Suami Di Alam Mimpi

 Kailash masih dalam keterkejutannya. Aji Ratuna paham jika wajar saja keponakannya itu bereaksi heran sebab kisahnya terjadi ketika Kailash masih kecil.

"Saat itu kamu masih kecil Kailash, tepatnya saat kamu hilang di dunia manusia. Kakek buyut Widuri menemukan kamu, dan saat utu saya dan kedua orang tuamu mencari mu. Sejak Kakek buyut Widuri menemukanmu, kami selalu bertemu sekedar bercerita. Tapi sayangnya, aku jatuh cinta padanya. Sama seperti kamu jatuh cinta ke Widuri. Hingga ..

Kailash menanti lanjutan cerita Aji Ratuna. Namun, suara tangis bayinya terdengar berdengung di telinganya. Kailash langsung berdiri dari tempat duduknya.

"Aji, maaf, saya harus pamit, anak-anakku sedang mencari ku," ucapnya.

Aji Ratuna tersenyum. "Pergilah, anak-anakmu itu bergantung padamu, Widuri pasti kesulitan menanganinya."

Tanpa membuang waktu lama, Kailash naik ke kereta kudanya. Kereta kuda itu melesat bak anak panah yang melesat.

Di rumah, Kaluna, Widuri, Areta, dan Ina sedang menenangkan ke empat bayi yang menangis bersamaan. Kaluna sedari tadi menggendong Sanjana, Areta menggendong Nadaya, Ina menggendong Serana, sedang Widuri menyusui si bungsu, Andromeda.

"Anak-anakmu mencari ayahnya, entah apa yang ayahnya lakukan di luar sana, ck," gerutu Areta.

Kaluna geleng-geleng kepala mendengar omelan putrinya. Areta memang sedikit pening jika mendengar tangisan bayi, untung saja para bayi lucu itu adalah keponakannya sendiri. Jika bukan, maka Areta akan gila mendengarnya.

"Andromeda sudah tidur, Bu." Widuri berucap dengan suara rendah.

Si bungsu ia letakkan di ranjang bayi. Widuri mengusap pelan kepala Andromeda, rambut putranya sangat lebat, sama seperti Kailash.

Widuri menghampiri Areta dan Ina, "Sini saja, Kak. Aku ingin menyusui Nadaya dan Serena. Kalau Sanjana dia itu anak nenek, bisanya dot saja, hehehe .."

"Baiklah, Nadaya menyusulah ke ibumu, setelah diam, Bibi akan kembali lagi, oke?!"

Widuri terkekeh. Ada saja tingkah kakak iparnya itu. Nadaya dan Serena begitu kuat menyusu, terdengar keduanya sangat kehausan karena sejak tadi Andromeda yang menguasai Ibunya.

"Maaf sayang, ya.. Adek sedikit nakal," ucap Widuri pada kedua putrinya.

Kaluna memperhatikan menantunya yang sangat telaten menjadi Ibu. Senyum merekah tak pernah lepas dari wajah menantunya. Tampak jelas jika Widuri sangat bahagia dengan perubahan hidupnya. Namun sayang, kebahagiaan itu nantinya akan terhalang oleh perbedaan.

'Kami beruntung bisa mendapatkan menantu seperti kamu, Widuri. Andai saja kau bisa tinggal selamanya dengan kami, aku janji akan menjadi mertua terbaik untukmu,' ucap Kaluna dalam hati.

Sanjana sudah tertidur pulas. Dia masih bayi, tapi sudah mampu mengalah untuk ketiga adiknya. Sanjana paling anteng diantara ketiga adiknya. Sesekali rewel jika suara tangis Andromeda mengusik tidurnya.

"Sanjana sudah tidur, Ibu letakkan di ranjang saja ya, biar nanti kamu sempat membelainya, kasihan Sanjana, dia sering mengalah," ujar Kaluna yang sedang menahan gelak tawa.

Pintu terbuka, ada Kailash nampak dibaliknya. Raut wajahnya kembali ceria, berbeda ketika berada di rumah Aji Ratuna.

"Tadi mereka menangis mencariku," ucapnya menebak.

"Jangan mengeraskan suaramu, Andromeda akan membisingkan galaksi nanti," ketus Aleta yang nongol setengah badan di pintu.

"Kalau begitu kakak tidak perlu masuk."

Kailash menghampiri Sanjana yang tidur di ranjang. Kaluna dan Ina pamit keluar. Hanya tersisa keluarga kecil yang saling melempar pandangan mesra.

"Kamu dari mana, sayang?"

Kailash yang tidak mau merusak suasana bahagia terpaksa berbohong.

"Aku pergi karena di panggil, ada yang memanggilku. Hanya masalah kecil," jawabnya.

