Kiana hanya mencintai Dio selama sembilan tahun lamanya, sejak ia SMA. Ia bahkan rela menjalani pernikahan dengan cinta sepihak selama tiga tahun. Tetap disisi Dio ketika laki-laki itu selalu berlari kepada Rosa, masa lalunya.
Tapi nyatanya, kisah jatuh bangun mencintai sendirian itu akan menemui lelahnya juga.
Seperti hari itu, ketika Kiana yang sedang hamil muda merasakan morning sickness yang parah, meminta Dio untuk tetap di sisinya. Sayangnya, Dio tetap memprioritaskan Rosa. Sampai akhirnya, ketika laki-laki itu sibuk di apartemen Rosa, Kiana mengalami keguguran.
Bagi Kiana, langit sudah runtuh. Kehilangan bayi yang begitu dicintainya, menjadi satu tanda bahwa Dio tetaplah Dio, laki-laki yang tidak akan pernah dicapainya. Sekuat apapun bertahan. Oleh karena itu, Kiana menyerah dan mereka resmi bercerai.
Tapi itu hanya dua tahun setelah keduanya bercerai, ketika takdir mempertemukan mereka lagi. Dan kata pertama yang Dio ucapkan adalah,
"Kia, ayo kita menikah lagi."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana_Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
"Kenapa batalinnya dadakan sih, Je?"
Kiana terpaku di depan pitu pagar rumahnya dengan ponsel di telinga. Ia sedang berbicara dengan Jehan di seberang sana. Kiana sudah siap dengan dress selutut berwarna cokelat. Rambutnya bahkan sudah Kiana kepang. Make up yang juga tak kalah on point. Tapi apa yang dibicarakan Jehan langsung membuat mood-nya drop.
..."Sorry, Kia. Aku moncor-moncor dari pagi. Sudah 6 kali ke belakang padahal ini baru jam 11 siang. Kayaknya aku mau ke rumah sakit malahan."...
"It's okay, get well soon ya Je. Kabarin aku kalau masih sakit ya, nanti aku jengukin."
"Thank you, Kia. Kamu sudah siap-siap ya?"
Kiana menatap dirinya yang sudah sangat siap untuk menghabiskan weekend bersenang-senang setelah sekian lama. Dua sahabatnya sudah tidak lagi tinggal di Jakarta karena pekerjaan. Itulah sebabnya setelah menikah, Kiana jadi jarang hangout dan merasa jenuh juga. Ajakan Jehan kemarin menjadi angin segar walau kenyataannya zonk juga.
"Nggak kok, aku baru mau siap-siap," bohong Kiana.
"Sorry ya Kia," sesal Jehan.
"Nggak apa-apa, ya sudah, kamu buruan minum obat dan istirahat ya. Lekas sembuh, Je."
Kiana mengakhiri panggilannya dengan wajah merengut. Ia kemudian memilih putar balik, bersiap melepas semua atribut jalan-jalannya dan bergelung di selimut lagi. Namun betapa terkejutnya Kiana sebab saat ia berbalik, Dio sudah berdiri tak jauh darinya.
"Ya ampun! Kenapa berdiri di situ sih," ujar Kiana setengah berteriak karena terkejut.
"Aku mau keluar tapi kamu yang halangin jalan," jawab Dio masih dengan ekspresi yang sangat Kiana hafal. Datar, dingin, membosankan.
Tapi anehnya Kiana bisa jatuh cinta pada manusia semacam ini.
"Ya sudah ... silakan."
Kiana memilih berjalan masuk ke dalam sebelum tepat ketika melewati Dio, laki-laki itu menahan tangannya. Menghentikan langkah Kiana. Dio bergerak mundur satu langkah mendekat kearahnya.
"Aku temani kamu belanja hari ini."
Kiana tidak tahu mengapa hari ini Dio harus repot menawarkan diri menemaninya berbelanja. "Kenapa?"
Lagi-lagi Kiana hanya bisa bertanya 'kenapa' sebab terlalu clueless.
"Teman kamu batalin janji dan kamu sudah siap. Aku juga nggak punya kerjaan." Dio menatap Kiana sebentar. "Ayo."
Laki-laki itu menarik tangan Kiana, membawanya kearah mobil. Ia membukakan pintu mobil dan menyuruh Kiana masuk. Perempuan itu menurut walau ia merasakan debaran jantungnya seperti tak normal.
Dio masuk dan mulai melajukan mobilnya. Di 200 meter perjalanan yang sunyi itu, Kiana sangat tumben tidak langsung heboh ingin memutar musik. Ia terpaku dengan ekspresi tegang dan pipi merona. Mengalihkan pandangan matanya pada jendela dan jalanan. Tidak berani menoleh pada Dio.
"Nggak putar musik?"
Dio menoleh sesaat pada Kiana dan mendengar perempuan itu mendehem sesaat.
"Mau lagu apa?" tanya Kiana kikuk. Biasanya, ia selalu yang berinisiatif memutar lagu sesuai dengan apa yang disukainya.
