NovelToon NovelToon
BECOME A MAFIA QUEEN

BECOME A MAFIA QUEEN

Status: tamat
Genre:Tamat / Mafia / Reinkarnasi / Identitas Tersembunyi / Pemain Terhebat / Roman-Angst Mafia / Menikah dengan Musuhku
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nuah

Seorang Jenderal perang yang gagah perkasa, seorang wanita yang berhasil di takuti banyak musuhnya itu harus menerima kenyataan pahit saat dirinya mati dalam menjalankan tugasnya.

Namun, kehidupan baru justru datang kepadanya dia kembali namun dengan tubuh yang tidak dia kenali. Dia hidup kembali dalam tubuh seorang wanita yang cantik namun penuh dengan misteri.

Banyak kejadian yang hampir merenggut dirinya dalam kematian, namun berkat kemampuannya yang mempuni dia berhasil melewatinya dan menemukan banyak informasi.

Bagaimana kisah selanjutnya dari sang Jenderal perang tangguh ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19. Murka Sang Ratu

Malam itu, langit gelap tanpa bintang, seolah menandakan datangnya bencana yang akan mengguncang dunia Alessia. Di dalam markasnya yang tersembunyi, Alice berada di bawah penjagaan ketat. Alessia sudah menduga ada yang mengincar gadis itu, tapi ia tidak pernah menyangka bahwa serangan ini akan terjadi secepat ini—dan sekejam ini.

Suara ledakan pertama mengguncang gedung, diikuti oleh tembakan yang menggema di lorong-lorong. Tubuh-tubuh para penjaga Alessia berjatuhan satu per satu. Musuh yang datang bukan sekadar preman jalanan—mereka adalah pembunuh terlatih, orang-orang yang tidak gentar mempertaruhkan nyawa untuk sebuah misi.

Alice yang tengah berada di ruang latihan langsung tersentak kaget. Ia melihat para pengawal pribadi Alessia segera bersiaga, mengeluarkan senjata mereka dan bersiap menghadapi serangan mendadak ini.

"Jaga Alice!" salah satu pengawal berteriak.

Namun, secepat perintah itu diberikan, secepat itu pula peluru menghujam kepala pria tersebut, menjatuhkannya dalam genangan darah.

Panik melanda. Alice ditarik mundur oleh salah satu pengawal ke ruangan yang lebih aman. Namun, para penyerang datang dari segala arah. Mereka sudah merencanakan ini dengan matang—mereka tahu letak setiap lorong rahasia, setiap titik pertahanan Alessia.

Alice berusaha melawan, mengingat semua yang telah dia pelajari dari Alessia dan Ziad. Dia menendang salah satu penyerang tepat di tulang rusuk, membuat pria itu jatuh tersungkur. Namun, gadis itu masih terlalu muda, terlalu lemah untuk menghadapi sekelompok pembunuh profesional seorang diri.

Dalam hitungan detik, sebuah suntikan ditancapkan ke lehernya. Racun bius mengalir ke aliran darahnya, membuat pandangannya kabur. Tubuhnya terasa lemas, dan sebelum kesadarannya sepenuhnya hilang, ia melihat sosok bertopeng berdiri di hadapannya dengan seringai penuh kemenangan. Ketika Alessia tiba, semua sudah terlambat.

Tubuh-tubuh bergelimpangan di lantai, baik dari pihaknya maupun pihak musuh. Bau darah menyengat, bercampur dengan asap dari sisa ledakan. Napasnya memburu saat matanya menyapu sekeliling ruangan, mencari Alice. Tidak ada. Gadis itu menghilang.

Sebuah rekaman yang tertinggal di layar komputer mulai diputar otomatis. Alessia menatap layar dengan rahang mengeras, tangannya mengepal begitu melihat wajah yang muncul di dalamnya.

"Alessia," suara dingin seorang pria bergema dari speaker. "Kau membantai keluargaku empat tahun lalu. Sekarang, lihatlah siapa yang akan menderita."

