencoba cara lain untuk menyadarkan Dini dari pingsannya. Segala cara ia lakukan dari menggoyangkan tubuh Dini, memanggil dengan suara keras, menepuk-nepuk pipi, dan memberi rangsangan di kulit dengan mencubit.
Semua cara itu sama sekali tidak berlaku, tetap tidak ada reaksi atau respon yang ditimbulkan. Kondisi Dini malah semakin buruk, napasnya semakin lambat dan terhenti. Arya kembali mengecek nadinya dan semakin lambat bahkan tidak teraba. Arya semakin khawatir dan tidak tahu harus melakukan dengan cara apa lagi untuk membangunkannya.
"Kondisi tubuhnya semakin drop. Apa yang harus aku lakukan, jika harus membawanya ke rumah sakit itu akan sedikit memakan waktu banyak. Aku harus melakukan pertolongan pertama padanya." Ujar Arya yang sudah kalang kabut tidak mengerti dan tidak sadar akan dirinya, yang ada dalam dirinya saat ini adalah bagaimana cara menyadarkan Dini dengan kondisi napas yang terhenti
"Hanya ada satu cara. Aku harus melakukan ini untuk menyelamatkan nyawanya." Arya gemetar menjulurkan tangannya ke arah hidung Dini
Dengan tangannya yang gemetar hebat, Arya meletakkan tangan di hidung Dini dan menjepit hidung Dini dengan tangan kirinya.
Arya maju perlahan dengan gemetar sekujur tubuh mendekatkan wajahnya bersamaan dengan tangan kanannya.
Dekat semakin dekat, sehingga deru napas saja bisa dirasakan dan terdengar. Arya membuka mulut Dini mengunakan tangan kanan, lalu menutup matanya dan kembali mendekatkan wajahnya perlahan.
Tanpa sadar ia sudah sampai pada tujuan cara yang dilakukannya, Arya sudah menempatkan mulutnya di mulut Dini.
Cukup lama Arya berdiam menempatkan mulutnya tanpa melakukan apapun lupa akan tujuannya. Ia terbuai dan terbawa suasana malah meresapi bibir Dini yang begitu lembut dan kenyal namun, ia tersadar dan memberikan napas atau udara dari mulut sebanyak 15 kali hitungan mulutnya ditempatkan dengan memberikan 2 kali pernapasan buatan, sambil melihat apakah bagian dadanya terangkat seperti orang bernapas atau belum.
Pada saat pemberian napas kedua, dadanya terangkat kembali seperti orang bernapas namun, Arya belum menyadarinya karena belum selesai hitungan. Dini terbatuk-batuk saat kondisi Arya menghitung dan masih menempatkan mulutnya di mulut Dini, sehingga batuknya begitu menggebu dia wajah Arya.
Arya pun segera menyudahi pertolongan pertamanya.
"Uhukk...uhukk..." Dini batuk-batuk namun, masih dengan kondisi mata yang sedikit terbuka
"Din, kau bisa mendengar suaraku? Akhirnya kau sadar juga, betapa cemasnya aku melihat kondisimu." Ucap Arya yang tidak sadar jika ia mengatakan hal itu, karena ia terlanjur senang
Arya mengambil air minum yang berada tidak jauh di meja nakas samping ranjangnya.
Lalu, memberikan pada Dini menggunakan tangannya dengan tangan kiri yang mengangkat kepala Dini agar bisa minum.
Setelah usai, ia meletakkan minumnya itu kembali di meja nakas dan menidurkan Dini.
Kondisi Dini begitu lemah, tingkat kesadarannya Apatis.
"Syukurlah akhirnya kau sadarkan diri juga. Walaupun kondisimu lemah." Entah apa yang menarik Arya hingga saat ini ia memeluk Dini begitu erat
rambut boleh sama hitam tp hati org tidak ada yg tau bkn
bergaul boleh seperlunya saja