"Shawn Mendes, maybe," jawab Dio.
"I know what you did last summer, ya," timpal Kiana.
Dio hanya mengangguk.
Keduanya kembali diam, membiarkan suara Camila Cabello dan Shawn Mendes mengisi sunyi. Sesekali, perempuan itu mencuri pandang pada Dio yang fokus menyetir. Ia heran mengapa Dio selalu tampak menarik sekalipun yang dikenakannya terkesan sederhana.
...^^^^...
He looks perfect.
Hanya sebuah jaket berwana cokelat, kaos berwarna putih dan celana cargo hitam.
Aduh!
Kiana tiba-tiba merasa pusing karena ketampanan suaminya.
"Memang cari apa aja hari ini?" Dio memecah diam mereka di menit ke 20.
Kiana nampak berpikir sesaat. "Mau cari t-shirt, crop top, sama lipstick kayaknya. Tapi pasti kalau sudah di mall suka beda dengan tujuan," cengir Kiana.
Dio mendengus geli. "Butuh berapa jam?"
"Perempuan suka lama ya belanjanya?" Kiana tertawa. "Sering nemenin Rosa belanja ya makanya tahu," tanya Kiana. Ia tiba-tiba terkejut sendiri dengan pertanyaannya.
Dio menoleh sesaat. "Bukan, tapi nemenin Dhisa."
Entah kenapa, hati Kiana tiba-tiba merasa lega. "Kak Dhisa apa kabarnya? Terakhir ketemu sebulan lalu deh."
"Dia lagi sibuk sama peluncuran produk baru Dierja's Food."
"Kak Dhisa sama Mas Janu LDM Groningen – Jakarta sudah berapa lama?"
Dio sesaat berpikir, "Sejak menikah sepertinya."
Kiana menghela napas. "Luar biasa, ya."
"Luar biasanya?"
"Mereka tetap harmonis meski sudah lima tahun menikah dan tinggal berjauhan."
"Kita tidak pernah tahu isi rumah tangga orang, 'kan?" jawab Dio yang membuat Kiana menoleh pada laki-laki itu cepat.
"Maksudnya ...."
"Mereka dijodohin."
Kiana terhenyak. Kak Dhisa dan Mas Janu adalah role model-nya dalam per-couple-an. Mereka tampak manis bersama. Harmonis, mesra dan saling melengkapi. Siapapun yang melihat bagaimana framing mereka di publik, pasti merasa iri. Kak Dhisa si pengusaha perempuan yang sukses, cerdas dan cantik bersanding dengan Januar Dijaya si dokter seleb yang tampan.
"Mereka nggak saling cinta," lanjut Dio.
Suara Dio yang pelan rasanya seperti petir di telinga Kiana. Serupa tapi tak sama. Kisahnya dan juga Kak Dhisa.
Ia dan Dio memang tidak dijodohkan. Ia juga mencintai Dio. Namun, rumah tangga yang tampil harmonis di publik juga sedang ia mainkan perannya. Satu alasannya,
Ia jatuh cinta sendirian.
Kiana tak lagi membuka mulut dan mengajukan pertanyaan. Ia memilih kembali menekuri pemandangan di luar jendela mobilnya. Dio yang merasa Kiana tiba-tiba tak bersuara pun menoleh.
"Kamu belanja hari ini untuk ikut gathering di puncak ya?" Dio mencoba mengalihkan pembicaraan mereka. Ia tahu, diamnya Kiana pasti karena jawabannya terakhir tadi. Soal kakak perempuannya yang menikah tanpa cinta.
Seperti mereka.
Tidak sepenuhnya sama, sebab Kiana mencintainya.
"Iya, kok kamu tahu aku ada gathering beberapa hari lagi?"
"Mama yang kasih tahu aku." Lanjutnya, "Sebentar, tadi kamu bilang mau cari apa?" Dio mengingat lagi percakapan mereka beberapa menit lalu.
"T-shirt, crop top, lips –"
"Crop top? Kamu mau pakai itu untuk acara di puncak? Memangnya nggak dingin?" tanya Dio dengan alis berkerut.
Kiana menggaruk dahinya, "iya sih ... tapi 'kan aku pakai jaket kalau dingin."
"Repot," komentar Dio ketus.
"Hah?"
"Kenapa harus pakai crop top kalau pakai jaket lagi," jawab Dio masih dengan nada ketus.
"Terus aku pakai beha doang di dalam jaket gitu?"
Wajah Dio nampak sekali terkejut. Telinganya bahkan ikut memerah. Kata beha yang diucapkan Kiana mampu membuat laki-laki itu merona.
"Maksudku ya ... pakai t-shirt, kemeja atau yang lainnya. Crop top 'kan jelas-jelas bikin perut kamu kelihatan kemana-mana," jawab Dio masih dengan nada kikuk.
