Di tengah hujan deras yang mengguyur jalanan kota, Kinanti menemukan seorang anak kecil yang tersesat. Dengan tubuhnya yang menggigil kedinginan, anak itu tampak sangat membutuhkan bantuan. Tak lama kemudian, ayah dari anak itu muncul dan berterima kasih atas pertolongan yang ia berikan.
Meskipun pertemuan itu sederhana, tidak ada yang tahu bahwa itu adalah awal dari sebuah kisah yang akan mengubah hidup mereka berdua. Sebuah pertemuan yang membawa cinta dan harapan baru, yang muncul di tengah kesulitan yang mereka hadapi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rhtlun_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29
Setelah Julian menjelaskan kepada Kenzo bahwa Kinanti hanya kelilipan, Kenzo beralih menatap Kinanti dengan wajah khawatir dan bertanya, "Mama Kinanti tidak apa-apa?" Kinanti tersenyum lembut dan menjawab sambil menahan tawanya, "Aku tidak apa-apa, Kenzo. Terima kasih sudah bertanya."
Melihat interaksi yang hangat itu, Julian bertanya kepada Kenzo, "Kenzo, besok kamu sekolah, kan?" Kenzo menggeleng dan menjawab dengan antusias, "Besok hari Minggu, Daddy. Jadi, sekolah libur!"
Julian tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, bagaimana kalau besok kita piknik di taman? Kita bisa menghabiskan waktu bersama." Kenzo langsung mengangguk dengan semangat, "Yey, Aku mau piknik Daddy!"
Julian pun menambahkan, "Kalau begitu, Kenzo harus tidur sekarang agar besok bisa bangun lebih awal." Kenzo patuh dan mengangguk, "Baik, Daddy. Aku akan tidur sekarang."
Kinanti kemudian berkata kepada Julian, "Aku akan menemani Kenzo tidur di kamarnya malam ini." Julian mengangguk setuju dan berkata, "Baiklah, Kinanti. Terima kasih sudah menemani Kenzo."
Namun, sebelum Julian meninggalkan kamar, ia mendekat dan berbisik kepada Kinanti, "Andai saja kamu sudah menjadi istriku, kita akan tidur bersama setiap malam dan mungkin juga kita bisa membuat adik untuk Kenzo."
Mendengar ucapan Julian, wajah Kinanti langsung memerah. Pipi Kinanti terasa panas dan ia merasa sangat malu. Dengan cepat, ia mendorong Julian pelan dan berkata, "Julian, pergi sekarang. Kenzo harus tidur." Julian tersenyum nakal dan melangkah keluar dari kamar, meninggalkan Kinanti yang masih berusaha menenangkan detak jantungnya.
Setelah Julian pergi, Kinanti berusaha fokus pada Kenzo yang sudah bersiap untuk tidur. Ia membantu Kenzo naik ke tempat tidur dan menyelimuti tubuh kecilnya dengan lembut. "Selamat malam, Kenzo." Ucap Kinanti sambil membelai lembut rambut Kenzo.
Kenzo yang sudah setengah mengantuk menjawab, "Selamat malam, Mama Kinanti. Aku sayang Mama."
Kinanti tersenyum bahagia mendengar ucapan Kenzo. "Aku juga sayang Kenzo." Jawabnya lembut. Ia duduk di samping tempat tidur, menunggu hingga Kenzo benar-benar terlelap sebelum akhirnya berbaring di sofa kecil di sudut kamar untuk beristirahat.
Di tengah keheningan malam, Kinanti merenungkan apa yang terjadi tadi. Perasaan hangat memenuhi hatinya, Kinanti memikirkan kembali momen-momen bersama Julian dan Kenzo. Kata-kata Julian masih terngiang di telinganya, membuat pipinya kembali memerah. Ia membayangkan kehidupan sebagai istri Julian dan ibu dari Kenzo. Membayangkan keluarga kecil yang bahagia membuat senyum terukir di wajahnya. Ia merasa beruntung memiliki Julian dan Kenzo dalam hidupnya.
Dengan pikiran yang dipenuhi kebahagiaan dan harapan, Kinanti akhirnya terlelap, menantikan hari esok yang akan ia habiskan bersama orang-orang yang ia cintai.
****
Pagi yang dinanti-nantikan akhirnya tiba. Suasana cerah menyelimuti rumah Julian. Semua orang, termasuk Marta dan Adam, turun ke meja makan dengan semangat yang terpancar di wajah mereka. Meja makan telah dipenuhi aroma sarapan yang lezat. Julian, yang tampak lebih rapi dari biasanya, menjadi pusat perhatian.
Marta menatap putranya dengan penuh arti. "Julian, kenapa pagi ini kamu begitu rapi?" Tanyanya dengan nada lembut namun penuh penasaran.
Julian tersenyum dan menjawab, "Aku berencana mengajak Kenzo ke taman. Kami ingin menikmati hari bersama."
Marta mengangguk setuju, meski tatapannya beralih sejenak ke arah Kinanti. Ada sesuatu dalam pandangan Marta yang seolah menyiratkan bahwa ia memahami lebih dari sekadar rencana piknik biasa. Namun, ia tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum tipis dan kembali melanjutkan sarapan.
