Hara, gadis perfeksionis yang lebih mengedepankan logika daripada perasaan itu baru saja mengalami putus cinta dan memutuskan bahwa dirinya tidak akan menjalin hubungan lagi, karena menurutnya itu melelahkan.
Kama, lelaki yang menganggap bahwa komitmen dalam sebuah hubungan hanya dilakukan oleh orang-orang bodoh, membuatnya selalu menerapkan friendzone dengan banyak gadis. Dan bertekad tidak akan menjalin hubungan yang serius.
Mereka bertemu dan merasa saling cocok hingga memutuskan bersama dalam ikatan (boy)friendzone. Namun semuanya berubah saat Nael, mantan kekasih Hara memintanya kembali bersama.
Apakah Hara akan tetap dalam (boy)friendzone-nya dengan Kama atau memutuskan kembali pada Nael? Akankah Kama merubah prinsip yang selama ini dia pegang dan memutuskan menjalin hubungan yang serius dengan Hara?Bisakah mereka sama-sama menemukan cinta atau malah berakhir jatuh cinta bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizca Yulianah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Inikah Rindu
Warna warni lampu diskotik dan alunan musik dj yang memekakkan telinga itu sungguh menghanyutkan bagi para pemuda yang tengah berada di bawah pengaruh minuman beralkohol.
Asik berjoget dengan setengah kesadaran yang tersisa. Dengan dalih menghilangkan stres yang ada, mereka acuh saja terhadap berbagai macam edukasi tentang bahayanya mengkonsumsi minuman keras.
Tapi ini lah kota besar, kota yang membuat siapa saja harus pandai-pandai membawa diri agar tidak terseret arus pergaulan bebas. Terutama bagi para pendatang, yang menganggap kilaunya kota besar layaknya surga dunia, bebas, lepas dan mind your own business.
"Beb tumben diem aja?" Seorang gadis dengan pakaian yang bagi sebagian pengunjung diskotik adalah hal yang biasa, yang hanya mampu mengakomodir bagian vital sisanya di biarkan menganga, sedang meliuk-liuk liar di depan laki-laki yang sangat kontras dengan suasana dunia gemerlap di dalam sana. Hanya diam melamun.
"Kam nggak asik lo" Rio yang juga menyadari perubahan sikap Kama beberapa hari terakhir ini akhirnya berani bersuara setelah mendapat sedikit dorongan alkohol.
Tapi obyek yang sedang menjadi pembicaraan hanya diam saja, duduk mematung memandangi gelas alkohol yang bahkan belum dia sentuh sama sekali sejak sejam yang lalu.
Entah kenapa perasaannya kosong, baginya hiburan malam ini seolah sudah tidak menarik minatnya lagi.
Meski dalam perjalanannya dari awal pekan hingga sekarang beranjak ke akhir pekan, terhitung dia sudah bergonta ganti pasangan wanitanya setidaknya lebih dari lima kali.
Kama duduk menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, kepalanya menengadah agar dapat bertumpu di sana juga.
"Beb..." Suara panggilan merayu itu terus saja tidak kehilangan semangatnya, mencoba menggoda tak peduli dengan setiap abai yang dia terima.
"Ke apart kamu yuk" Bisiknya nakal kemudian meniup pelan telinga Kama.
Jika itu adalah Kama seminggu yang lalu, sudah barang pasti dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Bahkan tanpa banyak babibu dia akan langsung mengajaknya terlebih dahulu.
Tapi Kama yang sekarang merasa hampa, dia tidak lagi tertarik dengan desah suara merayu wanita yang kini asik meliuk-liuk di atas pangkuannya, sangat erotis.
Padahal ini semua adalah rutinitasnya sebelum bertemu dan berusaha mengenal Hara.
Padahal dia sendiri yang berjanji dalam hati, tidak akan memikirkan Hara yang tak kunjung membalas pesannya dan mengabaikannya dengan cara clubbing setiap hari.
Padahal dia sendiri yang mengatakan bahwa friendzone yang dia tawarkan ke Hara no drama-drama. Pesan tidak di balas? No problem. Tidak ada laporan sedang apa, dimana, dengan siapa. Bebas tanpa ikatan.
