Cintaku Luar Biasa

“Ar-di.”

Demi apa Rumi tidak menduga akan bertemu dengan Ardi, meski kemungkinan itu ada. Ia tahu Ardi mutasi ke kantor pusat dan sudah pasti berada di gedung itu. Bahkan ia belum sempat cerita pada suaminya kalau Ardi bekerja di perusahaan tersebut.

Berbeda dengan Ardi yang begitu terkejut mendapati Rumi di hadapannya. Dua jam lalu Mela menghubungi dan menyampaikan keberadaan gadis itu di Jakarta nyatanya mereka kini bertatapan.

Memastikan kembali kalau yang dia lihat benar Rumi, karena terlihat berbeda. Penampilan Rumi terlihat lebih berkelas dan semakin cantik. ia akui kalau Rumi memang cantik, hanya saja selalu terlihat sederhana dan kali ini cantiknya berkali lipat.

Terprovokasi dengan ucapan Mela kalau Rumi bisa saja melaporkan Ardi dan posisinya terancam, padahal ia membayangkan bisa naik jabatan. Keinginannya bisa menjadi kepala cabang atau direktur. Ardi menatap sekeliling lalu menghampiri Rumi dan menarik tangannya.

“Ikut aku!”

“Tidak mau, lepaskan!” Rumi berusaha menghempaskan tangan Ardi, tapi tidak berhasil. Bahkan berusaha melangkah setengah berlari mengikuti Ardi menuju basement.

“Lepas atau aku teriak,” ancam Rumi dan Ardi pun menghempaskan tangan Rumi dan paper bag berisi makan siang untuk Kaisar jatuh dan makanan pun tumpah. “Aku sudah coba memaafkan kalian, tapi lihat ini.” Rumi menunjuk makanan yang berserakan. “Sepertinya kesabaranku ada batasnya.”

Rasa lapar karena harus melewatkan sarapan membuat Ardi makan siang lebih awal, berada di lobby ia malah mendapati Rumi di sana.

“Kamu sudah gila, ngapain ke sini? Kita sudah berakhir,” tutur Ardi kembali menatap sekeliling memastikan apa yang dia katakan tidak ada yang mendengar. “Aku tidak butuh makanan itu. Sebaiknya kamu pergi dan jangan pernah muncul dihadapanku.”

Rumi tertawa dan menatap sinis mendengar ucapan Ardi. Sepertinya pria itu salah paham dan terlalu percaya diri dengan kehadirannya di sana.

“Apa aku tidak salah dengar?” tanya Rumi lalu kembali tertawa. “Kamu terlalu percaya diri.”

“Kamu yang terlalu percaya diri. Apa lupa dengan email yang aku kirim? Keberadaanku di sini karena prestasi dan kamu tidak pantas mendampingi aku, Rumi. Harus dengan bahasa apa aku mengatakannya agar kamu paham.” Ardi menatap Rumi dari kepala sampai kaki. “Memang sekarang kamu … ya lebih cantik, tapi aku tidak tertarik. Sampai kamu muncul lagi dan mengadu macam-macam apalagi berimbas pada posisiku, jangan salahkan kalau aku bersikap kasar.”

Selesai bicara, Ardi langsung meninggalkan Rumi.

“Kalaupun aku belum menikah, tidak mungkin aku kemari mencari dia.”

Rumi menatap makanan yang akhirnya terbuang percuma. Ia memasukan kembali ke dalam paper bag dan berakhir di tempat sampah. Ucapan Ardi yang menghina dan merendahkannya cukup mengena, tanpa terasa air mata luruh.

Khawatir ada yang melihatnya menangis dan tidak mungkin ia menemui Kaisar dalam keadaan seperti itu. Rumi bersembunyi dan bersandar pada salah satu pilar.

“Kenapa aku cengeng begini.” Rumi sudah berjanji tidak akan lagi bersedih karena ulah Ardi dan Mela. Namun, Ardi sukses menyulut emosinya lagi dengan hinaan yang sama.

Tanpa disadari ada yang menyaksikan interaksi Rumi dan Ardi sejak tadi. Berada dalam sebuah mobil tidak jauh dari posisi Rumi bahkan terlihat jelas kalau gadis itu sedang menangis.

“Sudah kamu foto?”

“Sudah pak.”

“Hm, kirim padaku.”

Johan dan asistennya berada dalam mobil. Berniat akan pergi karena ada janji dengan rekanan bisnis,  tapi melihat seorang pria menarik paksa seorang wanita ke basement di mana dia berada membuatnya penasaran. Khawatir ingin melakukan kejahatan, nyatanya dia mengenal wanita itu.  

Mengeluarkan ponsel dan sakunya, Johan menghubungi seseorang.

“Dimana kamu?”

“Di kantor, baru selesai briefing. Kenapa Om?”

“Rumi, apa kalian ada janji?” tanya Johan lagi.

“Iya dong, namanya juga pengantin baru. Aku minta dia kemari untuk makan siang. Kenapa?”

“Cepat turun dan langsung ke basement,” titah Johan.

“Ke basement, untuk ….”

“Cepat, aku harus berangkat.” Johan bertitah lalu mengakhiri panggilan telepon. Tidak ingin terjadi sesuatu pada Rumi, ia harus pastikan Kaisar datang.

Sedangkan di tempat berbeda, Kaisar mengernyitkan dahi mendengar perintah Johan. Lalu beranjak meninggalkan ruangan. Dalam lift dia menyadari kalau ada pesan dan panggilan tidak terjawab dari istrinya. Saat briefing dengan salah satu tim, ponsel tertinggal di meja kerjanya.

“Rumi, naik taksi,” gumamnya.

Apa mungkin ada hubungan Rumi dengan perintah Johan. Kaisar berharap lift yang digunakan bisa melesat lebih cepat. Perasaannya tidak enak, mungkin saja Rumi sedang kesulitan atau membutuhkannya.

“Astaga, lambatnya.”

Ada pesan masuk dari Johan, berisi beberapa foto. Semakin bertanya-tanya mendapati interaksi Rumi di foto tersebut.

“Ardi,” gumam Kaisar. Meski bingung, tapi Kaisar kesal melihat Ardi memegang lengan Rumi. foto lainnya Rumi menunduk membereskan makanan yang berantakan juga sedang menangis.

Pesan berikutnya masih dari Johan.

Om Jo : Jangan langsung diinterview, aku yakin Rumi tidak bersalah

Saat pintu lift terbuka ia melangkah cepat menuju basement. Mencari pilar di mana Rumi berada dan ….

“Rumi,” panggilnya.

Rumi yang sedang mengusap pipinya dengan tisu menoleh dan terkejut Kaisar mendapatkannya di sana.

“Mas ….”

Mengingat pesan dari Johan, Kaisar bersikap seolah tidak tahu apapun.

“Sudah datang kok nggak ngabarin, ayo.”  Gegas ia merangkul istrinya dan melirik ke arah mobil yang perlahan meninggalkan basement.

“Mas, aku mau ke toilet,” pinta Rumi.

Kaisar menunjukkan toilet yang berada tidak jauh dari lift. Sambil menunggu dia menghubungi seseorang.

“Ada yang harus kalian lakukan. Cari tahu detail orang ini, aku kirim data dan fotonya. Berikan kabar secepatnya!”

\=\=\=\=\=\=

Author : bersambung ....

kaisar : halah