Blurb :
Ling, seorang Raja Legendaris yang bisa membuat semua orang bergetar saat mendengar namanya. Tak hanya orang biasa, bahkan orang besar pun menghormatinya. Dia adalah pemimpin di Organisasi Tempur, organisasi terkuat di Kota Bayangan. Dengan kehebatannya, dia dapat melakukan apa saja. Seni beladiri? Oke! Ilmu penyembuhan? Oke! Ilmu bisnis? Oke!
Namun, eksperimen yang dia lakukan menyebabkan dirinya mati. Saat bangun, ternyata ia bereinkarnasi menjadi pria bodoh dan tidak berguna yang selalu dihina. Bahkan menjadi tertawaan adalah hal yang biasa.
Popularitas yang selama ini ia junjung tinggi, hancur begitu saja. Mampukah ia membangun kembali nama besarnya? Atau mungkin ia akan mendapat nama yang lebih besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daratullaila 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya untuk Bacaan Ringan
Ling menatap Liam lekat, seolah meminta penjelasan.
"Me-mengapa kau melihatku begitu?" tanya Liam gugup. Ia tak terbiasa berkontak mata dengan Ling sedekat ini.
"Di mana kau pernah melihat kertas seperti itu?" tanya Ling.
Liam melirik ke kanan atas, mencoba mengingat sesuatu. "Kalau tidak salah Kakekku yang menunjukkan itu padaku," jawab Liam.
Ling hanya mengangguk. Ia kembali membaca bukunya. Matanya bergerak cepat membaca keseluruhan isi buku. Sesekali ia membandingkan dengan buku tebal yang dia bawa.
Bukankah itu hanya robekan kertas biasa? Mengapa ia terlihat tertarik? batin Liam.
Liam meninggalkan Ling di meja dan mencari-cari buku lain. Ia memilih mengambil buku ramuan. Setelah itu ia kembali ke meja tempat Ling berada.
"Apa kau benar-benar tak ingin menerima murid?" tanya Liam berharap. Ia membuka buku yang baru saja diambilnya.
"Tidak," jawab Ling singkat masih fokus pada bukunya.
"Aku bisa melindungimu jika seseorang menghinamu. Mereka tak akan berani main-main denganmu jika kau berada di dekatku," ucap Liam meyakinkan Ling.
"Aku tidak membutuhkan perlindunganmu," jawab Ling. Kata-katanya sangat menusuk Liam.
Memang benar. Dengan kekuatan Ling, ia tak membutuhkan perlindungan siapapun. Bahkan Liam merasa aman jika ia bersama Ling. Orang-orang takut pada Liam karena latar belakang keluarganya. Jika membandingkan kekuatan, Ling tentu lebih kuat.
"Baiklah. Namun jika aku bertanya kau akan menjawab, kan?" tanya Liam masih memohon.
"Tentu," jawab Ling. Ia telah membaca lembar terakhir buku itu. Ia beranjak dari kursinya dan pergi ke rak buku mencari buku lainnya.
Pertama ia pergi ke rak bagian ekonomi. Ia memilah-milah buku yang perlu ia pelajari kembali. Bagaimanapun ia memang sudah lama tidak belajar. Ia kebanyakan berada di medan perang dan laboratorium.
Setelah mendapat beberapa buku, ia menuju ke rak bagian kedokteran. Masih banyak buku yang membahas tentang pengobatan kuno. Itu sangat penting baginya. Dia juga memilih beberapa buku kedokteran modern agar menambah pengetahuannya.
Selanjutnya ia pindah ke rak bagian bahasa. Ia ingin menambah koleksi untuk bacaan ringan bahasa kunonya. Dengan kemampuan ingatan fotografisnya, ia sudah memahami lambang-lambang bahasa kuno. Ia hanya perlu melatih dirinya lagi.
Tumpukan bukunya sudah menggunung di meja. Liam hanya menganga melihat sifat Ling.
"Kau akan meminjam semua buku ini? Kau akan membaca semua buku ini?" tanya Liam masih dengan ekspresi terkejutnya.
"Ya, ini hanya untuk bacaan ringan," jawab Ling santai. Matanya masih menyapu ratusan buku yang ada didepannya.
Liam tak bereaksi. Dia bilang buku sebanyak ini untuk bacaan ringan? Anak jenius memang berbeda.
"Apakah ada batasan untuk meminjam buku? Kapan buku-buku ini harus dikembalikan?" tanya Ling menyusun buku itu. Ia masih memikirkan bagaimana cara membawa itu semua.
"Karena kau memiliki kartu akses VVIP maka tidak ada batasan. Pengembalian buku maksimal sebulan," jawab Liam. "Namun aku tak pernah melihat orang meminjam ratusan buku," lanjut Liam menghela napas.
"Sekarang kau melihatnya. Cepat suruh sopirmu membantu mengangkat ini," ujar Ling.
"Sebelum itu kau harus mencatat buku apa saja yang kau pinjam," Liam memberitahu.
