NovelToon NovelToon
Terikat Janji Dalam Kegelapan

Terikat Janji Dalam Kegelapan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Terpaksa Menikahi Suami Cacat / Menyembunyikan Identitas / Penyelamat / Kekasih misterius
Popularitas:111.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Kaivan, anak konglomerat, pria dingin yang tak pernah mengenal cinta, mengalami kecelakaan yang membuatnya hanyut ke sungai dan kehilangan penglihatannya. Ia diselamatkan oleh Airin, bunga desa yang mandiri dan pemberani. Namun, kehidupan Airin tak lepas dari ancaman Wongso, juragan kaya yang terobsesi pada kecantikannya meski telah memiliki tiga istri. Demi melindungi dirinya dari kejaran Wongso, Airin nekat menikahi Kaivan tanpa tahu identitas aslinya.

Kehidupan pasangan itu tak berjalan mulus. Wongso, yang tak terima, berusaha mencelakai Kaivan dan membuangnya ke sungai, memisahkan mereka.

Waktu berlalu, Airin dan Kaivan bertemu kembali. Namun, penampilan Kaivan telah berubah drastis, hingga Airin tak yakin bahwa pria di hadapannya adalah suaminya. Kaivan ingin tahu kesetiaan Airin, memutuskan mengujinya berpura-pura belum mengenal Airin.

Akankah Airin tetap setia pada Kaivan meski banyak pria mendekatinya? Apakah Kaivan akan mengakui Airin sebagai istrinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29. Kabar Wongso

Suasana di lapangan kecil desa mulai berubah. Beberapa warga mengangguk setuju, yang lain tampak merenung.

Pak Suryo melanjutkan, suaranya semakin bersemangat. "Saudara-saudara, Wongso tidak sekuat yang kita bayangkan. Kita hanya kalah karena kita memilih diam. Tapi kalau kita bersatu, saling membantu, Wongso dan anak buahnya tak akan bisa lagi menindas kita. Mulai sekarang, saya ingin kalian semua melapor jika ada yang ditindas atau melihat saudara kita ditindas. Kita akan bergerak bersama-sama!"

Sorakan kecil mulai terdengar dari kerumunan warga. Semangat mereka perlahan terbangun.

"Jangan takut!" seru Pak Suryo. "Jika Wongso dan anak buahnya berani mengganggu satu dari kita, maka mereka harus berhadapan dengan kita semua. Kita punya kekuatan kalau kita bersatu. Dan Wongso, sebesar apa pun kekuasaannya, tidak akan mampu melawan seluruh desa ini!"

Sorakan semakin keras, warga mulai merasakan keberanian yang baru. Mereka saling berbisik, mengungkapkan dukungan mereka.

Namun, di sudut lapangan, Wongso berdiri di bawah bayangan pohon, mendengarkan semua ini dengan rahang mengatup rapat. Amarahnya membara, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Jika ia mencoba bertindak sekarang, ia tahu warga yang berkumpul di sana bisa saja langsung menyerangnya.

"Dasar Pak Suryo," gumam Wongso, mengepalkan tangan. "Berani-beraninya dia memengaruhi warga untuk melawan aku. Ini belum selesai."

Sementara itu, Pak Suryo menutup pidatonya. "Ingat, saudara-saudara, kita bukan orang yang lemah. Kita hanya harus saling mendukung. Kalau kita bersatu, Wongso tidak akan bisa menindas kita lagi. Sekarang waktunya kita bangkit!"

Sorakan warga kembali menggema, penuh semangat dan keberanian yang baru. Wongso akhirnya pergi meninggalkan tempat itu dengan wajah geram, menyadari bahwa posisinya di desa mulai goyah.

***

Pagi itu, setelah selesai memasak sarapan dan mengurus suaminya, Airin menata barang-barang yang baru saja diantarkan dari kota. Kotak-kotak berisi gula, beras, mie instan, minyak goreng, hingga jajanan kecil berjejer di ruang depan yang kini telah ia sulap menjadi toko kelontong sederhana. Ia tampak bersemangat mengatur rak kayu yang dipesannya dari tukang di desa beberapa hari lalu bersama nenek Asih.

“Menurut Nenek, bagaimana? Apakah toko ini cukup menarik untuk warga desa?” tanya Airin sambil memasang harga di beberapa barang.

Nenek Asih yang duduk di kursi dekat pintu memerhatikan rak-rak itu. “Cukup bagus, Airin. Tapi kau perlu lebih cermat menentukan barang apa yang paling sering dicari. Jangan terlalu banyak stok barang yang jarang dibeli, nanti uangmu bisa macet di situ.”

Airin mengangguk, mencoba memahami nasihat neneknya. “Kalau begitu, barang apa yang harus selalu ada di sini, Nek?”

“Beras, gula, minyak goreng, telur. Itu yang utama. Kalau bisa, tambahkan sabun, deterjen, dan kebutuhan dapur lain. Jajanan juga penting, tapi jangan terlalu banyak dulu. Lihat saja nanti apa yang paling laku,” kata Nenek Asih sambil tersenyum tipis.

Airin tersenyum kecil, mengatur beberapa bungkus mie instan di rak depan. “Semoga toko ini bisa membantu perekonomian kita, Nek. Kak Ivan sudah banyak membantu, sekarang giliranku.”

