Salwa Nanda Haris, anak sulung dari pasangan Haris dan Raisya. Salwa menolak perjodohannya dengan Tristan, pria yang berstatus duda anak satu.
Awalnya Salwa sangat menolak lamaran tersebut. Ia beralasan tak ingin dibanding-bandingkan dengan mantan istrinya. Padahal saat itu ia belum sama sekali tahu yang namanya Tristan.
Namun pernikahan mereka terpaksa dilakukan secara mendadak lantaran permintaan terakhir dari Papa Tristan yang merupakan sahabat karib dari Haris.
Sebagai seorang anak yang baik, akhirnya Salwa menyetujui pernikahan tersebut.
Hal itu tidak pernah terpikir dalam benak Salwa. Namun ia tidak menyangka, pernikahannya dengan Tristan tidak seburuk yang dia bayangkan. Akhirnya keduanya hidup bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baju haram
Dua minggu berlalu.
Rumah tangga Tristan dan Salwa semakin harmonis. Kebahagiaan mereka semakin lengkap, karena dua hari yang lalu Pak Ferdi sudah pulang dari Singapur. Dokternya bahwa kanker neosofaring yang diderita Pak Ferdi sudah jinak. Nantinya Pak Ferdi cukup kontrol satu bulan sekali ke rumah sakit Singapur.
Saat ini rumah utama keluarga Pak Ferdi nampak ramai. Ada besannya berkunjung untuk melihat keadaan Pak Ferdi. Sekarang mereka duduk di ruang tengah.
"Aku senang sekali melihatmu sehat seperti ini, ingat jaga pola makanmu! Kamu masih ingin melihat cucu kita lahir nantinya, kan?"
"Iya, Ris! Aku juga ingin sehat, akan ada dua suster yang selalu mengingatkan aku, itu mereka!" Pak Ferdi menunjuk Bu Ratna dan Tita.
"Baguslah, jadi kamu tidak bisa nakal! Haha..."
"Haris, resepsi pernikahan Salwa dan Tristan tinggal dua minggu lagi, Apa kamu sudah mengecek kesiapannya?"
"Iya sudah aku juga sudah konfirmasi dengan Pak Danang. Semuanya sudah berjalan 70%, undangan akan disebarkan mulai dari besok."
"Syukurlah kalau begitu. Aku tidak sabar ingin mendampingi mereka. Akhirnya impian kita tercapai ya, Ris?"
"Iya, Fer! Semua sudah kehendak Allah. Lihat saja mereka yang tadinya ogah, mungkin sekarang tidak mau terpisahkan, haha..."
"Kalau Tristan sih memang ngarep, Salwa yang nolak! Tapi kalau aku lihat sekarang mereka sama-sama bucin, haha..."
Tiba-tiba Tristan dan Salwa muncul di tengah-tengah mereka. Ia baru pulang dari kantor. Salwa memang menunggunya di depan pintu rumah.
"Kayaknya ada yang ngomongin kita, nih?"
Sindir Tristan.
"Panjang umur kalian, baru juga diomongin, haha..." Ujar Ayah Haris.
Mereka pun ngobrol sampai waktu shalat Maghrib tiba.
Ayah Haris dan Bunda Raisya belum pulang, mereka masih melepas rindu dengan besannya.
Tiba saatnya makan malam.
Mereka makan malam bersama di meja makan. Para istri melayani suaminya masing-masing. Hanya Tita yang tidak sibuk sendiri. Banyak menu yang dihidangkan, seperti ikan laut, rendang daging, tumis sayur, kentang balado, dan telur dadar. Pak Ferdi hanya makan sedikit nasi dan ikan laut. Untuk kesembuhannya, dia harus mencegah perdagingan.
Selesai makan malam, Ayah Haris dan Bunda Raisa berpamitan pulang.
Setelah menemani Khumairah tidur, Salwa dan Tristan kembali ke kamarnya.
"Mas...."
"Iya ada apa, Sayang?"
"Aku dapat oleh-oleh dikasih Ummi, tapi belum aku buka."
"Kenapa kok nggak dibuka? Sini aku bantu bukain!"
Salwa mengeluarkan sebuah kotak yang dibungkus kado.
"Ummi ini ada-ada saja! Emangnya istriku ulang tahun? Pakai dibungkus kado segala."
Tristan pun membuka kotak tersebut. Mereka berdua penasaran dengan isinya.Setelah kotaknya terbuka, ternyata isinya sehelai linggerie warna hitam berbahan tile dengan model tali kecil dan pita dapat ditarik di bagian dadanya.
"Hah, apaan ini, Mas? Ummi belikan jaring ikan?"
"Haha... Sayang, ini baju haram!"
"Aneh baju haram kok dibeli!"
"Kamu itu polos banget sih! Sana coba dipakai!"
"Nggak mau, Mas! Pasti gatal pakai itu!"
"Mau dapat pahala lebih nggak?"
Salwa mengangguk.
"Ya sudah sana coba pakai dulu, kalau nggak cocok nanti kembalikan ke Ummi." Goda Tristan.
"Kok dikembalikan sih, Mas! Berarti nggak menghargai dong?
"Ya kalau mau menghargai harusnya dipakai dong."
"Iya, iya, tak coba dulu!"
Salwa masuk ke ruang ganti cukup lama.
