Demi menghindari bui, Haira memilih menikah dengan Mirza Asil Glora, pria yang sangat kejam.
Haira pikir itu jalan yang bisa memulihkan keadaan. Namun ia salah, bahkan menjadi istri dan tinggal di rumah Mirza bak neraka dan lebih menyakitkan daripada penjara yang ditakuti.
Haira harus menerima siksaan yang bertubi-tubi. Tak hanya fisik, jiwanya ikut terguncang dengan perlakuan Mirza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan kakak
Mirza duduk di balkon sambil menyesap rokok. Hatinya terus meraba pada kesalahan yang pernah dilakukan pada Haira. Pandangannya menembus kegelapan hingga bisa menikmati gemerlap lampu di tengah kota. Bintang yang memancarkan cahaya menggambarkan hatinya saat ini. Mengubur dalam luka lama saat kehilangan seseorang yang dicintai, dan kini menemukan orang yang lama dicari.
Pertemuannya dengan Haira membuka lembaran baru dalam hidupnya. Tujuh tahun Mirza hanya dibayangi rasa bersalah, dan semua itu kini pudar. Berjanji akan menebus semua dosa yang pernah dilakukannya.
Saat dia sibuk bergelut dengan otaknya, tiba-tiba bayangan hitam dari arah belakang membuat Mirza terkejut. Ia langsung menoleh ke arah sumber tersebut.
"Kamu di sini?" Suara serak Haira menyapa dengan lembut. Matanya masih nampak sembab dan memerah membuat Mirza gelisah, takut jika Haira terus tenggelam dalam kesedihan.
"Kamu sudah bangun?" tanya Mirza balik. Menuntun Haira lalu mendudukkan di pangkuannya.
"Aku nggak bisa tidur kalau nggak ada Kemal." Haira menyandarkan kepalanya di dada bidang Mirza. Mendengus-dengus kan hidungnya tepat di mulut pria itu.
"Kamu merokok?" tanya Haira menatap manik mata biru yang nampak sendu itu. Lalu mengambil bungkusnya yang ada di meja. Ada dua puntung rokok di asbak. Itu artinya Mirza menghabiskan dua batang selama dirinya tertidur.
"Jarang sih, kalau lagi stres saja."
Mirza memeluk tubuh Haira lalu mencium bahunya. Setelah tadi ia mendengar keluh kesah sang istri, kini gilirannya yang ingin menuangkan isi hatinya selama ini.
"Tujuh tahun aku mencarimu. Sejak kamu pergi dari rumah, hidupku terasa hampa. Rumah sangat sepi. Aku selalu menangis setiap kali masuk ke kamarmu. Aku memang bodoh dan tidak bersyukur bisa menikahi kamu. Aku terlalu naif untuk mengakui perasaanku padamu."
Haira menggenggam tangan Mirza yang melingkar di perutnya.
"Apa kamu ingin mendengarkan saat Nona Lunara tertabrak?"
"Tidak," jawab Mirza cepat.
Sedikit pun tidak ingin mengungkit kejadian yang sudah lama. Baginya saat ini hanya Haira dan Kemal. Orang-orang yang terpenting dalam hidupnya.
"Tapi kamu harus dengar, setidaknya tahu kenapa dia sampai tertabrak."
Haira mendekatkan bibirnya di leher Mirza. Mencium aroma parfum yang bercampur asap rokok yang masih melekat dari hembusan napas sang suami.
"Baiklah, aku akan mendengarkannya. Tapi kalau kamu gak bisa, jangan dipaksakan"
Mirza meneguk air yang tinggal sedikit. Satu tangannya tak lepas dari tubuh Haira.
"Malam itu sepertinya nona Lunara sengaja menabrakkan dirinya."
Maksud kamu apa? Begitulah yang ingin Mirza luncurkan, namun suaranya tertahan hingga pria itu hanya mengernyitkan dahi. Ia tak ingin mengingat masa lalu yang kini membawanya pada Haira.
"Dia sengaja berdiri di jalan raya sambil menangis. Waktu itu aku tidak bisa membelokkan motorku karena di samping kiri ada truk besar, sedangkan di samping kanan ada jurang. Aku berteriak memintanya untuk minggir, tapi dia malah berlari ke arahku sebelum aku nge rem."
Haira kembali terisak di pelukan Mirza.
"Gak papa, Sayang. Gak papa, semua ini musibah. Kematian tidak bisa dihindari, hanya jalannya saja yang berbeda. Jangan terus merasa bersalah. Aku percaya, kamu tidak mungkin sengaja mencelakai orang."
"Tapi kamu harus percaya kalau aku tidak sengaja menabrak nya. Dia yang ingin bunuh diri." Haira mengulanginya lagi.
