"Jika kamu ingin melihat pelangi, kamu harus belajar melihat hujan."
Pernikahan Mario dan Karina sudah berjalan selama delapan tahun, dikaruniai buah hati tentulah hal yang didambakan oleh Mario dan Karina.
Didalam penantian itu, Mario datang dengan membawa seorang anak perempuan bernama Aluna, yang dia adopsi, Karina yang sudah lama mendambakan buah hati menyayangi Aluna dengan setulus hatinya.
Tapi semua harus berubah, saat Karina menyadari ada sikap berbeda dari Mario ke anak angkat mereka, sampai akhirnya Karina mengetahui bahwa Aluna adalah anak haram Mario dengan wanita lain, akankah pernikahan delapan tahun itu kandas karena hubungan gelap Mario dibelakang Karina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Delapan Belas
"Sekarang aku kabulkan keinginan kamu dan Zoya. Kita berpisah dan jatuhkan talak untukku saat ini juga!" seru Karina dengan penuh penekanan.
Setelah mengucapkan itu akhirnya pertahanan Karina goyah. Tangisnya jatuh membasahi pipi. Dia hanyalah wanita biasa yang bisa sakit hati dan terluka saat mengetahui rumah tangganya di ambang perpisahan.
Dari semua kesakitan yang Mario lakukan, perbuatannya yang tak melarang saat Zoya mengatakan pada semua orang jika dia istrinya itu yang paling menyakitkan.
Mario seolah menyetujui apa yang wanita itu lakukan. Bukankah dengan begitu, seolah dia mengakui jika mereka telah berpisah.
Karina berdiri di depan Mario, mata merah karena air mata yang terus mengalir. "Aku tidak bisa lagi hidup dengan kebohonganmu," katanya dengan suara terputus. "Jika aku masih bertahan, setiap hari bersamamu terasa seperti neraka."
Mario terkejut, wajahnya pucat. "Karina, jangan katakan itu. Aku minta maaf, aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku cinta kamu, dan aku ingin memperbaiki kesalahanku."
"Tapi kamu sudah melakukannya," Karina menjawab, suaranya tegas. "Aku ingin cerai. Aku tidak ingin lagi menjadi korban kebohonganmu."
Mario berlutut di depan Karina, memegang kaki wanita itu. "Tolong, Karina, jangan tinggalkan aku. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Aku akan melakukan apa saja untuk memperbaiki kesalahanku. Aku tak bisa lakukan apa-apa karena Zoya selalu menggunakan Aluna sebagai senjatanya!"
Karina menarik kaki dari genggaman Mario. "Cinta? Kamu tidak tahu arti cinta. Kamu hanya tahu kebohongan dan pengkhianatan. Aku tidak percaya lagi."
Mario menatap Karina dengan mata penuh harapan. "Aku akan memperbaiki kesalahanku, aku janji. Beri aku kesempatan."
Karina menggelengkan kepala. "Terlambat. Aku tidak bisa lagi percaya. Aku ingin sendirian."
Mario bangun, memeluk Karina. "Tolong, jangan tinggalkan aku. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Lakukan apa pun yang bisa membuat hatiku lega. Kamu mau memukulku, menghukum'ku apa saja aku terima, karena aku memang salah. Tapi jangan pernah pergi dariku, Karin!"
Karina mendorongnya. "Aku ingin sendirian. Jangan ganggu aku lagi."
Mario mundur, wajahnya penuh kesedihan. "Aku tidak akan menyerah. Aku akan menunggumu, Karina. Jika memang kamu ingin sendiri, aku bisa mengantar kamu liburan kemana saja. Aku janji tak akan menggangu. Aku hanya akan mengawasi kamu dari kejauhan. Kemanapun kamu mau pergi, akan aku turuti. Tapi setelah itu kamu harus tetap di sampingku."
Karina kembali duduk dihadapan suaminya itu. Memandangi wajah pria itu yang menunduk.
"Katakan salahku apa, biar nanti saat kita berpisah tak ada penyesalan lagi. Biar nanti aku bisa merubah diri ini jika diizinkan bertemu orang baru lagi," ucap Karin.
"Salahmu tak ada, Karin. Semua itu salahku. Aku yang terbawa napsu hingga terjebak pada hubungan terlarang. Aku mohon maafkan aku, Karin!" ucap Mario dengan suara memohon.
Karina kembali berdiri di depan Mario, matahari sudah memancarkan cahaya emas di belakangnya. Dia menatap Mario dengan mata penuh kesedihan dan kekecewaan.
"Mas, aku ingin tahu sesuatu dari kamu," Karina berkata dengan suara lembut namun penuh makna. "Apakah kamu benar-benar mencintai aku?"
Mario terkejut, wajahnya berubah merah. "Tentu saja, Karina. Aku sangat mencintaimu."
