NovelToon NovelToon
The Great Mafia

The Great Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Perperangan / Bad Boy
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Gatto Pieno

Ini adalah kisah perjalanan seorang mafia italia yang bernama Ken dari keluarga Gatto salah satu keluarga mafia kelas kakap yang ada di italia,lika liku kehidupan gelap mafia ia jalani menjadi mesin pembunuh terbaik di keluarga Gatto,awal mula ketika ia diculik oleh sindikat perdagangan manusia di korea dan ia dibawa ke italia untuk dijadikan pekerja paksa namun siapa sangka ketika ia mencoba kabur dari sindikat tersebut ia bertemu dengan bos mafia di sana.Ken pun menjadi anak angkat bos mafia yang bernama Emilio itu.ia disekolahkan dan didik menjadi mesin pembunuh yang kejam hingga tidak ada satupun di dunia mereka yang tidak mengenal seorang Ken,orang yang kejam,berdarah dingin,diskriminatif dan berani itu menjadi pembunuh nomor satu di italia,bahkan namanya tidak hanya terkenal di keluarga mafia yang ada di italia saja,keluarga keluarga mafia dari berbagai belahan dunia mengenal baik nama seorang Ken

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gatto Pieno, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24

Melihat dua monster itu berdiri berdampingan di hadapan mereka, para anggota keluarga El Pablo terlihat panik. Melawan satu orang saja mereka sudah kewalahan, apalagi ditambah dengan kedatangan Argus di samping Ken.

"Bagaimana ini, Kak? Apa kita bisa menang melawan dua monster itu sedangkan pasukan kita tersisa tinggal setengah?" ucap salah satu anggota keluarga El Pablo kepada pria berkacamata hitam itu.

"Kita coba dulu melawan mereka. Jika kita kalah, kita bisa lari meloloskan diri," ucap pria berkacamata hitam itu pada anggotanya.

"Baiklah," ucap anggota keluarga El Pablo.

Ken dan Argus menatap tajam musuh yang ada di depan mereka.

"Apa kau sudah tahu harus melakukan apa?" ucap Ken.

"Kau tidak perlu memberitahu ku lagi," ucap Argus tersenyum.

Tiba-tiba saja Argus maju menerjang pasukan keluarga El Pablo. Ia memukul mereka sambil tertawa keras. Seluruh benda yang ada di dekatnya dijadikannya senjata untuk melawan anggota keluarga El Pablo di depannya.

"Ha... ha... ha. Ia memang pantas dipanggil orang gila," Ken terkekeh melihat Argus beraksi.

"Hei, kau kenapa diam saja? Lawan aku," ucap pria berkacamata hitam pada Ken.

Ken berjalan mendekat ke arah pria berkacamata hitam itu.

"Apa kau yakin ingin melawan ku?" ucap Ken.

"Kau tidak usah banyak bicara, cepat hadapi aku," pria berkacamata itu memprovokasi Ken.

Mereka berdua mulai memasang posisi bertarung. Tanpa diberi aba-aba, pria berkacamata hitam itu maju melesat, memberikan serangan telak ke bahu Ken yang terluka. Ken yang terkena serangan telak di lukanya hanya bisa memegang bahu sambil menahan rasa sakitnya. Ia tidak boleh menunjukkan rasa sakit pada musuhnya itu.

"Apa kau masih bisa melawanku, hah?" kekeh pria berkacamata itu pada Ken.

"Ini bukan apa-apa, bahkan pukulanmu tidak sekuat milik sang kapten," Ken maju menendang bagian belakang kaki pria berkacamata itu, membuatnya kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh. Namun, tangannya ditahan oleh Ken. Ken langsung menarik tangannya dan menghantam keras hidung pria berkacamata hitam itu dengan sikunya.

Melihat ia terkena serangan beruntun dari lawannya, pria berkacamata itu mulai mengatur jarak.

"Aku baru memukulmu beberapa kali dan kau sudah kewalahan begini," sombong Ken.

