menikah dengan laki-laki yang masih mengutamakan keluarganya dibandingkan istri membuat Karina menjadi menantu yang sering tertindas.
Namun Karina tak mau hanya diam saja ketika dirinya ditindas oleh keluarga dari suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18. perkara ikan cue
Hari Minggu, yang biasanya sebagian orang digunakan untuk bersantai dan bermalas-malasan, tapi tidak untuk Karina.
Bagi Karina, hari Minggu tak ubahnya seperti hari-hari biasa. Karina tetap harus bangun pagi untuk membeli sayuran dan juga melakukan pekerjaan rumah lainnya.
Seperti biasa, Minggu pagi ini Karina tengah bersiap-siap untuk membeli sayuran di depan gang. Dia mengenakan jaket tipis dan membawa dompetnya, siap untuk memulai hari dengan aktivitas yang sudah menjadi rutinitas.
Sesampainya di tempat tukang sayur yang biasanya mangkal, ternyata di sana masih sepi, karena Karina sengaja datang lebih awal.
"Pagi, Mang. Hari ini ada ikan apa?" tanya karina, yang berencana untuk memasak ikan sesuai keinginan mertua dan adik iparnya.
"Ada ikan kapap, ikan mas, sama mujair, Neng."
"Yah, kok adanya ikan yang harganya mahal-mahal sih, Mang?"
"Iya, Neng. Biasanya juga ada lele sama ikan kembung, tapi tadi kelupaan."
"Yah Mang, 30 ribu dapat ikan apa coba. Belum buat yang lainnya."
Padahal rencananya Karina ingin masak ikan kembung saja, tapi hari ini tidak ada. kalau hari ini tidak masak ikan, sudah pasti mertuanya akan ngomel-ngomel.
"Yaampun, Neng. Hari gini mau makan ikan tapi ngasih nya cuma 30 ribu?"
"Begitu lah, Mang. Memang ajaib kelakuan suamiku dan keluarganya. Hahaha," ucap Karin kemudian tertawa.
Saat mata Karina menangkap sesuatu yang ada di gerobak tukang sayur, Karina tiba-tiba memiliki ide.
"Mang ini aja, sama minta cabe merah lima ribu sama tempe satu papan."
"Oke, Neng. Ini nggak jadi ikannya?"
"Nggak, Mang. itu saja, yang penting sama-sama ikan juga, kok."
"Total semuanya jadi 34 ribu, Neng."
Setelah membayar belanjaannya, Karina segera pulang dan memasak semua bahan yang tadi ia beli.
Hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam, masakan Karina sudah siap dan tertata rapi di meja makan. Sambil menunggu semua orang bangun, Karina dengan gesit mencuci baju.
Baru sekitar pukul setengah delapan pagi, penghuni rumah yang lainnya bangun dan bersiap untuk sarapan pagi dengan penuh semangat karena akan makan dengan ikan, tentu saja setelah mandi.
Rudi, Bu Marni dan juga si kembar menuju meja makan dan duduk ditempatnya masing-masing.
"Bu, kita tunggu Karina dulu," kata Rudi.
Bu Marni menjawab dengan nada santai. "Nggak usah, Rud. Palingan istrimu itu sedang nyuci. Mending kita duluan saja, biar nanti istrimu menyusul. Nungguin Karina selesai nyuci keburu pingsan ibu."
"Iya, Mas. Aku udah laper banget ini, aku udah nggak sabar makan pakai ikan," sahut Rani.
"Yasudah, kita makan dulu saja."
Bu Marni membuka tudung saji yang menutupi hidangan sarapan yang telah disiapkan oleh Karina.
Namun, betapa terkejutnya semua orang ketika menyadari bahwa lauk ikan yang sudah Karina janjikan tidak ada di atas meja.
"Rudi, istrimu benar-benar keterlaluan! Bisa-bisanya dia membohongi kita semua. Rani, kamu panggilkan Karina kesini!"
Dengan patuh, Rani segera mencari keberadaan kakak iparnya itu, yang ternyata sedang menjemur pakaian di halaman rumah.
Rani segera menghampiri Karina, dan berkata, "Mbak Karin, dipanggil ibu, disuruh ke ruang makan sekarang juga!"
Karina menatap Rani dengan rasa penasaran, lalu segera meninggalkan pekerjaannya dan mengikuti Rani ke ruang makan.
Setelah sampai di ruang makan, Karina yang mendapat tatapan marah dari suami dan mertuanya pun mengerti kenapa dirinya dipanggil.
"Ada apa, Bu, manggil aku?" tanya karina, pura-pura tidak tahu.
bruak... Bu Marni menggebrak meja makan.
"Kamu mau mempermainkan kami, hah? Mana janjimu yang katanya mau masak ikan?" ucap Bu Marni dengan mata melotot. Sementara Rudi hanya diam saja, jujur Rudi juga merasa marah kepada istrinya.
Karina menghela napas panjang dengan santai. "Itu, yang di depan kalian, apa namanya kalau bukan ikan?"
Bu Marni dan Rudi saling memandang dengan bingung, lalu menatap ke arah hidangan.
