Alvin sosok pria dingin tak tersentuh telah jatuh cinta pada keponakannya yang sering dipanggilnya By itu.
Sikapnya yang arogan dan possesive membuat Araya sangat terkekang. Apalagi dengan tali pernikahan yang telah mengikat keduanya.
"Hanya aku yang berhak untukmu Baby. Semua atas kendaliku. Kau hanya milikku seorang. Kau tidak bisa lepas dariku sejauh manapun kau pergi. Ini bukan obsesi atau sekedar rasa ingin memiliki. Ini adalah cinta yang didasari dari hati. Jangan salahkan aku menyakiti, hanya untuk memenuhi rasa cinta yang berarti."
-Alvin-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Takdir Menyatukan Kita
"Enggak nggak boleh terjadi. Semuanya pasti salah. By masih hidup. Dia nggak mungkin ninggalin aku." Teriak Alvin.
Suara tangis sejak tadi masih terdengar begitu mencekam dan pedih. "Aku harus melihatnya sendiri." Kata Alvin. Belum sempat memegang gagang pintu seorang suster tergopoh gopoh keluar dari ruangan. "Dokter, Jantung Nona kembali berdetak." Kata suster itu membuat dokter dengan cepat memasuki ruangan kembali. Secercah harapan muncul di benak masing masing orang. Lantunan doa senantiasa mereka panjatkan. Berharap kehidupan masih menyertai gadis itu. Bukannya bersikap tamak atau egois namun kejadian ini pernah terjadi sebelumnya. Mereka hampir kehilangan. Namun Tuhan mengatakan jangan dulu. Mereka berharap kejadian ini juga akan berakhir sama.
"Anakku tak boleh meninggal. Aku tak bisa kehilangan dirinya. Aku yang merawatnya sejak kecil. Dia harus hidup." Kata Mommy sendu.
"By pasti sembuh kak. Pasti." Ucap Alvin yakin. Pria itu sadar harus bersemangat. Bagaimanapun rasa sedihnya Ia harus tetap tegar untuk Aya.
Dokter keluar dari ruangan beberapa jam kemudian. Ia telah bekerja keras. Tercetak jelas dari nafasnya yang lelah.
Tidak perlu pertanyaan dokter segera menyampaikan. "Alhamdulillah sebuah keajaiban. Nona sudah melewati masa kritisnya. Namun perlu diingat, Jangan dijenguk dulu. Keadaannya masih lemah. Jika ingin menjenguk, nanti jika sudah dipindahkan ke ruang perawatan jika kondisinya berangsur membaik. Untuk sekarang hanya boleh melihatnya dari luar saja."
"Baik dok. Terimakasih banyak."
"Sudah kewajiban Saya. Saya permisi dulu."
Kata dokter berlalu pergi setelah mendapat anggukan dari mereka.
"Vin, bersihkan dulu dirimu." kata Daddy melihat penampilan Alvin dengan kemeja kotornya karena darah.
"Tidak kak. Aku harus menunggu By."
"Vin. Aya pun tak akan suka melihatmu seperti ini." Bujuk Daddy sambil menepuk pundak adiknya pelan.
"Iya setelah aku melihat kondisinya."
"Ini baju gantimu."
"Terimakasih kak."
"Sama sama."
Alvin melangkahkan kakinya untuk melihat kondisi Aya dari kaca. Ia berdiri di samping Iparnya. Orang yang telah merawat Aya sejak gadis itu masih bayi.
"Dia kesakitan." Kata Mommy menjatuhkan air matanya lagi dan lagi.
Alvin menatap ke depan. Begitu tak tega dengan kondisi gadisnya. Berbagai alat bantu menempel di badan gadis itu.
"Aku percaya itu." jawab Alvin.
"Itu kata terakhir sebelum dia memejamkan mata dalam pelukan ku." lanjutnya lagi.
"Tapi Anakku bisa melewatinya. Dia akan berkumpul lagi dengan kita."
"Ya. Dia juga berjanji padaku. Dia tidak akan meninggalkanku." Kata Alvin mengingat janji yang Ia buat dengan Aya kala itu.
Mama, Papa dan Adam hanya bisa terdiam hal yang sama juga dilakukan Zahwa. Air mata keempat orang itu sudah mengering sepenuhnya. Omelan dari keluarga juga sudah mereka dengar. Rasanya ingin mati saja mendengar kabar bahwa Aya tak tertolong tadi. Namun mendengar gadis itu kembali mereka sangat bahagia dalam diamnya.
Hari kedua, mereka begitu bersemangat memasuki rumah sakit. Kabar dari dokter bahwa Aya kini telah dipindahkan di ruang rawat membuat mereka begitu antusias. Pintu terbuka, Alvin yang pertama menerobos masuk ke dalam. Kondisi gadis itu masih belum sadar juga. Namun setidaknya dokter telah memberitahukan bahwa Aya akan sadar dengan segera. Alvin duduk di kursi dekat ranjang Aya mengabaikan kedua orang yang telah berada di sana sebelumnya. Alvin menggenggam tangan yang begitu Ia rindukan itu. Menciumnya beberapa kali. "By Om sayang sama By. By bangun ya. Nanti By boleh minta apapun dari Om. Om akan menurutinya. Om kangen banget sama By. Udah sepuluh hari Lo By ninggalin Om. By ninggalin kita semua. Dan tiga hari ini By belum bangun juga." Kata Alvin membuat semua orang meneteskan air mata.
Alvin membelai lembut wajah Aya. Bibir pink Cherry nya begitu pucat. Mata indahnya menutup sempurna hanya ada bulu mata lentik yang berjejer di sana. Ia begitu merindukan gadis itu, Semuanya Ia rindukan darinya.
Malam hari Alvin masih terjaga dan setia berada di samping Aya. Pandangannya tak pernah beralih dari gadis itu. Suasana malam ini begitu sepi. Semua orang sudah terlelap di sofa melingkar yang tak jauh dari posisi ranjang Aya. Alvin mengingat kejadian saat malam itu sedang bersama Aya di pantai. Pesan darinya membuat Alvin sedikit ganjal kala itu. "Jadi ini yang kau maksud." kata Alvin mengusap lembut wajah Aya. 'Kau ingin pergi maka aku tak akan rela.' Batin Alvin. Lihatlah Tuhan saja menakdirkan kita. Dia tidak akan membiarkanmu berpisah denganku. Takdir menyatukan kita. kau belum menyadari itu sepenuhnya. Seberapapun jauh kau lari, seberapa keras usaha mereka membuatku berpisah denganmu. Kau akan tetap kembali. Karna hanya aku rumahmu di dunia ini yang berhak untuk kau tempati.