"Baiklah," Ling mengangguk. Liam mengantarnya ke petugas pencatat di perpustakaan.
"Tuan Muda, ada yang bisa saya bantu?" tanya petugas itu sopan.
"Aku ingin meminjam buku. Bisakah kau mencatatnya?" tanya Liam.
"Tentu. Namun di mana buku yang akan kalian pinjam?" tanya petugas itu bingung karena melihat mereka tak membawa satu pun buku.
"Bukunya masih ada di ruangan itu," Liam menunjukkan ruangan mereka.
"Anda bisa membawanya ke sini saja Tuan," jawab petugas itu sopan.
"Ah ini ... ikutlah dengan kami. Kau akan mengerti," Liam dan Ling kembali ke ruangan mereka diikuti petugas itu.
Saat membuka pintu, tak perlu diragukan lagi, petugas itu sangat terkejut. "Tu-Tuan, Anda ingin meminjam semua ini?" tanya petugas itu masih melotot melihat tumpukan buku di hadapannya.
"Ya. Kami memiliki kartu akses VVIP jadi tidak ada batas peminjaman. Ini kartunya. Kau bisa mulai mencatat," jawab Liam sambil menyerahkan kartu akses Ling.
"Baik Tuan Muda," petugas itu segera mencatat buku pinjaman Ling satu per satu.
Para petugas perpustakaan lainnya membantu mereka membawa buku yang sudah di data ke dalam mobil Liam. Tatapan kagum dan aneh muncul ketika mereka melihat kejadian ini. Walau itu Wuzhou sekalipun, ia tak pernah meminjam buku sebanyak ini.
Bukankah dia sampah Chen Ling? Bagaimana bisa ia menjadi begitu rajin membaca semua buku ini?
Pencatatan buku selesai di sore hari. Ling memberi petugas pencatat itu 200 koin sebagai tip.
"Terimakasih Tuan Muda. Ini setara dengan gaji saya selama seminggu," ucap petugas itu membungkuk hormat.
Ling juga memberi petugas lain yang mengangkat buku masing-masing 100 koin. Mereka membungkuk hormat pada Ling. Setelah itu mereka mengantar Ling dan Liam sampai keluar perpustakaan. Senyum lebar menghiasi wajah mereka.
"Bukankah ini terlalu berlebihan?" bisik Ling pada Liam.
"Tidak. Memang seharusnya begitu," jawab Liam tersenyum.
Mobil hitam Liam melesat menembus jalanan kota. Mereka menuju kediaman keluarga Chen.
Sesaat setelah itu, gosip mulai bermunculan di perpustakaan.
"Bukankah Tuan Muda Chen Ling sangat tampan? Dia bahkan sangat baik memberiku tip 200 koin," ucap petugas pencatat itu sambil memegang kantong kain berisi koin.
"Benar. Aku juga tak menyangka ia meminjam semua buku itu. Apakah dia sudah berubah? Ternyata bukan penampilannya saja yang berubah, kecerdasannya juga," ucap petugas lain yang menerima tip 100 koin.
"Hah dia itu hanya pencitraan. Ia meminjam buku hanya untuk menaikkan reputasinya. Ia tak mungkin mengalahkan Tuan Muda Luo Wuzhou-ku," ucap petugas wanita perpustakaan yang tadi sempat membentak Ling.
"Dan uang itu? Ia hanya tahu menghabiskan harta orang tuanya," lanjut petugas wanita itu. Matanya menatap sinis ke arah petugas lain.
"Ayo pergi. Dia terlihat sangat iri," bisik petugas pencatat pada petugas lainnya. Mereka segera pergi meninggalkan petugas wanita itu sendiri. Sedangkan petugas wanita itu berdiri kesal di tempatnya.
*
Beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di kediaman keluarga Chen. Ada Paman Qian yang sudah menyambut mereka di depan pintu. Ia memandang Liam dengan senyum sumringah.
"Tuan Muda Zhuo, ikutlah makan malam dengan keluarga kami," ucap Paman Qian sopan.
Liam menanggapinya tersenyum. "Baiklah."
Liam dan Ling memasuki rumah dan langsung menuju meja makan. Sebenarnya belum waktunya jam makan malam, jadi mereka hanya mengemil kue kering yang dibawakan Paman Qian.
"Wow ini sangat enak! Paman bolehkah aku membawanya pulang? Kue kering terenak yang pernah aku makan!" ucap Liam semangat. Ia memakan kue kering dengan lahap.
"Tentu Tuan Muda Zhuo. Aku akan menyuruh pelayanan untuk membuatkannya untukmu," jawab Paman Qian. Ia segera kembali ke dapur.
"Chen Ling! Mengapa kau pulang terlambat?" bentak seorang pria dengan suara beratnya.
sibuk mengurusi orang lain, mengabaikan orang yang mencintai nya yg melakukan apapun untuk dirinya, saya rasa MC termasuk dalam katagori ap normal
Ya,, orang iri memang susah untuk membuka mata dan hati.