"Ini surat pengunduran diri saya tuan." Laura menyodorkan sebuah amplop pada atasanya. "Kenapa Laura? Apa yang harus saya katakan jika tuan Jimmy datang?" Ucap kepala bagian yang menerima surat pengunduran diri dari Laura. wanita bernama Laura itu tersenyum, "Tidak perlu jelaskan apapun Tuan, di dalam surat itu sudah ada penjelasan kenapa saya resign." Setelah dua tahun lebih bekerja di perusahaan besar, dengan terpaksa Laura chow mengundurkan diri karena suatu hal yang tidak memungkinkan dirinya harus bertahan. Lalu bagaimana dengan atasanya yang bernama Jimmy itu saat tahu sekertaris yang selama ini dia andalkan tiba-tiba resign?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
akan membawa benih
Laura memilih untuk merapikan tempat tidur Jimmy dari pada memelihara otaknya yang terus tercemar, karena selain menjadi sekertaris Laura juga merangkap menjadi pelayan pribadi Jimmy jika sedang melakukan perjalanan bisnis.
Laura mengetahui dan hafal apa saja yang diperlakukan Jimmy hingga detailnya, Laura lah yang melayani pria beristri itu.
"Anda ingin sarapan di kamar atau-"
"Pesankan saja, aku ingin makan dikamar." Potongnya sambil memakai kemeja putih di depan Laura.
Laura hanya mengangguk dan menghubungi pihak restoran hotel.
"Tidak perlu di seduh, bawakan saja bahan mentahnya." ucap Laura dari telepon.
Laura membalikkan tubuhnya dan hampir terjungkal kebelakang saat Jimmy tiba-tiba berdiri dibelakangnya.
"T-tuan." jantung Laura berdebar cepat, wajahnya syok dan pucat.
"Sial!! Kenapa pria ini selalu membuat ku terkejut, dan kenapa jantungku berdebar-debar begini," Laura merutuki wajah Jimmy yang begitu dekat dengannya, "Wajahnya, ish.. otak ku!" Laura memejamkan mata sambil menggeleng keras.
Pletak!
"Auwsss, tuan sakit." Laura menyentuh keningnya yang terasa sakit.
Ternyata Jimmy menyentil keningnya.
"Kenapa dengan otak mu? Kau tidak lihat ini," Jimmy mengangkat tangan kirinya yang memegang dasi.
Laura menelan ludah, bagian seperti ini yang selalu menguji adrenalin, jiwa nya meronta hormon libidonya mendadak naik.
"T-tuan apakah anda belum bisa memakai dasi sendiri?" Tanya Laura dengan wajah yang gugup. jujur saja Laura merasa jantungnya sedang tidak baik-baik saja sejak melihat atasanya itu memakai handuk yang melingkar di pinggang.
"Aku membayar mu, jadi lakukan tugas mu!" ucap Jimmy dengan suara yang tegas.
Laura memejamkan matanya dan meraih dasi dari tangan Jimmy.
Jimmy duduk di kursi sisi ranjang, ia tahu betul jika sekertaris yang merangkap menjadi pelayannya ini memiliki tinggi hanya sebatas dada, mungkin tangannya tidak akan sampai untuk memasang dasi di lehernya jika ambil berdiri.
Dengan modal pengendalian diri agar tidak terlihat nervous, Laura menarik napas beberapa kali, ia berdiri di depan Jimmy yang duduk, bahkan kedua kakinya masuk di antara sela-sela paha Jimmy yang terbuka.
"Tuhan, kenapa dengan pria ini," Gumam Laura sambil memasang dasi dengan hati-hati tidak ingin membuat kesalahan yang akan membuat pria yang membuatnya merasa panas ini marah.
Sedangkan Jimmy terlihat santai dengan wajahnya yang datar, tidak seperti Laura yang merasakan panas dingin dalam waktu bersamaan.
Grep
Laura terperanjat saat tubuhnya terhuyung dan menempel erat di dada Jimmy, bemper depannya menabrak kuat sehingga membuat Laura meringis kecil.
Jimmy menarik pinggang Laura membuat wanita itu terduduk di atas paha Jimmy.
"T-tuan," Cicit Laura dengan wajah pucat.
Tatapan mata Jimmy membuat seluruh tubuh Laura meremang hingga sebuah benda kenyal mendarat di lehernya membuat Laura membelalakan matanya dengan wajah memerah.
Enghh
Laura meleguh kecil saat merasakan sesapan dilehernya beberapa kali hingga membuat sekujur tubuhnya melemas tanpa bisa menolak, seperti ada sengatan listrik yang tiba-tiba membuatnya tak berdaya.
"Kau menginginkan ku," Suara serak dengan pucuk hidung yang bergerak pelan di bibir Laura, matanya terpejam namun hangat napas Jimmy mampu membuat akal sehat Laura tidak bekerja.
Laura memejamkan matanya saat pucuk hidung tinggi itu bergerak pelan di atas bibirnya, biarkan dia menikmati suasana panas seperti ini, katakan Laura tidak tahu diri, selama dua tahun dirinya membangun benteng tinggi untuk tidak goyah, tapi sekarang begitu mudah ia merubuhkan benteng yang ia buat dengan menikmati sentuhan Jimmy yang membuatnya tak berdaya.