Tampilan kamera menunjukkan Alice yang tak sadarkan diri, diikat di sebuah kursi besi.

"Jika kau menginginkan dia kembali, kau tahu apa yang harus kau lakukan. Serahkan dirimu—dan aku akan mempertimbangkan untuk membiarkan dia hidup."

Rekaman berhenti.

Ruangan itu sunyi sejenak, sebelum tiba-tiba suara pecahan kaca terdengar. Alessia telah melemparkan kursi ke layar komputer, menghancurkannya dalam sekali hentakan.

"Aku akan membunuh mereka semua."

Suaranya rendah, nyaris berbisik. Tapi kemarahan yang terpancar di matanya lebih mengerikan daripada jeritan perang yang paling lantang.

Ziad yang baru tiba melihat kekacauan yang terjadi. Tanpa berkata-kata, dia langsung mengerti apa yang terjadi.

"Mereka akan menyesal telah menyentuh Alice," bisik Alessia. "Aku akan pastikan itu."

.

.

Di dalam markas tersembunyi musuh, Alice terbangun dengan kepala pening. Matanya masih sedikit kabur akibat efek bius, tapi tubuhnya sudah cukup sadar untuk merasakan dinginnya ruangan dan tali kasar yang mengikat pergelangan tangannya.

Dia menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya. Ketakutan itu ada, tapi dia tahu—ibunya akan datang.

Tidak ada yang bisa menghentikan Alessia ketika putrinya dalam bahaya.

Sementara itu, di sebuah gudang kosong di pinggiran kota, Alessia dan Ziad berdiri di depan peta besar yang menampilkan struktur markas musuh. Mereka sudah melacak lokasi Alice, dan kini hanya ada satu hal yang harus mereka lakukan: mengambilnya kembali dengan cara mereka sendiri.

“Berapa banyak orang yang mereka punya?” tanya Alessia, matanya tajam menatap layar tablet yang dipegang Ziad.

“Sekitar tiga puluh orang. Mereka punya penjagaan ketat di gerbang utama, beberapa penembak jitu di atap, dan sistem keamanan canggih di dalamnya,” jawab Ziad. “Mereka tidak tahu kita sudah menemukan tempat ini.”

Senyum dingin terbentuk di wajah Alessia. “Maka kita akan buat mereka menyesal.”

Ziad menatap wanita di sampingnya. Dalam empat tahun terakhir, Alessia memang lebih tenang, lebih lembut karena Alice. Tapi sekarang, dia melihat sisi asli Alessia—sisi yang penuh kebencian, kemarahan, dan haus akan balas dendam.

Dan dia akan membiarkan Alessia melampiaskannya.

Malam itu, langit gelap tanpa bintang. Alessia dan Ziad bergerak seperti bayangan, menyusup melewati penjagaan luar tanpa suara.

Dua pria yang berjaga di pintu gerbang tidak pernah melihat apa yang menyerang mereka—dalam sekejap, Alessia sudah menggorok leher salah satunya, sementara Ziad menusukkan belati ke tenggorokan yang lain. Mereka jatuh tanpa suara.

Mereka masuk.

Di dalam, para musuh baru menyadari ada penyusup ketika Alessia menembakkan pistol peredamnya ke kepala salah satu penjaga. Teriakan peringatan terdengar, dan kekacauan pun dimulai.

Ziad bergerak cepat, melemparkan pisau ke leher seorang pria sebelum mengambil senjatanya. Dia menembak dua musuh lainnya dengan presisi mematikan.

Alessia, di sisi lain, adalah badai kematian yang tidak bisa dihentikan. Tangannya bergerak lincah, menembak, menghindar, dan membantai siapa saja yang menghalanginya. Dia menusuk seorang pria tepat di jantungnya, lalu menggunakan tubuh pria itu sebagai tameng dari tembakan musuh lain sebelum melesat ke arah mereka dengan pisau di tangannya.

