"Jamunya Mas," Suara merdu mendayu berjalan lenggak lenggok menawarkan Jamu yang Ia gendong setiap pagi. "Halo Sayang, biasa ya! Buat Mas. Jamu Kuat!" "Eits, Mr, Abang juga dong! Udah ga sabar nih! Jamunya satu ya!" "Marni Sayang, jadi Istri Aa aja ya Neng! Ga usah jualan jamu lagi!" Marni hanya membalas dengan senyuman setiap ratuan dan gombalan para pelanggannya yang setiap hari tak pernah absen menunggu kedatangan dirinya. "Ini, jamunya Mas, Abang, Aa, diminum cepet! Selagi hangat!" Tak lupa senyuman manis Marni yang menggoda membuat setiap pelanggannya yang mayoritas kaum berjakun dibuat meriang atas bawah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pamit
"Jadi Kamu mau pindah bukan karena kejadian kemaren Mar?" Si Pemilik Kontrakan petakan yang selama ini Marni sewa memastikan bahwa kepindahan Marni bukan karena kejadian dilabrak oleh Istri dan Adik Joko.
"Bukan Bu. Saya mau jualan dipasar. Jadi biar sekalian tinggal disana." Marni sebetulnya malas menjelaskan. Toh apapun yang Marni katakan seperti angin lalu.
Warga sekitar petakan tempat Marni tinggal sudah terlanjur memiliki stigma negatif sebab kejadian kemarin.
"Ya sudah kalau begitu. Sudah Kamu rapikan lagi kan? Saya ga mau loh banyak sampah dan kotor. Soalnya sering banget yang ngontrak kalo pindah ninggalin sampah dan barang-barang rongsokan. Saya juga yang capek."
"Ibu bisa cek sendiri. Kalau memang masih ada sampah tinggal kasih tahu Saya. Saya yang buang." Marni menyerahkan kunci rumah dan kartu token listrik kepada sang Pemilik.
"Oh ya, itu tokennya ga bunyi kan Kamu tinggalin?"
"Enggak Bu. Malah baru Saya isi dua hari lalu. Saya juga ga nunggak kan?" Marni geram kenapa sejak tadi seperti sedang di BAP oleh Polisi padahal semua kewajiban sudah Marni lakukan. Bahkan kepindahan Marni tidak membuat rugi sang Pemilik yang seminggu lalu baru menerima uang sewa dari Marni.
"Ya sudah. Semoga Kamu betah ya ditempat baru. Jangan bikin geger lagi disana. Ga enak, masa baru pindah udah dilabrak Istri orang lagi." Kembali Marni disindir dengan kalimat sarkas yang Marni sendiri sudah masa bodo.
Marni memilih segera pamit. Begitupun dengan tetangga kanan kirinya di rumah petakan.
"Kamu masih keliling jualan Jamu kan Mar?" Salah satu tetangga rumah petakan yang Marni tempati bertanya.
"Belum tahu, lihat nanti saja." Marni malas menceritakan detailnya lebih baik Mereka tahu saat sudah melihat langsung saja.
"Jangan bikin rusuh Mar ditempat baru."
Marni memilih mengabaikan saja, barang-barang yang Marni bawa tak banyak. Marni memilih pindahan dengan becak yang ia sewa.
Meski diiringi tatapan sinis dan menelisik dari mantan tetangganya, Marni tetap menganggukan kepala dan tersenyum saaf melewati Mereka.
"Udah ketahuan malu dia! Makanya pindah!"
"Tapi kemaren bukan begitu ah, Lakiannya korban judol!"
"Mana ada maling ngaku! Kalo ada ya penjara kosong. Sama aja! Mana ada pelakor ngaku."
Marni masih mampu mendengar tudingan miring soal dirinya.
"Sabar Mar! Anggap saja sedang transfer pahala!" Marni menentramkan hatinya sambil menatap jalan dari atas becak yang ia naiki.
Senyum Bude Sri menyambut kedatangan Marni yang baru saja turun dari becak.
"Barang-barangmu sudah semua Ndok dibawa? Disana sudah pamit kan? Tadi Bude minta orang pasangin bohlam. Soalnya bohlamnya pada mati."
Jika tadi Marni dibuat jengkel dengan ucapan dan perlakuan manusia, kini Marni dibuat terharu akan kebaikan Bude Sri.
"Marni ngerepotin Bude terus. Makasi Bude. Udah kasih Marni tempat tinggal sekaligus lapak jualan."
"Wes toh. Mau berapa kali lagi Kamu makasi terus ke Bude. Yuk mending sekarang Bude bantu Kamu beres-beres barang ya."
Marni dengan rasa syukur yang tiada terkira dan menatap wanita paruh baya yang bukan siapa-siapa namun berhati malaikat.