Setelah berpamitan dengan keluarganya, Julian, Kinanti, dan Kenzo bergegas menuju taman. Kinanti dengan cermat memastikan semua perlengkapan piknik telah mereka bawa. Sesampainya di taman, suasana ramai dengan suara tawa anak-anak yang berlarian ke sana kemari. Kenzo tampak sangat bersemangat, matanya berbinar-binar melihat banyak anak seusianya bermain di sana.
Kinanti menggelar tikar piknik di bawah pohon rindang, tempat yang nyaman untuk mereka duduki. Sementara itu, Kenzo tidak sabar untuk bergabung dengan anak-anak lainnya. Ia berlari kesana-kemari, menikmati kebebasan di taman yang luas. Julian dan Kinanti memperingatkan dengan lembut, "Kenzo, jangan terlalu jauh, Sayang! Tetap dekat dengan kami."
Kenzo melambaikan tangan, tanda bahwa ia mendengar dan akan menurut.
Di tengah suasana santai itu, Julian menatap Kinanti dengan penuh harap. "Aku ingin momen-momen seperti ini terus terjadi. Rasanya damai sekali. Aku benar-benar berharap Mama akan merestui hubungan kita." Ungkapnya dengan nada serius.
Kinanti menatap Julian sejenak sebelum mengangguk pelan. "Semoga..." Jawabnya singkat, namun dalam hatinya ia juga berharap yang sama. Mereka berbagi senyum penuh pengertian, menyadari bahwa kebahagiaan ini adalah sesuatu yang ingin mereka pertahankan.
Di sela-sela tawa dan kebahagiaan, Kenzo yang tengah berlarian di sekitar taman dihampiri oleh seorang anak perempuan. Anak itu tersenyum ramah dan mengajak Kenzo berkenalan. "Hai, namaku Karin. Siapa namamu?" Tanya anak perempuan itu dengan ceria.
Kenzo, yang selalu sopan, menjawab dengan antusias, "Aku Kenzo. Senang berkenalan denganmu, Karin."
Karin kemudian bertanya, "Kamu datang ke sini bersama siapa?"
Kenzo dengan bangga menjawab, "Aku datang bersama Daddy dan Mama." Ia menunjuk ke arah Julian dan Kinanti yang sedang duduk di tikar piknik.
Karin tersenyum mendengar jawaban Kenzo. "Aku juga datang bersama Mama dan Papa." Katanya.
Kenzo yang merasa senang dengan percakapan singkat itu mengajak Karin untuk bergabung dengan mereka. "Ayo, kita bergabung bersama Daddy dan Mama."
Namun, Karin tiba-tiba menggeleng pelan. "Maaf, Kenzo. Aku harus pergi. Mamaku memanggilku."
Kenzo tampak sedikit kecewa, namun ia mengangguk mengerti. "Baiklah, sampai jumpa, Karin."
Setelah Karin pergi, Kenzo berjalan kembali ke arah Kinanti dan Julian yang duduk santai di tikar piknik. Wajahnya tampak sedikit bingung, meskipun ia tetap ceria. Ia duduk di samping Kinanti dan mulai bercerita.
"Mama, tadi ada anak perempuan seusia Kenzo. Namanya Karin." Ujar Kenzo sambil memandang Kinanti dan Julian bergantian. "Dia mengajak Kenzo berkenalan. Tapi waktu Kenzo ajak dia bergabung bersama kita, dia malah pergi. Kenapa ya, Mama?"
Kinanti tersenyum lembut mendengar cerita Kenzo. Ia meraih tangan Kenzo dan menggenggamnya erat. "Mungkin Karin harus pergi karena ibunya memanggilnya. Terkadang, orang lain punya urusan yang harus mereka selesaikan." Jawab Kinanti dengan suara lembut dan penuh pengertian.
"Tapi Kenzo ingin dia bermain bersama kita." Ujar Kenzo dengan nada sedikit kecewa.
Julian yang duduk di sampingnya menepuk punggung Kenzo dengan lembut. "Tidak apa-apa, Sayang. Mungkin lain kali kamu bisa bermain lagi dengan Karin. Yang penting, kamu sudah berkenalan dan bersikap ramah. Itu adalah hal yang baik."
Kinanti mengangguk, menambahkan, "Iya, Kenzo. Aku senang kamu mau berteman dengan Karin. Tapi kita harus mengerti kalau kadang-kadang teman baru punya hal lain yang harus mereka lakukan. Yang penting, kamu tetap bersikap baik dan ramah. Itu yang paling penting."
Kenzo menatap Kinanti dengan mata yang berbinar. "Kenzo mengerti, Mama. Lain kali kalau ketemu Karin lagi, Kenzo akan mengajaknya bermain lagi."
Kinanti tersenyum bangga mendengar jawaban Kenzo. "Itu sikap yang baik, Kenzo. Aku yakin kamu akan punya banyak teman karena kebaikan hati kamu."
Julian mengacak-acak rambut Kenzo dengan penuh kasih sayang. "Anak Daddy memang pintar. Sekarang, bagaimana kalau kita lanjutkan piknik ini? Kamu masih mau makan sesuatu?"
Kenzo mengangguk antusias. "Mau, Daddy! Kenzo mau makan kue yang Mama bawa."
Mereka bertiga melanjutkan piknik dengan suasana hati yang ceria. Meskipun Karin pergi, Kenzo tetap merasa bahagia bisa menghabiskan waktu bersama Kinanti dan Julian. Mereka bercanda, makan bersama, dan menikmati kehangatan keluarga di bawah sinar matahari yang lembut.