"Kau terlalu sombong, sipit. Aku bahkan belum serius dari tadi," ia melepas kacamata hitamnya.

"Kau pikir dengan kau melepas kacamata seperti itu aku akan takut?" ucap Ken.

Ken mulai maju menyerang pria berkacamata hitam itu, namun dengan mudah dihindari olehnya. Berkali-kali Ken menyerang, semuanya dapat dihindari oleh pria berkacamata hitam itu dengan mudah, seolah-olah seluruh pergerakan sudah dibaca. Ken terlihat sedikit kesal dengan pria berkacamata hitam itu. Bagaimana mungkin ia bisa membaca seluruh pergerakannya dalam waktu yang singkat itu?

"Hei, sipit. Apa kau pernah mendengar fakta orang buta?" ucap pria berkacamata hitam itu.

"Orang yang kehilangan salah satu indra akan membuat indra lainnya menjadi tajam. Selama ini aku berlatih mempertajam seluruh indraku dengan memblokir salah satu fungsi dari mereka, hingga aku bisa menggunakan seluruh indraku dalam batas maksimalnya," pria berkacamata hitam itu.

"Aku tidak peduli dengan itu, kau terlalu banyak bicara," ucap Ken kepada pria berkacamata hitam itu.

Ken merobek lengan kemejanya dan mengikatkannya ke bahunya yang terluka itu agar pendarahan di bahunya itu berhenti.

Pria berkacamata itu mulai mendekati Ken dan mencoba untuk menendang bagian pinggang Ken namun dapat ditangkap oleh Ken.

"Jika kau bisa membaca pergerakanku, maka aku tidak akan bergerak sedikitpun," ucap Ken sambil memegang kaki pria berkacamata hitam itu dengan kuat.

Ken langsung meluruskan kaki pria berkacamata itu lalu menekannya di lutut ke arah yang berlawanan dengan arah sendi, membuat sendi kaki pria berkacamata hitam itu patah. Pria berkacamata itu berteriak kesakitan. Ia berusaha melarikan diri dari Ken. Ia merangkak di tanah seperti bayi kehilangan ibunya.

"Hei, kita belum selesai. Ini baru pembukaan," ucap Ken dengan dingin sambil menyeret pria berkacamata hitam itu.

"Ampuni aku, aku hanya menjalankan perintah," pria berkacamata itu menangis meminta ampunan kepada Ken.

"Atas semua yang kau lakukan pada teman-temanku, aku tidak tertarik mengampunimu," Ken mengeluarkan pisau kecil kesayangannya dan menggapai tangan pria berkacamata hitam itu.

"Aku akan memberitahu di mana teman-temanmu, tapi tolong ampuni aku," pria berkacamata itu panik saat mata pisau itu menyentuh jari-jarinya.

Ken langsung menarik kembali pisaunya.

"Di mana mereka saat ini?" tanya Ken.

"Mereka semua ada di gudang penyimpanan markas utama kami. Big boss menyuruh kami menyekap mereka di sana," ucapnya.

"Kau kejam sekali, Ken. Lihat, orang ini begitu menyedihkan," tiba-tiba Argus berdiri di sebelah Ken, menunjuk pria berkacamata hitam yang mengemis ampun pada Ken itu.

Ken yang melihat sahabatnya itu berdiri di sebelahnya refleks melihat ke belakang. Anggota keluarga El Pablo, sudah terkapar tak bersisa. Entah bagaimana, pria di sebelahnya itu menghabisi mereka secepat itu.

"Kau sendiri tak sadar dengan perbuatanmu itu," ucap Ken menunjuk Argus yang sedang berdiri di sebelahnya sambil mengelap pisau yang dipenuhi oleh darah itu.

"Mereka saja yang terlalu lemah," Argus mengelak.

"Terserah kau sajalah," kesal Ken.

"Kau ikut dengan kami tunjukkan di mana markas utama kalian," ucap Ken pada pria berkacamata hitam itu sambil menginjak kakinya yang patah.

"ARGGGH...