"Kenapa? Kok ngeliatin Bude segitunya?"
Marni menggeleng, "Marni lagi ngeliatin bidadari." Senyum Marni pada Bude Sri.
"La dalah, dimana? Lah Bude ga lihat?" Bude Sri celingak celinguk mencari apakah Marni sedang bercanda atau kenyataan.
"Ini bidadarinya." Marni mengambil kedua tangan Bude Sri dan menciumnya.
Hangat terasa menjalar direlung hati Bude Sri. Ia yang seumur hidup tak punya keturunan, merasakan juga perasaan memiliki anak wedok yang baik seperti Marni.
"Walah, moso bidadari keriput. Mana bau asem begini. Ada-ada saja Kamu Ndok."
"Buat Marni, Bude seperti bidadari. Disaat Marni ga punya siapa-siapa Bude mengangkat Marni dan kini memberikan Marni tempat tinggal yang layak. Marni ga tahu harus dengan apa membalas kebaikan Bude." Kali ini airmata Marni kembali bercucuran.
"Ndok, ini pertolongan dari Gusti Allah. Bude hanya sebagai perantara saja. Wes toh, ini ga selesai nanti. Ayuk beres-beres. Habis itu madang ditempat Bude. Tadi ada yang bawain Bude Jangan Melinjo. Kita makan sama-sama yo."
"Mbah, disaat Marni kesusahan ada Bude Sri teman Mbah yang membantu Marni selalu ingat jasa-jasa Bude Sri ya Mbah." Batin Marni.
"Makan yang banyak Ndok. Ini Telur Dadarnya ditambah. Biar kuat menghadapi hidup. Wes jangan sedih-sedih lagi. Kamu mau mulai jualan kapan Ndok?"
"Hari ini Marni mau buat Jamu, biar besok mau coba buka. Disini mulai rame jam berapa Bude orang kepasar?"
"Ya pasar ngak ada tutupnya Ndok. Tapi saran Bude Kamu buka saja pagi, kalau pagi kan pembeli banyak dan aman juga. Kalau malam riskan. Apalagi Kamu perempuan."
"Benar juga ya Bude. Besok Marni buka sebelum jam 6 bagaimana?"
"Bagus itu sama seperti Bude. Bude pulang Masjid baru buka lapak. Kalo memang mau mulai besok. Ambil bahan-bahan yang Kamu perlu toh. Sekarang enak kurang sedikit deket."
"Iya Nduk. Nanti kalau laris Bude minta pajak deh!" Canda Bude Sri saat melihat Marni kembali terharu dengan sudut matanya mulai menganak sungai.
"Sipp!" Marni memberikan kedua jempolnya sambil tertawa.
"Bude, siapa nih! Boleh kenalanlah!" Seorang Pemuda bisa dibilang keamanan pasar menyapa dengan genit saat melihat Marni keluar bersama Bude Sri dari lapak Bude Sri.
"Ini keponakan Bude. Awas yo macem-macem tak beri!" Bude Sri mengepalkan tangannya kearah keamanan pasar.
"Duh elah si Bude. Kenalinlah punya keponakan cakep begini. Sapa namanya Neng? Abang Udin. Panggil aja Bang Udin. Neng sapa namanya?"
"Wes, nanti juga kenal sendiri. Wes Ndok Kamu balik saja ke lapakmu. Mending siap-siap bikin dagangan."
"Jadi si Neng cantik dagang disini juga? Kalo gitu kudu lapor sama Abang Neng. Biar Abang jagain dari preman-preman pasar."
"Kamu ga takut sama Bojomu toh Din. Tak bilangin ke Leha Kamu ganjen ke ponakanku."
"De ilah si Bude. Kenalan doang. Kan biar enak nagih duit keamanannya. Biar dicatet begitu. Begono Neng!"
"Wes Mar, sana jangan ladenin so Udin. Din Kamu mending pergi sana. Katanya mau nagih yang lain. Nih buat hari ini dua ya, lapak Bude sama Marni."
"Oh jadi Neng cantik namanya Marni. Ok deh! Neng Marni besok Abang Udin dateng lagi ya. Babay!"
"Jangan diladenin ya Ndok. Si Udin emang begitu orangnya. Istrinya Si Leha juga dagang di pasar ini. Tapi si Imas udah tahu kalo Suaminya genit. Jadi Kamu ga usah takut kejadian kemaren bakal keulang."
"Iya Bude. Kalo begitu Marni ke lapak dulu ya. Biar sekalian beres-beres lagi dan mau langsung buat dagangan untuk besok."
"Iya Ndok. Semoga tempat baru, lancar dan banyak rezeki ya buat Kamu."
"Aamiin."