Kiana tertawa. Lepas sekali. Ia bahkan sampai memegangi perutnya karena tidak tahan dengan rasa menggelitik yang diciptakan Dio. Ia mengusap ujung matanya yang berair.
"Cemburu, ya?" ledek Kiana.
Dio hanya mengalihkan pandangannya ke jalanan. Ia tidak menjawab pertanyaan Kiana hingga mereka sampai di mall.
...^^^^^...
Dio sudah kebal bila harus menjadi kacung kampret kakaknya selama berjam-jam belanja. Ia tidak protes, meski sebal juga. Mengikuti kakaknya masuk ke berbagai toko untuk mencari barang yang cocok hingga kaki pegal, pun; sering. Ia bahkan pernah tertidur di salon langganan kakaknya karena menunggu Dhisa treatment hingga selesai.
Itu dilakukannya demi rasa sayangnya pada Dhisa.
Dio menyayangi Dhisa.
Kakak perempuannya yang terpaut usia 3 tahun darinya.
Ia tahu, Dhisa selalu kesepian. Dalam pernikahannya yang tidak berlandaskan cinta, Janu memilih untuk melanjutkan studi kedokterannya di Groningen. Alasan yang pas, untuk menghindar. Pun Dhisa yang memilih menyibukkan diri dengan pekerjaannya di Dierja.
Mereka dijodohkan.
Mereka tidak saling cinta.
Dhisa dan Janu sudah memiliki pacar saat kedua keluarga sepakat meminta mereka menikah. Layaknya film, keduanya tidak berhasil menolak sekalipun telah melakukan perlawanan. Menurut untuk kemudian terjebak pada ketidakbahagiaan.
Dio menyayangi Dhisa.
Itulah sebabnya, ia tidak pernah menolak saat kakaknya menyeret ia untuk menemaninya shopping. Ia lebih suka melihat Dhisa sibuk membeli ini itu dibandingkan setiap mendapati kakaknya melamun dengan derai air mata.
Dio tahu rasanya pernikahan tanpa cinta lewat Dhisa.
Anehnya, ia menyeret Kiana untuk merasakannya pula.
"Kamu melamun?" tegur Kiana.
Keduanya sedang berada di Sephora store. Di tangan Kiana, ia sudah memegang dua lipstick. Shade 13 so what? Dan shade 12 just be you.
"Nggak," jawab Dio singkat.
Kiana terdiam sejenak sebelum akhirnya ragu-ragu. "Menurut kamu, bagusan yang mana?"
Dio menumpukan atensinya pada dua buah lipstick yang ada di tangan Kiana. Alisnya mengkerut; bingung. Mata bulatnya beralih pada Kiana. "Itu 'kan warnanya sama?"
Kiana menghela napas. Ia lupa, Dio laki-laki. "Ini tuh beda, suamiku. Shade 13 so what? Ini tuh lebih tua warna merahnya satu tingkat."
Dio menggeleng. "No, jangan keduanya."
"Kenapa?" tanya Kiana heran.
"Itu lipstick yang mau kamu pakai untuk ke puncak, 'kan?"
Kiana mengangguk.
"Itu nggak cocok," jawab Dio singkat. Laki-laki itu mengambil sebuah lipstick dengan warna nude. Lanjutnya, "Ini lebih cocok."
Kiana bengong melihat Dio ikut campur dalam dunia per-lipen-an miliknya secara tiba-tiba.
"Beli dua ... ini dan ini. Tapi yang kamu bawa ke puncak yang ini," tunjuknya pada lipstik berwarna nude.
"Terus yang ini buat apa?" Kiana menunjuk lipstick shade 12.
"Kamu pakai saja di rumah."
Kiana melotot. "Kenapa aku harus pakai lipstick gonjreng di rumah?"
"Karena kalau kamu pakai di puncak, Arshaan pasti semakin godain kamu," jawab Dio dengan matanya yang menatap Kiana lekat.
Perempuan itu menghela napas. Sepertinya, Dio memang se-terganggu itu melihat pertemanannya dengan si buaya Arshaan. Sampai-sampai Kiana hampir mengira bahwa suaminya cemburu.
"Di rumah itu waktunya aku no make up. Even harus make up-pun, aku akan pakai look yang no-make up look. Kenapa malah harus pakai yang merah merona seperti ini?"
"I think, you can use it to make me look at your lips all night."
Kiana terkejut. "Hah?"
"I love this shade, but ... jangan pakai ini untuk ketemu laki-laki lain apalagi Arshaan."
Oke.
Kiana sepertinya terkena serangan jantung.
Ucapan Dio yang 'nakal' semacam ini benar-benar tidak baik bagi kesehatan jantung Kiana. Cukup Dio menjadi manusia kulkas saja, jangan jadi buaya rawa seperti Arshaan pula.
"Jangan menggodaku atau nanti kamu menyesal," bisik Kiana pelan di dekat telinga Dio.
^^^
JANGAN LUPA TEKAN LIKE
jahat bgt ih..
pgn tak geprek si dio