"Baiklah... baiklah, tapi tolong jangan siksa aku lagi," pria berkacamata hitam itu meringis.

Ken langsung menemui pasukan elite keluarga Bratstvo di titik temu yang telah mereka tentukan sebelumnya menggunakan mobil yang dibawa oleh Argus. Ketika ia dan Argus keluar dari mobil mereka, terkejut.

"Bagaimana orang ini bisa di sini?" salah satu dari mereka berbicara sambil menunjuk Argus.

"Kalian tenang saja. Dari awal ia memang di pihak kita," ucap Ken menenangkan pasukan elite keluarga Bratstvo.

"Bagaimana mungkin? Bukankah pria ini adalah tangan kanan bos keluarga Cenzo?" pasukan elite keluarga Bratstvo masih tidak terima dengan kehadiran Argus di dalam tim mereka.

"Ia memang tangan kanan Fabio, tapi saat ini dia datang sebagai temanku," ucap Ken meyakinkan mereka.

"Hei... hei... kawan, apakah kalian tidak bisa santai?" ucap Argus sambil merangkul salah satu dari mereka.

Pasukan Bratstvo memasang tatapan sinis pada Argus. Mereka masih belum percaya dengan Argus, bagaimanapun juga saat ini Argus bekerja di pihak musuh.

"Kalian santai saja. Aku datang ke sini bukan sebagai tangan kanan Fabio, aku datang ke sini sebagai temannya Ken," Argus berusaha menjelaskan dengan ramah.

"Aku akan mengawasimu. Jika kau berani macam-macam, akan kuledakkan kepalamu nanti," ucap anggota elite keluarga Bratstvo yang memiliki badan paling besar.

Argus mengeluarkan pistol dan memberikannya kepada anggota elite keluarga Bratstvo yang berbadan besar, lalu menggapai tangan pria itu.

"Kau tembak saja jika aku berani macam-macam," ucap Argus sambil mengarahkan pistol ke dalam mulutnya.

Seluruh anggota elite Bratstvo merinding melihat aksi berani Argus. Jika saja pelatuk pistol itu ditarik, mungkin pelurunya akan menembus sampai ke otak belakangnya.

"Apakah kalian sudah melihatnya? Ia ada di pihak kita, jadi aku harap kalian bisa bekerja sama dengan baik," ucap Ken pada seluruh anggota elite keluarga Bratstvo.

"Baiklah, Tuan," jawab mereka serempak.

"Jadi bagaimana rencana selanjutnya, Tuan?" tanya salah satu anggota elite keluarga Bratstvo.

"Besok malam kita akan melancarkan serangan ke markas utama keluarga El Pablo. Jadi malam ini kalian boleh beristirahat terlebih dahulu," ucap Ken.

"Padahal kami tidak melakukan apa-apa hari ini, Tuan. Kenapa Anda menyuruh kami istirahat?" salah satu dari mereka bertanya.

"Kalian akan melakukan tugas besar besok, jadi kalian harus menyimpan tenaga kalian untuk besok," Ken menjelaskan pada mereka.

"Kalian duluan saja pergi ke hotel. Aku telah menyewa satu gedung hotel di barat kota ini. Aku dan Argus harus pergi ke suatu tempat. Jangan lupa bawa pria itu dan beri ia pengobatan pada kakinya," Ken memerintah anggota keluarga Bratstvo untuk pergi duluan.

"Baiklah, Tuan," ucap mereka serempak.

Ken dan Argus naik ke dalam mobil.

"Ke mana tujuan kita selanjutnya?" ucap Argus sedang menyetir mobil.

"Jalan saja terus ikuti petunjuk yang kuberikan," ucap Ken.

Argus terus menyetir mengikuti arahan yang diberikan oleh Ken.

"Stop." Ken mendadak menyuruh Argus berhenti.

"Tidak bisa kah kau memberiku aba-aba untuk berhenti? Untung daerah jalanan ini sepi," Argus mengoceh.