Mirza mendekap tubuh Haira yang bergetar. Menenangkan wanita itu untuk tidak mengingat masa lalu lagi.
"Aku dan Lunara memang tidak berjodoh. Manusia hanya bisa berencana, tapi Tuhan yang menghendaki. Mungkin pertemuan kita salah, tapi aku janji akan menjadi suami yang baik untuk kamu dan Daddy yang baik untuk Kemal. Kita akan hidup bersama dengan keluarga kecil kita."
"Apa kamu yakin tidak dendam padaku lagi?"
Setiap mendengar ucapan Haira yang menyangkut tentang kejadian itu, hati Mirza terasa sakit bak dihujam seribu pisau.
"Tidak, dendam itu sebenarnya sudah hilang setelah aku meminta hakku dengan paksa, tapi aku gengsi untuk mengakuinya. Malu sama kamu yang berhasil membuatku jatuh cinta," ungkap Mirza yang membuat Haira terkekeh.
"Kemal di mana?" tanya Haira teringat dengan putranya yang tak nampak.
"Dia tidur di kamar Aslan. Malam ini kita akan tidur berdua saja."
Setelah pulang dari tambang, Mirza sengaja menyuruh Erkan dan Aslan untuk menjaga putranya. Mengingat keadaan Haira yang masih sangat kacau. Ia tak ingin putranya melihat mommy nya menangis.
Mirza membaringkan tubuhnya. Menarik Haira untuk tetap di sampingnya. Mereka meringkuk di sofa balkon. Udara yang semakin dingin tak menjadi penghalang untuk keduanya terlelap.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Ada siput Za, bangun!"
Meskipun suara itu terdengar nyata, Mirza tetap saja menepisnya dan menganggap itu hanya mimpi. Ia membenamkan wajahnya di rambut Haira yang masih terlelap dalam pelukannya. Tak peduli tangannya yang hampir mati rasa, Mirza tetap tak ingin memindahkan kepala sang istri yang masih menopang di lengannya.
"Kalau kamu gak mau bangun, aku kasih siput di kaki mu." Sebuah ancaman yang tak mungkin Mirza abaikan. Bulu halusnya merinding mendengar nama hewan yang menjijikkan itu.
Eh, ini kayaknya nyata, tapi aku kan di Indonesia, nggak mungkin kak Deniz ke sini, jangan-jangan ini ulah Aslan.
Merasa terusik, terpaksa Mirza membuka matanya perlahan. Nampak wajah yang sangat familiar itu tersenyum di depannya.
"Kak Nita, Kak Deniz." Menyapa dengan suara lirih. Mendaratkan jari telunjuknya di bibir. Memberi isyarat pada kedua kakaknya untuk tidak bersuara keras.
"Aku tunggu di kamar sebelah, dan ceritakan semuanya apa yang kamu lakukan pada perempuan ini," ucap Nita ketus. Menatap wajah cantik Haira.
"Baik, Kak," jawab Mirza pelan.
Setelah kedua punggung kakaknya menghilang, Mirza mengusap lembut tangan Haira yang masih sangat tenang.
"Sayang bangun, sudah pagi," ucap Mirza dengan lembut. Merapikan rambut Haira yang menutupi pipi. Meskipun tempat itu sempit, Mirza tetap merasa nyaman berada di dekat orang yang dicintai.
Haira mengubah posisinya. Sadar dengan tubuh Mirza yang ada di sisinya. Ia bangun lebih dulu.
"Semalam kita tidur di sini?" tanya Haira mengucek matanya. Mengembalikan nyawanya yang tercecer.
Membantu Mirza duduk lalu memijat tangan pria itu.
"Pasti kram, aku minta maaf." Merasa bersalah karena sudah menggunakan tangan Mirza sebagai bantal dalam kurun waktu yang lama.
"Nggak papa, sekarang kita mandi dulu, aku akan mengenalkan kamu pada seseorang," ucap Mirza meraih tangan Haira dan mengajaknya masuk.
"Siapa?" tanya Haira penasaran, mengikuti langkah Mirza menuju kamar mandi.
"Nanti kamu juga tahu, dia keluargaku," jawab Mirza, membantu Haira mengikat rambut dan mengambil handuk.
Memangnya Mirza memiliki keluarga selain Arini?
Haira hanya bisa menerka-nerka, siapa sosok yang dimaksud Mirza.
Bagaimana kalau mereka juga dendam padaku atas kematian Lunara?
𝚑𝚎𝚕𝚕𝚘 𝚐𝚊𝚗𝚝𝚎𝚗𝚐 𝚜𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚔𝚗𝚕 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚊𝚞𝚗𝚝𝚢 𝚊𝚗𝚐𝚎𝚕𝚊 🤣🤣