"Laura kau menginginkan ku!" suara serak Jimmy kembali terdengar, kali ini dengan kecupan tipis disudut bibir Laura yang membuat Laura semakin memejamkan matanya erat.
"Tidak, ini terlalu indah untuk dilewatkan, aku tidak akan membuka mata jika ini hanya anganan semu," Ucap Laura di dalam hati.
Suasana panas yang membuat jiwanya goyah, Laura tidak ingin terbangun jika ini hanya sebuah mimpi belaka.
Melihat reaksi Laura yang diam saja, membuat Jimmy membuka matanya dan menatap wajah cantik sekretarisnya yang juga memejamkan mata, mengamati wajah Laura yang terkadang alisnya bergerak naik turun dan menukik tajam seperti sedang berpikir keras.
Fyuuhh
Laura membuka matanya cepat saat merasakan hembusan angin menerpa wajahnya, tatapan matanya terkunci pada bola mata Jimmy yang hitam pekat menatapnya seolah membawanya masuk kedalam tanpa bisa kembali.
"Laura," Suara serak Jimmy disertai usapan lembut di pipi Laura, membuat suasana semakin mencekam.
Jimmy menatap bola mata berwarna amber yang Laura miliki dengan tatapan sayu, bola mata yang Jimmy sukai sejak melihat Laura masuk ke kantornya.
"Tu-"
"Panggil nama ku Laura," Suara Jimmy terdengar serak namun begitu tegas.
Laura menelan ludah, apalagi jamari basar Jimmy merayap di lehernya dengan usapan lembut ibu jarinya.
"Ini tidak benar Ji-jimmy, kamu sudah menikah." Sisi baik Laura sedang bekerja, jika saat menutup matanya Laura ingin egois dan merasakan bagaimana tangan kekar ini menyentuhnya lebih, tapi saat membuka mata dan menatap wajah Jimmy, Laura tersadar jika semua hanyalah rayuan hasrat yang datang.
Jimmy masih menatap dalam manik mata amber yang berkedip pelan, begitu indah sampai membuatnya tidak bisa mengendalikan dirinya.
"Ya, aku sudah menikah lalu," Jimmy memajukan wajahnya dan kembali menyerang leher Laura membuat Laura langsung mendongak diiringi lenguhan kecil.
Laura mengeluarkan suara saat tangan besar Jimmy merembet turun hingga jemari kokoh itu menyentuh dua aset miliknya.
Jimmy menyeringai dan menjauhkan kepalanya, menatap wajah Laura yang mana wanita itu justru mengigit bibir bawahnya membuat Jimmy menggeram dalam.
"Aku tahu kau juga menginginkan ini,"
"Emm..Jimmy!"
*
*
New York
Celine baru saja keluar dari mobil yang menjemputnya di bandara, hari ini Celine melakukan pemotretan di New York. Tanganya meraih ponselnya dan menghubungi seseorang tentu saja suami tercinta memangnya siapa lagi.
"Tumben sekali Jimmy belum menghubungi ku," gerutunya sambil menunggu panggilannya di angkat.
"Shitt, Jimmy jangan sampai aku menyusul mu karena ini." Katanya dengan wajah menahan kesal.
"Miss Celine,"
Celine menatap seorang pria tinggi dengan kulit putih yang tersenyum padanya.
"Andrew,"Katanya sambil mengulurkan tangan.
Celine yang tadinya sebal kini berganti dengan senyum mengembang sempurna.
"Mari saya antar ke kamar anda." Ucap pria bernama Andrew itu.
Celine tentu saja senang dan langsung mengikuti pria yang sedang menarik kopernya itu.
"Jangan mengabaikan ku Jimmy, ini bukan dirimu." Gumam Celine saat melihat ponselnya tidak ada notif apapun dari Jimmy, suaminya.
Sedangkan pria yang Celine pikirkan sedang berbagi peluh dengan sekertaris yang ternyata membuat Jimmy begitu syok, Laura masih memiliki keperawanan di usianya 26 tahun. Kebanyakan wanita 17 tahun sudah melepaskan masa vir*gin nya pada pria yang mereka sukai, tapi ini.
Jimmy seperti mendapatkan jacpot pagi ini, dia yang menyentuh Laura untuk pertama kali.
"Jimmy aku tidak tah--arrghh.."
Tubuh Laura mengejang hebat saat puncak kenikmatan menghantamnya berulang kali membuat tubuhnya lemas, hingga sebuah hentakan kuat disertai erangan panjang membuat tubuh Laura semakin bergetar hebat merasakan semburan panas memenuhi rahimnya.
"Arrghh Laura!!" Jimmy menghentak kuat dan menekan dalam membuat kedua kaki Laura melingkar erat di pinggang Jimmy.
Betapa bahagianya hati Laura mendengar namanya disebut di ujung pelepasan Jimmy, ia pikir Jimmy tidak akan menyebut namanya, tapi siapa sangka jika pria itu mengingat dirinya dan bukan Istrinya.
"Jika aku hamil, aku akan pergi membawa benih pria beristri yang membuatku melupakan segalanya, katakan aku gila, tapi aku tidak segila wanita lain yang akan merebut suami mereka." Ucap Laura dalam hati dengan mata terpejam dan bibir yang tersenyum tipis.