Tapi lihat dirinya sendiri saat ini, seolah kehilangan semua minat dengan rutinitas senang-senangnya.
Seolah semua gemerlap lampu diskotik dengan musik remix-nya adalah hal yang membosankan yang bahkan tidak layak di lakukan untuk mengisi waktu luang.
Isi pikirannya hanya pada ponselnya, beribu pertanyaan melintas silih berganti hanya demi sebuah kata kenapa.
Kenapa Hara tidak membalas pesannya?
Kama menghela napas panjang, masih saja abai dengan wanita yang kini sedang menciuminya dengan rakus, akibat pengaruh alkohol.
Baru setelah ponselnya bergetar, dia menunjukkan sedikit pergerakan. Dia mendorong wanita itu agar menyingkir.
Wanita yang sudah mabuk itu kemudian hanya bisa bersandar di kursi, teler tak sadarkan diri.
Sebuah pesan masuk di ponselnya, dan itu sukses membuat matanya terbelalak.
Hara : morning too
Dia tergelak membaca sebuah pesan singkat yang di kirim Hara.
Morning katanya?
Ini sudah hari ke lima dan sudah jam sembilan malam, dan dia bilang morning?
Tawa sumbang sinis kembali menghiasi wajah Kama. Tak habis pikir dengan wanita yang selama seminggu terakhir ini memenuhi setiap sel otaknya.
Kama melemparkan asal ponselnya ke atas meja untuk kemudian menabrak gelas minumannya hingga menimbulkan suara dentingan yang langsung hilang di telan bisingnya suara musik.
Sekarang giliran gue yang nyuekin pesan lo.
Batin Kama dongkol. Dia bersumpah, berjanji dan bertekad akan mengembalikan perlakuan Hara kali ini padanya.
Seperti peribahasa mata untuk mata dan gigi untuk gigi.
Dia memutuskan akan membalas pesan Hara lima hari kemudian.
Tapi seperti janjinya yang sudah-sudah, seperti sumpahnya yang lalu-lalu, seperti tekadnya yang dulu-dulu, seminggu kebelakang.
Baru beberapa menit mengabaikan pesan Hara sudah membuatnya gusar.
Harga dirinya menolak dengan keras untuk membalas pesan Hara, otaknya juga sepertinya sependapat.
Namun hatinya tidak bisa. Dia terlalu takut kalau dia tidak membalasnya sekarang, maka dia akan melewatkan kesempatan yang ada.
Kapan lagi dia bisa berhubungan dengannya?
Barulah di menit ke tiga, pergolakan batinnya menemui titik temu. Dia langsung menyambar ponselnya dan membuka kembali pesan yang di kirim Hara.
Ok lakukan dengan cool dan jangan terlihat terlalu berharap.
Ego dan otaknya memerintah, seolah jari-jari yang sedang mengetik pesan adalah bawahan, bukan satu kesatuan yang sistemnya di atur oleh otak itu sendiri.
Kama : Ketemuan yuk
Send. Dia menghela napas lega setelah mengirimkan pesannya.
Hatinya menghibur ego dan otaknya yang cemberut kesal karena tidak sesuai dengan yang mereka perintahkan. Cool darimananya.
Kama memandangi ponselnya lekat-lekat, status online milik Hara belum berubah menjadi typing, tapi dia tidak ingin putus harapan, setidaknya Hara masih online.
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya pesan balasan itupun datang.
Hara: Aku mau tidur. Night night
Night night?!?
Kama mengusak rambutnya geram. Baru beberapa menit yang lalu dia bilang morning dan sekarang night night.
Kama sampai lupa dengan konsep waktu, dunia bagian mana yang hanya membutuhkan waktu kurang lebih enam menit untuk berubah dari pagi ke malam.
Ego, otak dan hatinya kini satu suara. Satu-satunya cara menghadapi Hara adalah menjadi gila.
Dia bangkit dan segera berjalan cepat keluar, mengabaikan panggilan Rio yang bingung kenapa tiba-tiba dia pergi begitu saja.
"Kam"
"Balik bro?"
"Baru jam..."
Semua sapaan-sapaan yang datang Kama tinggalkan begitu saja di balik punggungnya. Kakinya terlalu sibuk mengejar pintu keluar.
Hembusan angin jalanan menjadi penanda kakinya telah sampai di tujuan. Suara kendaraan lalu lalang menjadi pengganti musik latarnya saat ini.
Dengan buru-buru dia menekan icon gagang telepon yang tersedia. Napasnya menuntut agar panggilannya segera terjawab.
Tuut...tuut...tuut...
Baru pada deringan ke empat Hara menjawabnya.
"Ada apa pak?" Suaranya jelas-jelas menyiratkan kebingungan.
"Dimana?" Nada dongkol sudah menguasai Kama sepenuhnya, dia juga tidak berniat menyembunyikan rasa itu.
"Di rumah" Hara semakin bingung.
"Gue kesana!" Tanpa membiarkan Hara menjawab Kama sudah memutus sambungan teleponnya. Jika yang Hara butuhkan adalah teman yang gila, maka dia bisa mewujudkannya, toh untuk hal itu dia tidak perlu berpura-pura, karena sebenarnya dia sendiri sudah gila.
Hara yang kebingungan mendapati Kama mematikan telepon begitu saja tidak mau ambil pusing.
Tidak mungkin kan Kama nekat kesini malam-malam pula. Ada urusan apa? Makan malam lagi? Terlalu klise.
Hara menarik selimutnya dan segera memejamkan matanya. Waktu tidur yang berharga miliknya tidak bisa di ganggu gugat.
You are my sunshine...
My only sunshine...
Suara dering telepon membuat Hara terbangun, dia mengerjapkan matanya beberapa kali. Dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul tangannya meraba-raba nakas. Mencari letak ponselnya.
Pak Kama calling...
Hara menghela napas panjang, rasa kesal sedikit terselip di helaan napasnya.
Dia paling tidak suka tidurnya di ganggu, bahkan Nael yang dia cintai juga memaklumi hal itu dan menghargainya. Dia tidak pernah menelepon Hara di atas jam sembilan malam kalau memang tidak darurat.
"Hmm" Hara ogah-ogahan menjawab panggilan itu.
"Gue di depan" Suara ketus Kama menyambutnya.
"Saya udah tidur pak" Hara mencoba bersabar.
"Gue udah di depan!" Tuntut Kama mengabaikan jawaban Hara.
Hara kembali menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan lagi stok-stok kesabarannya.
"Mohon maaf tapi saya harus tidur pak, besok saya ada meeting" Kali ini Hara menjelaskan, berharap Kama akan mengerti dan membiarkannya kali ini.
"Gue udah di depan!" Seperti burung beo yang hanya bisa beberapa kata, Kama kembali mengulanginya. Keras kepala.
Hara bangun dari posisi tidurnya, kantuknya hilang berganti kesal.
"No drama, right?" Hara menggunakan mantranya.
"Gue udah di depan!" Kama seolah tidak peduli lagi.
Hara memijit pelipisnya, benar-benar kesal setengah mati. Tau kalau begini dia akan menolak saja tawaran friendzone dari Kama.
Melihat kekeraskepalaan Kama sepertinya dia akan terus berdiri di luar kalau dia tidak menemuinya.
Ini sudah malam, sebentar lagi mungkin bapak-bapak akan pergi ronda, dan kalau dia menemukan Kama berdiri di depan kost-nya, Hara tidak ingin membayangkannya. Dia bergidik ngeri.
Hara menyeret kakinya keluar dari kamar, melewati lorong yang menuju balkon lantai dua.
Di bawah sana, di luar pagar, dia bisa melihat sosok Kama, dengan kaos hitam polos, berdiri mematung menghadap pagar rumah kost-nya.
Sosoknya terlihat gusar dengan campuran kemarahan. Melihatnya membuat Hara kembali teringat sosok si mbah. Kurang lebih ekspresi mereka sama saat ini. Membuat kata-kata ibu tentang si mbah yang sakit terngiang lagi.
Hara menghela napas panjang, seketika marah dan kesalnya menguap. Bagaimana dia bisa melawan pasien?
"Saya di atas pak" Hara menyampaikan. Sosok Kama di bawah sana langsung mendongak mencarinya. Hara melambaikan tangan.
Kama bukan orang romantis, puitis atau sebagainya. Luka masa lalunya membuat dia menjadi shit of jerk.
Tapi tidak bisa berbohong, dia merasa seperti melihat bidadari saat ini.
Rambut panjang Hara yang di urai begitu saja berkibar tertiup angin malam. Sosoknya yang mengenakan gaun tidur tanpa lengan menampilkan kulitnya yang putih. Bermandikan cahaya lampu jalanan, Hara terlihat sangat indah. Kama terhipnotis dengan Hara. Matanya terkunci di keindahan yang tersaji di hadapannya.
Kalau bidadari memang ada, itu pastilah Hara
"Ada apa pak?" Suara Hara membuyarkan angannya.
"Keluar yuk" Suara Kama sudah melembut.
"Pak..." Hara menghela napas sambil menggeleng "Saya ada meeting besok" Hara mulai kesal lagi.
"Please" Mohon Kama lirih.
"No drama, isn't it?" Hara setengah berdengus saat mengucapkan mantranya. Dia benar-benar tidak suka tidurnya di ganggu. Bahkan wajah memelas Kama tidak membuatnya goyah.
"Gue kesepian" Kama masih memelas. Rupanya Kama bertekad melawan mantra Hara.
Hara ingin sekali memaki laki-laki yang kini sedang menatapnya sayu dengan wajah memelas.
Tapi hati Hara lemah terhadap wajah melas, siapapun itu. Selama hidupnya dia selalu bertemu dengan wajah melas ibunya, wajah melas bapak saat di hina si mbah. Bahkan wajah melas si mbah sendiri saat menghina keluarganya.
Dia di kelilingi oleh orang-orang berwajah melas. Dan mau tak mau itu menjadi kelemahannya.
"Ya udah tunggu sebentar, saya ganti baju dulu" Pasrah Hara pada akhirnya.
"Jangan di tutup" Kama buru-buru menyela, dia melihat Hara mengerutkan keningnya. Lalu dia lihat Hara mengedikkan bahunya, yang dia anggap sebagai jawaban ya.
Hara menepati omongannya, Kama bisa mendengar latar suara pintu terbuka, lalu tertutup, kemudian kembali pintu terbuka, yang dia asumsikan sebagai pintu lemari, mengingat Hara bilang dia akan berganti baju.
Ganti baju?
Telinga Kama mendadak memerah, dia menggeleng mengusir bayangan tentang tubuh seorang wanita yang sedang berganti pakaian.
Tidak boleh! Dia harus fokus saat ini, hanya fokus pada wajah Hara saja, karena kalau pikirannya terus di penuhi gambaran wanita yang sedang melepas pakaiannya, maka ini tidak akan berakhir baik.
Suara derit kayu yang menutup membuyarkan gambaran itu, Kama yakin saat ini Hara sudah menutup pintu lemarinya. Dan mungkin sebentar lagi dia akan segera selesai.
Kama bolak balik berdehem setelah menjauhkan ponselnya, meredakan hawa nafsu duniawi-nya yang muncul begitu saja tanpa di undang.
Dia kembali mendengarkan suara-suara di ponselnya, sepertinya Hara sedang menuruni tangga. Dan benar saja, tak lama kemudian sosoknya keluar dari rumah kost-nya.
Sedang berjalan melewati lahan parkir yang tidak terlalu luas, sedang menuju ke arahnya dengan...
Cemberut?
Oh ya tentu saja dia pasti akan cemberut. Orang normal mana yang akan bahagia jika waktu istirahatnya di ganggu oleh seseorang yang berstatus sebagai teman.
"Mau apa?" Tanya Hara berusaha untuk tidak terlihat ketus, tapi gagal.
"Makan yuk" Ajak Kama masih memasang wajah memelas.
"Saya udah makan malam Pak" Hara menyilangkan kedua tangannya.
"Kalau gitu jalan-jalan yuk" Kama tidak akan menyerah. Dia sudah sejauh ini, dia tidak akan melepaskan begitu saja kesempatan yang ada.
Mau Hara marah, kesal dia tidak peduli. Tujuannya saat ini ingin bersama Hara. Titik.
"Ya Allah pak" Hara mulai nyebut. Lalu mendengus kesal. Tapi kemudian "Mau kemana sih malam-malam begini?"
Kama menganggap itu sebagai lampu hijau. Dia hanya perlu merayu, merengek kalau perlu, kepada Hara sedikit lagi.
"Ya muter-muter aja kalau nggak mau makan" Jawab Kama cepat.
Sebenarnya Hara sendiri juga sedang memikirkan satu tempat yang ingin dia kunjungi malam-malam begini.
Tapi dia ragu, apakah itu hal yang tepat, hal yang bermanfaat dan tidak akan merugikannya karena telah membuang-buang waktu tidurnya yang berharga?
Hara masih menimbang selagi Kama menunggunya dengan sabar.
"Ok deh" Akhirnya dia memutuskan, yang langsung di sambut wajah ceria sumringah dan telinga merah Kama.
"Mau kemana bae?" Tanya Kama antusias.
"Ntar deh di kasih tau, bentar mau ambil sesuatu dulu" Hara buru-buru berbalik dan berlari kembali menuju kamarnya.
Kama dapat merasakan jantungnya berdebar tak karuan. Selagi Hara mengambil keperluannya, Kama sudah memikirkan sederet tempat-tempat yang biasanya dia kunjungi.
Cafe, diskotik, restoran, atau apartemennya?
Kama menggelengkan kepalanya dengan cepat, mana mungkin Hara mau ke apartemennya. Di lihat dari sudut manapun sepertinya Hara gadis baik-baik, tidak seperti gadis-gadis yang dia temui di club.
Tapi Kama tidak mampu memikirkan tempat lain lagi, tempat kencan malamnya selama ini hanya apartemennya atau hotel. Dan tempat mainnya hanya diskotik atau cafe yang kebanyakan berisi muda mudi berpacaran, ciuman bertebaran dimana-mana.
Kama tidak punya referensi tempat untuk berkencan dengan gadis baik-baik. Bertanya pada Rio akan sama saja hasilnya. Mereka sebelas dua belas.
Fuck off!
Kama meninju udara, menyesal kenapa dia tidak mencoba mencari gadis baik-baik setidaknya sekali saja, jadi dia punya pengalaman saat bersama Hara.
Saat Kama belum bisa memutuskan akan kemana dan nol pengalaman, Hara sudah kembali.
Rupanya Hara kembali mengambil sling bag-nya.
Dia langsung menuju tempat gembok dan membukanya, lalu mendorong pintu besi yang menjadi penghalang mereka saat ini.
Kama membantunya, mengambil alih pekerjaan Hara saat ini. Setelah Hara keluar, dia kembali menutupnya dan Hara kembali mengaitkan gemboknya, dan memastikan itu terkunci rapat.
"Yuk" Wajah Hara sudah tidak cemberut seperti tadi.
"Bae" Kama spontan memeluknya.
"Apa sih?" Hara berusaha mendorong Kama menjauh, tapi Kama malah mengeratkan pelukannya.
"Lima menit bae" Rengek Kama seperti anak kecil.
"Satu menit atau batal pergi" Hara dengan tegas memberikan batasan yang selalu di sambut decak kesal oleh Kama.
"Jahat" Desisnya di telinga Hara. Namun dia segera melupakan rasa kesalnya, berganti dengan luapan rasa bahagia dan ada aroma wangi rambut Hara.
Inilah yang dinamakan rasa rindu? Sangat memabukkan
Hari ini adem ayem pak Kama nya
pindah kos aja deh, biar nggak ngabisin tenaga ketemu org seperti Edward dan bapak kos,sok ngatur
oh,Nisa naksir sama Nael ya🤔🤔🤔
nggak sabar nih nungguin kelanjutan mereka di pos security 😁😁😁😁😁
Sudah ku duga olahraga malam, olahraga yang sesungguhnya 🤣🤣🤣🤣...
puas banget lihat pak Kama di kerjain Hara😂😂😂😂
kasih kesempatan sama Kama dong,buat taklukkin Hara😁😁
menjaga pujaan hati jangan sampai di bawa lari cowok lain🤣🤣🤣
Nggak kuat aku lihat Kama tersiksa sama Hara🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