Karina tersenyum sedih. "Jika kamu benar-benar mencintai aku, lepaskan aku. Biarkan aku bahagia dengan orang lain. Aku tidak ingin lagi terjebak dalam kebohongan dan kesakitan ini terus menerus. Setiap di dekat kamu, aku kembali merasa sakit dan sakit lagi. Menurutku, perpisahan adalah jalan terbaik bagi kita."
Mario menggelengkan kepala, matanya berkilauan dengan emosi. "Aku tidak bisa melepasmu, Karina. Kamu adalah bagian dari hidupku."
Karina merasa hatinya terhimpit. "Bagian dari hidupmu? Atau hanya objek untuk memuaskan egomu? Kamu tak pernah menganggap aku ada. Kamu telah membuat aku malu dan merasa terhina dihadapan karyawan. Saat ini pasti semua sedang membicarakan'ku. Aku merasa harga diriku telah terinjak-injak!"
Mario berlutut di depan Karina, memegang tangannya. "Sekali lagi aku minta maaf, aku tak punya pilihan, Karina. Zoya mengancam'ku dengan mengatasnamakan Aluna. Aku tak bisa berbuat banyak. Aku tak mau Aluna terluka. Percayalah Aluna, aku mencintai kamu, dan aku tidak bisa hidup tanpamu."
Karina menarik tangan dari genggaman Mario. "Jika kamu tidak mau melepas'ku, berarti kamu tidak pernah mencintai aku. Kamu hanya mencintai egomu sendiri."
Mario bangun, wajahnya penuh kesedihan. "Karina, jangan katakan itu. Aku benar-benar mencintaimu."
Karina tersenyum ironis. "Cinta sejati tidak pernah memenjarakan, tapi membebaskan. Lepaskan aku jika kamu memang mencintaiku. Biarkan aku bahagia. Bersamamu hanya akan menambah luka dan sakit hati."
Mario menggelengkan kepalanya. Air mata tampak jatuh membasahi pipinya. "Tidak, Karin. Aku tak bisa. Aku tak mungkin bisa melepaskan kamu!"
Karina tak peduli lagi apa yang diomongkan Mario. Dia berjalan menuju pintu keluar. Hatinya sangat terluka saat mengetahui pria itu membenarkan saja apa yang dilakukan Zoya.
Jika pada awalnya dia berpikir untuk memaafkan kesalahan Mario jika memang pria itu telah berubah, tapi setelah mengetahui jika dia tak dianggap selama lima tahun ini, Karina memilih mundur.
Karina melangkah keluar dari ruang kerja Mario dengan langkah tegak, mata menatap lurus ke depan. Dia memasuki ruang kerja karyawan, di mana semua orang terdiam, dari tadi sebenarnya mereka telah yakin terjadi keributan. Mereka menunggu kejadian berikutnya.
"Aku ingin mengumumkan sesuatu," Karina berkata dengan suara stabil, namun sedikit bergetar. "Aku adalah istri sah Mario, bukan Zoya. Dia telah berbohong kepada kalian semua."
Semua karyawan terkejut, mata mereka berpindah dari Karina ke Mario yang berdiri di belakangnya.
"Tapi aku tidak akan memperpanjang penderitaan ini," Karina melanjutkan. "Aku akan mengabulkan kemauan Zoya. Aku dan Mario akan segera berpisah."
Mario melangkah maju, wajahnya penuh penyesalan. "Karina, tolong maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyakitimu."
Karina menatap Mario dengan mata dingin. "Maaf tidak bisa menghapus rasa sakit yang kamu dan Zoya timbulkan."
Semua karyawan terdiam, menyaksikan drama yang terjadi di depan mereka.
"Aku minta maaf di depan kalian semua," Mario berkata, suaranya terputus. "Aku salah karena telah mengkhianati cinta Karina. Aku hanya mencintai istriku, Karina." Mario berucap dengan pelan. Dia tak tahu lagi apa yang akan diucapkan.
Setelah mengatakan itu, Karina berbalik, meninggalkan kantor tanpa menoleh ke belakang. Langkahnya tegak, kepala tinggi, meninggalkan Mario dan kebohongannya di belakang. Dia tak akan menangis di depan Mario. Dia harus terlihat tegar walau hatinya saat ini remuk.
"Karina, tolong!" Mario berteriak, namun suaranya hilang oleh pintu kantor yang tertutup rapat.
Semua karyawan menatap Mario dengan pandangan penuh kekecewaan dan penyesalan. Mereka melihat betapa atasannya itu sangat terpukul.
Kamu harus mengatakan kebenaran ini ke Mario , biar bagaimana pun Mario harus tahu kebeneran ini
Dan semoga dgn kabar ini kan mempererat hubungan Karina dan Mario.
laaah lalu anak siapa ayah biologis dari Aluna. Berarti Mario korban dari Zoya