Widuri yang dasarnya wanita yang pengertian memahami. Suaminya adalah jin yang tentu banyak urusan yang diluar nalar manusia. Wajar saja jika Kailash pergi dan datang sesuka hati.

"Aku sangat bahagia Kailash, aku sangat-sangat bahagia," ucapnya.

Nadaya dan Serena di baringkan di ranjang bayi. Widuri menghampiri Kailash yang berbaring di ranjang memeluk Sanjana.

"Benarkah kau sangat bahagia?" tanya Kailash.

"Aku sangat bahagia. Melihat anak-anak kita yang lucu dan aktif menangis membuatku tidak tega bila harus meninggalkan mereka."

Kailash hanya mengangguk-angguk. Dia takut menanggapi ungkapan hati istrinya.

"Kailash, aku ingin tinggal bersama kalian disini," ucap Widuri mengejutkan Kailash.

Kailash yang terkejut gegas memindahkan Sanjana ke ranjang bayi. Setelah memastikan tidur putrinya tidka terganggu, Kailash kembali naik ke ranjang, mendekati istrinya yang sudah menunggu respon.

"Kau memutuskan hal itu?"

Widuri mengangguk. Meraih tangan Kailash untuk di genggam.

"Aku tidak ingin jadi istri yang jahat dan Ibu yang jahat. Di Alam ini, ada suamiku, dan ke empat anakku yang masih bayi, tega kah aku meninggalkan kalian hanya demi meraih kesenanganku di alamku sendiri? aku pikir, jiak di alam manusia, aku tidak bisa tidur dan makan memikirkan kalian disini," jelasnya.

Entah kenapa Kailash belum siap menerima permintaan Widuri. Ada banyak yang harus Kailash jelaskan jika Widuri memutuskan untuk menetap di alam jin.

"Sayang, aku memutuskan untuk membina di rumah tangga kita disini. Setelah anak-anak besar, kita tinggal di rumah kamu yang sebagai hadiah pernikahan, benar kan, Sayang?"

Widuri sudah berangan-angan, betapa bahagianya ia menjadi ibu rumah tangga, mengurus suami dan empat bayi, tentu rumah mereka akan terus dihiasi kebahagian oleh tingkah lucu si kembar empat.

"Tapi, apakah kamu tahu resikonya, sayang? manusia ke alam jin itu banyak resikonya, sama halnya dengan jin ke dunia manusia, energi kami terkadang terkuras," ujarnya.

Widuri mengerutkan alis. Dia dapat melihat jiak suaminya masih tidak memercayainya.

"Aku serius dengan keputusanku. Aku akan tinggal bersama kalian disini. Apapun resikonya. Hmm, kalau boleh tahu, apa resiko yang kamu maksud?"

Kailash mengajak Widuri untuk berbaring. Ia berusaha agar istrinya lebih rileks mendengarnya. Widuri membenamkan wajah di dada bidang suaminya. Aroma wangi Eucalyptus mengisi indera penciumannya.

"Aku sangat menyukai aroma mu.Apakah jika aku tinggal disini, aroma ku juga akan seperti ini?"

"Tentu, Sayang. Aroma ini khas jin yang golongan kami."

Kailash membelai-belai rambut panjang Widuri. Rambut yang dulu hanya bisa ia cium sembunyi-bunyu ketika Widuri sedang tertidur lelap.

"Mengenai pertanyaan mu tadi tentang resiko yang harus kamu alami," katanya yang tersendat.

Widuri menanti penjelasan. Wajah polos itu bak seorang meminta jawaban ujian dari sang guru.

"Jika kamu memilih hidup disini, akan ada banyak masalah yang muncul di alam mu. Keluargamu akan menderita karena keputusan mu ini. Kamu akan dicemooh bertahun-tahun lamanya, dan akan menyakiti perasaan Ibumu."

Widuri tidak paham. Suaranya sedikit ditinggikan karena penjelasan Kailash seolah memberikan arahan agar tidak menetap di alam jin.

"Kenapa mereka yang menderita? apa salah mereka dengan keputusanku? bukankah setiap manusia bisa menentukan jalan hidupnya? bukankah kita ditakdirkan bersama?"

"Tapi ada takdir yang sulit di ubah Widuri. Jika memutuskan untuk tinggal disini, kamu akan menjadi gila di dunia mu sampai ajalmu menjemput. Usia mu sekarang baru sembilan belas tahun, pikirkan jika kamu mulai menjalani peran itu. Berpuluh-puluh tahun ragamu akan menderita di alam manusia, kamu akan di cemooh dan di ejek orang lain. Keluargamu tidak akan luput dari ejekan juga. Mereka akan sedih, kamu akan membebani mereka merawat kamu," tutur Kailash. Setiap kalimat ada penekanan dna kesedihan secara bersamaan.