"Sekarang aku tanya, Bu, ini nama masakannya apa?" tanya karina dengan nada santai, sambil menatap Bu Marni.
"Balado ikan cue," jawab Bu Marni.
"Nah, terus dimana letak aku berbohong nya, Bu? Aku sudah menepati janji, dengan memasak ikan seperti keinginan kalian, kan."
"Kamu masak ikan cue?" tanya Bu Marni dengan nada tidak percaya.
Karina menganggukkan kepala. "Iya. Memangnya kalian berharap aku masak ikan apa? Ikan kapap atau mujair gitu? Hahaha... Yang bener saja kalau kalian berharap aku masak ikan kakap dengan uang 30 ribu. Sudah mending aku menepati janji dengan memasak ikan cue, dari pada ikan asin. Asal kalian tahu, uang 30 ribu juga masih kurang buat belanja tadi pagi. terpaksa kekurangannya aku harus berhutang."
"Tapi Karina, kamu sendiri yang bilang kalau bisa masak ikan dengan uang 30 ribu, kan?" tanya Rudi.
"Iya, kan memang bisa mas, ini buktinya aku bisa masak ikan walaupun hanya ikan cue, yang penting kan ikan. Kalau tidak mau memakannya tidak masalah, biar nanti aku yang habiskan ikan cue ini," ucap Karina, setelah itu kembali melanjutkan menjemur baju.
"Rudi, istrimu itu benar-benar tidak tahu diri sekali," protes Bu Marni.
"Yah, nggak jadi makan enak," ucap Rina dengan nada lemah.
****
Setelah dirawat selama tiga hari di rumah sakit, kini Aldo sudah membaik dan hari ini sudah di perbolehkan untuk pulang.
Di jemput oleh Andrew, Lusi dan juga Vania, tak lantas membuat Aldo merasa bahagia. Sejak pertemuan terakhir dengan Karina, Aldo selalu murung dan tidak pernah tersenyum lagi.
"Aldo, sekarang kita pulang ke rumah, ya," ucap Lusi dengan lembut. Aldo hanya menggunakan kepala.
"Ayo, Tante gandeng, ya." Vania meraih tangan Aldo, namun dengan kasar Aldo melepaskan tangan Vania.
"Aldo, kamu tidak boleh begitu!" ucap Andrew yang tidak suka dengan kelakuan Aldo.
"Andrew..." ucap Vania yang memberi isyarat supaya tidak memarahi Aldo lagi.
Mobil yang Andrew Kendarai melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah.
Vania yang duduk di jok depan bersebelahan dengan Andrew pun hanya fokus pada jalanan yang sedang dilewati.
Kini keadaan hati Vania sedang tidak baik-baik saja setelah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari Aldo.
Selama Aldo dirawat, setiap hari Vania datang untuk menjenguk meskipun selalu tidak dianggap. Sudah berbagi cara Vania lakukan untuk mendapatkan hati anak dari laki-laki yang diincarnya sedari dulu, namun Aldo sepertinya begitu sulit menerima Vania.
Satu jam kemudian, mobil yang Andrew Kendarai sudah memasuki halaman rumah. Setelah mobil terparkir, semua orang pun turun dari mobil.
"Ayo masuk, Nak Vania," ajak Lusi.
"Iya, Tante," jawab Vania kemudian tersenyum manis.
Aldo yang memang tidak menyukai situasi seperti sekarang ini, langsung berlari ke kamarnya.
"Aldo, jangan lari! Nanti kamu jatuh," teriak Andrew, merasa khawatir.
Saat Andrew hendak berlari menyusul Aldo, Lusi memegang lengan Andrew sehingga menghentikan langkah Andrew.
"Biarkan saja Aldo masuk ke kamarnya! Ikut mama, ada yang ingin mama bicarakan. Ayo, Nak Vania ikut juga."
Andrew dan Vania saling pandang dengan rasa penasaran, kemudian mereka mengikuti langkah lusi ke ruang keluarga.
"Mama, mau bicara tentang apa?" tanya Andrew memulai bicara.
"Ekheeemm.. Andrew, apa kamu tidak merasa kasihan sama anakmu? Setelah pertemuan terakhir dengan Karina waktu di rumah sakit, Aldo berubah menjadi pendiam, murung bahkan mama sudah tidak pernah melihatnya Tersenyum lagi."
"Lalu, aku harus bagaimana, Ma? Tidak mungkin kan, aku memberikan Aldo dekat dengan Karina. Calon mamanya Aldo itu Vania, bukan Karina."
"Ya, Mama mengerti. Begini saja, kamu pekerjakan Karina, sebagai baby sister untuk Aldo. Saat di rumah sakit, Karina sempat bilang sama Mama, kalau dia sedang mencari pekerjaan."
"Tapi, Ma..."
"Andrew, pikirkan mental dan hati anakmu! Keegoisanmu bisa membuat kehidupan Aldo berubah menjadi seperti sekarang ini. Mama juga yakin, Vania akan mengijinkannya. Iya kan, Vania?"
bersambung...