Dalam waktu kurang dari lima menit, separuh pasukan musuh sudah terkapar mati.

Alarm berbunyi, dan sisa anak buah musuh mulai panik.

“Jangan biarkan mereka mendekati gadis itu!” salah satu pemimpin berteriak.

Tapi tidak ada yang bisa menghentikan mereka.

Alessia dan Ziad bergerak menuju ruangan tempat Alice disekap. Mereka menghancurkan setiap penghalang di depan mereka, meninggalkan jejak mayat di sepanjang lorong.

Di dalam ruangan, Alice bisa mendengar suara pertempuran. Hatinya berdebar.

Ibunya datang.

Pintu besi besar yang mengurung Alice akhirnya dihancurkan dengan ledakan kecil yang disiapkan Ziad. Alice menyipitkan mata karena debu yang berterbangan, dan ketika sosok yang sangat dikenalnya muncul dari balik asap, air mata menggenang di matanya.

“Mom…” suaranya nyaris tak terdengar.

Alessia menatap putrinya yang terikat dengan ekspresi dingin. Tapi saat dia mendekat dan melepaskan ikatan di pergelangan tangan Alice, genggamannya begitu lembut.

“Kau baik-baik saja?”

Alice mengangguk. “Aku tahu kau akan datang.”

Alessia mengusap pipi Alice dengan ibu jarinya sebelum berdiri, berbalik menghadap pintu di mana suara langkah kaki mulai mendekat.

“Bawa dia keluar dari sini,” perintah Alessia pada Ziad.

Ziad menatapnya tajam. “Jangan terlalu lama.”

Alessia hanya tersenyum miring sebelum berjalan keluar dari ruangan itu.

Dan saat itulah neraka dimulai.

Musuh terakhir mereka, pemimpin dari kelompok ini, menatap Alessia dengan penuh kebencian.

“Kau membunuh keluargaku…” pria itu mendesis. “Aku hanya ingin kau merasakan kehilangan yang sama!”

Alessia mendongak, ekspresinya benar-benar tak tergoyahkan.

“Kau sudah membuat kesalahan besar,” katanya pelan. “Kau seharusnya membunuhku, bukan menculik putriku.”

Tanpa memberi pria itu kesempatan untuk bicara lagi, Alessia menarik pelatuknya.

Satu tembakan.

Satu peluru menembus tengkorak pria itu.

Pertempuran telah usai.

Di luar markas, Ziad dan Alice menunggu Alessia yang berjalan mendekat dengan langkah tenang.

“Apa kau menyelesaikannya?” tanya Ziad.

Alessia hanya mengangguk. Alice, yang berdiri di antara mereka, menggenggam tangan ibunya dengan erat.

“Terima kasih sudah datang,” gumam Alice.

Alessia menatap putrinya, dan untuk pertama kalinya malam itu, senyum lembut muncul di wajahnya.

“Aku akan selalu datang untukmu.”

1
Shai'er
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Shai'er
itulah kekuatan cinta❤😘
Shai'er
akhirnya 🥳🥳🥳🥳🥳🥳
Shai'er
tak kenal lelah 💪💪💪
Shai'er
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Shai'er
💪💪💪💪💪💪💪💪
Shai'er
💪💪💪💪💪
Shai'er
🤣🤣🤣🤣🤣
Shai'er
🥰🥰🥰🥰🥰
Shai'er
👍👍👍👍👍👍
Shai'er
🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧
Shai'er
😭😭😭😭😭
Shai'er
😮‍💨😮‍💨😮‍💨😮‍💨😮‍💨
Shai'er
🤧🤧🤧🤧🤧
Widayati Widayati
aduh knp imut bgini. 🥰
Shai'er
udah bisa jalan kah🤔🤔🤔
Shai'er
pandang pandangan 🤧🤧🤧
Shai'er
🥺🥺🥺🥺🥺
Shai'er
👍👍👍👍👍
Shai'er
memasang perangkap untuk menyatukan orang tua 💪💪💪💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!