"Kenapa kita ke pantai? Bukankah kita harus mengobati lukamu itu?" Argus kebingungan dengan tempat itu. Jika kalian tahu, tempat yang sangat indah itu dulunya adalah sasaran latihan pra-Perang Dunia Pertama. Pengeboman yang sering terjadi di sana membuat pantai itu memiliki banyak rongga gua.

"Tak apa, aku hanya ingin menenangkan diri sejenak." Ken keluar dari mobil. Ia berjalan menuju salah satu bebatuan besar di pinggiran pantai yang gelap itu.

Argus menyusul Ken yang telah berjalan mendahuluinya itu.

"Apa kau yakin tidak ingin mengobati luka tembak itu?" Argus mengkhawatirkan kondisi Ken. Bajunya masih banyak bekas darah pertarungan tadi.

"Kau santai saja. Peluru itu hanya menggores tubuhku, tidak sampai menembus bahuku." Ken membuka kemejanya meninggalkan kaos hitam polos di badannya.

"Apa kau selama ini lelah, bertarung, membunuh, atau bahkan bisa terbunuh?" Ken menatap langit pantai yang dipenuhi gemerlap bintang.

"Sebenarnya selama ini aku ingin menjadi yang terkuat untuk balas budi kepada Fabio. Tapi semakin lama aku di sana, aku hanya dijadikan alat. Memang di depanku ia sangat mengagung-agungkan ku, akan tetapi suatu saat jika tujuannya tercapai ia pasti akan menikamku dari belakang seperti yang terjadi pada Tuan Emilio," jelas Argus panjang.

"Maksudmu?" tanya Ken penasaran.

"Saat itu ketika malam kematian Tuan Emilio, Fabio mengundang Lucia, pemimpin Keluarga Diavolo. Mereka minum sambil tertawa terbahak-bahak. Setelah kucari tahu, ternyata hubungan mereka selama ini sangat dekat. Mereka berdua memang berencana mengambil alih Italia dari keluargamu. Namun nahas, keluarga Diavolo lebih dulu kalian hancurkan," Argus menceritakan kejadian sebenarnya.

Mendengar cerita Argus, Ken hanya bisa mengepalkan tangan kencang. Ia sangat emosi mendengar cerita Argus itu.

"Lalu kenapa kau menawarkan diri untuk membantuku?" tanya Ken.

"Saat ini hanya kaulah satu-satunya orang yang bisa kupercaya. Aku tidak bisa mempercayai orang-orang di keluargaku. Mereka hanya takut pada kekuatanku. Jika saja ada celah, pasti mereka akan membunuhku, terutama Antonio. Bocah itu sangat membenciku," jelas Argus.

"Kehidupan kita ini sangat lucu. Kita berharap hidup bahagia, akan tetapi sumber kebahagiaan kita berasal dari kesengsaraan orang lain," Ken terkekeh.

"Maksudmu?" bingung Argus.

"Kita berusaha mati-matian memperjuangkan keluarga kita. Namun korban perjuangan kita adalah orang-orang terdekat kita. Setiap kematian yang datang akibat pertarungan yang terjadi akan menjadi luka tersendiri di hati ini. Luka kehilangan yang sangat mendalam," Ken menunduk lesu.

"Kau ingat ini, Ken. Setiap orang pasti memiliki prinsip dalam hidupnya. Jika berjuang tanpa ada pengorbanan, maka perjuangan itu akan sia-sia," Argus merangkul bahu Ken berusaha memberikan nasihat pada sahabatnya itu.

"Aw... aw... aw."

"Kau menyentuh lukaku, bodoh," kesal Ken.

"Ee... e..e maaf," ucap Argus.

Mereka berdua tertawa pada gelapnya malam pantai Celaya, Meksiko, malam itu.

1
Arabella
bab awalnya bagus thor, tapi akan lebih bagus jika habis tanda baca, ada spasinya, biar semakin enak di baca.

Saran, lanjut thor, semangatt
natan , orang baik
good, semangat author ditunggu update cerita selanjutnya bagus banget. jadi teringat Vincenzo
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!