Nenek Asih mengangguk pelan. “Kau gadis yang tangguh, Rin. Nenek yakin Ivan pun bangga padamu.”

Langkah Kaivan terdengar perlahan dari arah kamar, mendekat ke ruang tamu. Ia muncul di pintu, mengenakan kaos longgar dan celana santai. Matanya sedikit menyipit, jelas masih kesulitan menangkap detail di depannya. “Apa yang kalian bicarakan?” tanyanya dengan suara datar, nada rendahnya tetap terdengar penuh perhatian meski tanpa emosi yang kentara.

Airin menoleh, memperhatikan pria itu dengan cermat. Ia ragu sejenak sebelum menjawab, “Kami sedang membahas toko ini, Kak. Aku ingin memastikan semuanya berjalan lancar.” Suaranya terdengar pelan, sedikit gugup, sambil beranjak berdiri untuk membantunya mendekat ke meja.

Setelah Airin membantunya duduk, Kaivan membuka suara. “Selama kau bisa mengelolanya, aku tidak keberatan,” katanya singkat. Ia mengusap pelipisnya, masih terlihat menyesuaikan dengan kondisi penglihatannya yang belum pulih sepenuhnya.

Airin menatapnya ragu, lalu memberanikan diri berkata, “Kalau aku membutuhkan sesuatu, aku akan bilang padamu, Kak.”

Kaivan mengangguk, wajahnya tetap dingin. “Bagus kalau begitu.”

Airin menghela napas lega, melanjutkan pekerjaannya dengan hati yang lebih ringan. Di balik sikap datar Kaivan, ia merasakan sedikit dukungan, meskipun tidak terucap dengan jelas.

***

Pagi itu, toko kelontong Airin mulai ramai dengan beberapa pelanggan pertama. Sambil mengatur rak dan menata barang, Airin melayani mereka dengan senyum ramah. Di tengah kesibukannya, seorang ibu paruh baya yang dikenal suka bergosip masuk ke toko. Wajahnya cerah, dan suaranya langsung memenuhi ruangan begitu ia melangkah mendekati meja kasir.

"Eh, Airin, kamu udah dengar kabar soal Juragan Wongso?" tanyanya dengan nada penuh antusias sambil membuka tas kainnya, mengambil beberapa barang belanja.

Airin, yang sedang menyusun beberapa barang di rak, menoleh dengan alis sedikit terangkat. "Belum, Bu. Ada apa memangnya?" tanyanya sopan, mencoba tetap ramah meski dalam hati merasa enggan mendengar nama pria itu disebut-sebut lagi.

Ibu itu langsung mendekat, seperti tak ingin ada orang yang ketinggalan mendengar beritanya. "Kemarin sore, dia kecelakaan waktu pulang dari kota. Katanya sekarang dirawat di rumah sakit. Saya dengar luka-lukanya cukup serius."

Airin terdiam sejenak, tangannya berhenti menyusun barang. Meski berusaha terlihat biasa saja, batinnya bergejolak. Ada perasaan lega karena setidaknya pria itu tidak akan bisa mengganggunya untuk sementara. Tapi di sisi lain, rasa simpatinya sebagai sesama manusia tetap muncul.

"Oh, begitu ya... semoga cepat sembuh," jawabnya pendek, mencoba menjaga nada suaranya tetap netral.

Namun, ibu itu tidak berhenti di situ. Ia mengangguk sambil melanjutkan, nadanya semakin bersemangat. "Iya, Rin. Mungkin ini karma, ya, soalnya dia 'kan suka menindas orang. Termasuk kamu, 'kan? Semua orang tahu gimana dia ngotot sama kamu dulu. Padahal istrinya udah tiga, cantik-cantik pula. Eh, masih aja ngejar kamu. Nggak ingat umur!"

Airin tersenyum kecil, lebih karena merasa tak nyaman daripada setuju. Ia tidak ingin ikut membicarakan Wongso lebih jauh, tapi kata-kata itu seperti pisau yang mengingatkannya pada masa-masa sulit dulu.

"Ya, yang penting sekarang saya aman, Bu," katanya pelan, mencoba mengakhiri pembicaraan.

Ibu itu mengangguk puas. "Bener, Rin. Kalau dia masih di rumah sakit, paling nggak untuk sementara kamu bisa bernapas lega. Kalau dia sehat lagi, ya siapa tahu dia kapok! Eh, nggak usah dipikirin lah, Rin. Yang penting kamu sama suamimu sekarang udah hidup tenang, ya?"

Airin hanya mengangguk sambil melanjutkan pekerjaannya. Tapi dalam hati, ia tahu Wongso bukan tipe orang yang menyerah begitu saja. Bahkan dengan kondisinya sekarang, ia merasa firasat buruk yang mengintai tak akan benar-benar hilang.

Ibu-ibu itu kembali melanjutkan pembicaraannya dengan nada yang sedikit lebih pelan, tetapi masih cukup keras untuk menarik perhatian beberapa pelanggan lain di toko. "Tapi sayang sekali, Airin," katanya, sambil melirik ke arah beberapa orang yang tengah memilih barang di rak. "Kamu sampai harus menikah dengan pria buta karena ulah Wongso."

Airin tersentak mendengar ucapan itu. