Siapa sangka niatnya merantau ke kota besar akan membuatnya bertemu dengan tunangan saudara kembarnya sendiri.
Dalam pandangan Adam, Emilia yang berdiri mematung seolah sedang merentangkan tangan memintanya untuk segera memeluknya.
"Aku datang untukmu, Adam."
Begitulah pendengaran Adam di saat Emilia berkata, "Tuan, apa Tuan baik-baik saja?".
Adam segera berdiri lalu mendekat ke arah Emilia. Bukan hanya berdiri bahkan ia sekarang malah memeluk Emilia dengan erat seolah melepas rasa rindu yang sangat menyiksanya.
Lalu bagaimana reaksi tunangan kembaran nya itu saat tau yang ia peluk adalah Emilia?
Bagaimana pula reaksi Emilia diperlakukan seperti itu oleh pria asing yang baru ia temui?
Ikuti terus kisah nya dalam novel "My Name is Emilia".
***
Hai semua 🤗
ini karya pertamaku di NT, dukung aku dengan baca terus kisah nya ya.
Thank you 🤗
ig : @tulisan.jiwaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hary As Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Sengaja ingin bertemu
“Emilia, kau bantu aku bawakan pesanan ini ke meja VIP ya.” Kata Serra.
“Oke, kak.”
Siang itu pemilik restoran mengatakan bahwa restoran nya akan kedatangan tamu besar. Ada pengusaha kaya yang akan makan di restoran mereka siang itu. Serra dan Emilia ditugaskan untuk menghidangkan makanan untuk tamu-tamu itu.
Emilia tidak menyangka kalau pengusaha kaya yang dimaksud adalah Adam. Adam terlihat sudah duduk di kursi VIP bersama 2 orang lainnya. Satunya pria yang lebih tua dari Adam, rambutnya agak tipis dibagian depan, tubuhnya lebih gemuk dan tidak setinggi Adam. Satu lagi wanita muda yang mungkin usianya tak beda jauh dari Emilia. Memakai setelan berwarna coklat muda dengan rok yang cukup mini karna menampakkan paha nya saat duduk. Terlihat sekali kalau wanita itu adalah sekretaris pria bertubuh gemuk itu.
“Permisi Tuan, silahkan dinikmati hidangan nya.” Ucap Serra ramah seraya memindahkan makanan yang ia bawa dari nampan ke meja makan.
Emilia pun ikut meletakkan makanan yang ia bawa ke meja makan. “Silahkan, Tuan.” ucap Emilia pelan.
“Emilia?” Panggil Adam yang baru menyadari bahwa salah satu pelayan itu adalah Emilia.
Emilia melihat ke arah Adam lalu tersenyum. “Silahkan dinikmati hidangannya, Tuan.” Ucap Emilia ramah, ia berusaha untuk tetap profesional meskipun di depannya adalah orang yang ia kenal, karna saat itu Adam adalah pelanggan VIP restoran nya.
“Anda mengenal wanita ini?” tanya pria bertubuh gemuk itu sambil melihat Emilia.
“Ah iya, dia....dia....” Adam terlihat sulit menjelaskan hubungan di antara mereka.
“Saya salah satu pelayan disini, Tuan.” Jawab Emilia cepat saat melihat Adam kebingungan menjelaskan nya.
“Ohhh... ya ya ya, Tuan Adam memang peramah. Dia ramah pada siapa saja meskipun dengan seorang pelayan.” Sahut pria bertubuh gemuk itu.
Entah kenapa Emilia mendengar ucapannya barusan bernada sindiran. Dia sadar dia hanya pelayan tapi tidak harus diberi penekanan seperti itu juga. Belum lagi saat wanita di sebelahnya juga ikut menyahut, “Mungkin Tuan Adam sudah sering makan disini , jadi sudah mengenal pelayan nya.”
Setelah berkata seperti itu bisa-bisanya mereka malah saling tertawa, kecuali Adam yang wajahnya menunjukkan ekspresi tidak senang. Adam hendak mengatakan sesuatu tapi Emilia buru-buru angkat kaki dari sana. Ia tak ingin lebih lama berada di kumpulan orang-orang yang beda kasta dengan nya.
“Permisi, Tuan.” Ucapnya cepat lalu pergi meninggalkan meja VIP itu.
Saking terburu-buru melangkah, Emilia tidak sengaja menabrak seorang pria di depannya. Hampir saja ia terjungkal ke belakang. Untungnya pria itu dengan cepat menarik tangan nya.
“Ahhh, maaf. Maaf, Tuan. Saya tidak sengaja.” Ucap Emilia.
“Tidak apa-apa, Nona.” Jawab pria tersebut yang ternyata adalah Ian.
“Tuan Ian?”
“Panggil Ian saja, Nona Emilia. Anda sudah bertemu Tuan Adam? Tadi Tuan Adam bilang ada yang mau dia sampaikan, makanya kita memilih untuk makan di restoran ini.”
“Sudah, Tuan. Saya baru saja mengantar pesanan ke meja Tuan Adam. Kalau begitu saya permisi dulu, Tuan.” Pamit Emilia lalu pergi ke arah dapur.
Ian hanya mengangguk lalu kembali bergabung dengan Adam dan yang lain. Tidak seperti saat ia pergi tadi, suasana di meja VIP itu mendadak terasa horor. Adam yang tadinya ramah kini raut wajah nya sudah berubah dingin. Ian pun jadi serba salah ditatap dengan sinis oleh Adam.
Ian tidak tau saja saat ia bertabrakan dengan Emilia, gerak gerik nya tak luput dari perhatian Adam. Adam bahkan sempat mengepalkan tangan nya melihat Ian memegang Emilia. Padahal Ian hanya bermaksud menahan Emilia agar tidak jatuh ke belakang. Tapi entah kenapa itu membuat hati Adam terasa panas.
“Tuan, apa ada sesuatu yang mengganggu anda, Tuan?” bisik Ian yang duduk tepat di sebelah Adam. Ian pikir dua orang rekan bisnis di depannya yang membuat Adam tidak nyaman.
“Setelah kau berani menyentuh Emilia, kau masih menanyakan hal itu padaku?” kata Adam dengan marah yang tertahan sehingga membuat Ian merinding mendengarnya.
“Maaf, Tuan. Tadi tidak sengaja, Tuan. Saya hanya...”
Adam mengangkat satu tangan nya memberi tanda agar Ian tak lagi melanjutkan ocehan nya sebelum Adam benar-benar marah padanya. Dua orang di depan mereka hanya keheranan melihat tingkah Adam dan Ian yang berbisik-bisik di depan mereka. Tak hanya sampai disitu Adam tiba-tiba saja berdiri dari duduknya lalu pamit begitu saja. Urusan bisnis nya ia serahkan pada Ian saja. Sementara dia sendiri malah pergi mencari Emilia.
“Emilia....” panggil Adam saat mendapati Emilia sedang berada di dapur. Melihat Emilia rasanya suasana hatinya kembali tenang.
“Tuan, kenapa Tuan kesini?” tanya Emilia dengan panik. Dia pikir apa ada pesanan nya yang salah tadi. Tapi kenapa harus menyusul sampai ke dapur.
“Tentu saja karna sengaja ingin bertemu denganmu.” Jawab Adam dengan santai.
“Tapi Tuan itu tamu disini. Disini khusus karyawan saja. Sebaiknya Tuan kembali ke meja Tuan sebelum manajer ku lihat. Apa ada pesanan yang salah?”
“Jangan panggil aku, Tuan. Panggil Adam saja seperti biasa. Lagipula kenapa memangnya kalau manajer mu melihatku disini? Aku kan ingin bertemu denganmu.”
“Tidak bisa Tuan, ini jam kerja. Aku baru bekerja disini, aku tidak mau dipecat.” Baru kerja masa harus dipecat lagi pikir Emilia.
“Tidak akan ada yang memecatmu. Akan aku beli restoran ini kalau sampai mereka memecatmu.” Kata Adam dengan sombong hingga Emilia memutar bola matanya dengan malas.
“Ya sudah, kalau begitu ada apa Tuan mau bertemu denganku? Pasti ada sesuatu kan?” tanya Emilia.
“Kau tau saja. Aku mau mengajakmu ke acara rekan bisnisku besok malam. Kau mau kan?”
“Hmmmm sepertinya tidak bisa. Besok kan malam minggu, pasti ramai Tuan. Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan ku begitu saja. Kata kak Serra kalau weekend bisa pulang sampai jam 9 atau 10 malam.”
“Aku akan bicara dengan manajer restoran ini langsung. Dia akan mengijinkanmu.”
“Jangan begitu Tuan, aku baru saja bekerja disini. Tidak bisa seenaknya begitu.”
“Tuan lagi, Tuan lagi. Panggil aku Adam. Sudahlah aku akan meminta ijin untukmu. Jangan khawatir. Besok aku jemput jam 7. Oke?”
“Kau ini sebenarnya mengajak atau memaksa sih?” tanya Emilia yang mulai kesal dengan sikap pemaksa Adam.
“Awalnya mengajak. Kalau kau tidak mau, aku memaksa.” Jawab Adam tanpa merasa berdosa.
“Huft, ya sudah terserah kau saja.”
“Nah gitu dong. Kenapa harus berdebat terus, sih?”
“Kau yang memulainya. Ya sudah sana! Aku masih punya banyak kerjaan.” Usir Emilia.
Adam hanya terkekeh saja. Daripada Emilia marah dan tidak mau pergi dengan nya, lebih baik ia mengalah dan tidak mengganggu Emilia lagi.
nana naannananaa