Karena sudah 10 menit belum keluar juga, Tristan pun menyusulnya. Namun ternyata pintunya dikunci.
Tok
Tok
Tok
"Sayang, kamu nggak tidur di dalam sana, kan?"
"Iya, Mas!"
"Ayo cepat keluar, aku mau lihat! Kalau nggak aku dobrak nih!"
"Iya, iya!"
Ceklek
Pintu terbuka.
Tristan tak bergeming menatap keindahan yang ada di hadapannya.
"Masyaallah."
"Udah ah aku ganti!"
Sebelum Salwa menutup kembali pintunya, Tristan berhasil menarik tangan Salwa. Kemudian ia menggendongnya dan membawanya ke tempat tidur.
"Mas, turunin!"
"Diam, nanti jatuh!"
"Aku malu!"
"Kenapa harus malu?"
Tanpa aba-aba, Tristan menarik tali pita di bagian dada Salwa. Dan terpampang-lah aset kembar Salwa yang nampak tergoda. Seperti seorang bayi yang sedang menikmati ASI Ibunya, Tristan tak jauh berbeda. Ia bermain-main di sana. Dan terjadilah apa yang harus terjadi.
"Mas, aku lapar." Ujar Salwa stelah pergulatan panas bersama sang suami.
"Hah? tumben? Tadi kan, udah makan malam?"
"Nggak tahu kenapa, lapar banget! Malam ini pingin banget makan penyetan tempe."
"Segitu pinginnya, ya? Di kulkas pasti ada tempe. Aku telpon Bi Eni dulu ya?" Tristan sudah mengambil Handphone-nya di atas nakas.
"Eh eh, nggak usah! Aku pinginnya makan di tempatnya, Mas! Di tenda-tenda pinggir jalan gitu."
"Aneh sih, Sayang?"
"Kok aneh sih? Kalau aku pingin makan gorilla baru aneh! Mau nurutin apa nggak nih?"
"Hem iya, iya! Ayo kita bersuci dulu, baru kita keluar!"
Mereka pun mandi wajib. Setelah selesai, sekitar jam 11 malam mereka keluar rumah. Tristan berpesan kepada satpamnya.
"Pak, kalau ada orang rumah yang tanya kemana kami pergi, kami hanya cari makanan gitu ya!"
"Baik, Tuan!"
Suasana kota Surabaya masih begitu ramai. Tristan berkeliling mencari apa yang diinginkan istrinya.
"Itu, itu, Mas! Di situ penyemangat enak! Viral juga, udah masuk aplikasi Tok Tok!"
"Yakin, Sayang?"
"Yakin Banget!"
"Ya sudah!"
Tristan pun berhenti di samping warung tenda tersebut. Pengunjung masih cukup ramai.
Demi sang istri, Tristan rela berdesakan untuk mengantri. Salwa mencari tempat duduk lesehan. Sesudah memesan makanan yang diinginkan, Tristan kembali ke istrinya. Ada beberapa orang yang melihat mereka aneh. Entah karena penampilan Salwa, atau mobil Tristan yang terlalu mencolok tapi makan di pinggir jalan.
"Mas, kamu nggak risih kan, makan di sini?"
"No problem! Asal tempatnya bersih."
"Orang-orang lihatin kita kenapa ya, Mas?"
"Mungkin mereka tidak pernah melihat bidadari!"
"Ish, mulai ngegombal, ketularan Salman kayaknya."
Tristan hanya tersenyum menanggapi istrinya. Pesanan pun datang, mereka mulai menikmatinya.
"Hem.. beneran mantap!" Salwa makan dengan lahap meski terhalang dengan cadarnya.
Tristan tercengang melihat tingkah istrinya yang tak biasa.
"Sayang, lapar banget ya?"
"Iya, Mas! Hehe...."
Setelah selesai makan, Tristan membayar pesanannya. Mereka melanjutkan untuk pulang. Namun di pertengahan jalan, Salwa melihat ada penjual martabak manis yang belum tutup.
"Mas, Mas, stop dulu!"
"Kenapa lagi, Sayang?"
"Aku mau beli martabak manis itu!" Salwa menunjuk.
"Sayang, perutnya masih muat?"
"Iya, kamu tunggu di mobil saja! Biar aku yang beli."
Belum juga Tristan menyetujuinya, Salwa sudah membuka pintu mobil dan turun. Tristan hanya menggelengkan kepalanya. Ia pun turun menghampiri istrinya untuk memberikan uang. Salwa lupa kalau dirinya tidak membawa dompet. Salwa memesan martabak manis rasa keju dan coklat.
"Berapa, Kak?"
"50 ribu, Mbak."
Salwa menyodorkan uangnya.
"Sudah? Atau ada yang mau dibeli lagi?" Tanya Tristan.
"Sudah, ayo kita pulang!"
Salwa sangat senang karena sudah mendapatkan apa yang dia inginkan.
Keduanya pun sudah sampai di rumah. Salwa memakan martabak manis yang ia beli. Tristan hanya bisa melihat istrinya makan, karena dirinya sudah sangat kenyang.
Bersambung....
...----------------...
Next ya Kak...
Bahasanya Sangat Sempura..
Ceritanya Suka Bgt...👍🏻😍😘
Bagus Baca Ceritanya Si Salwa...😘🤗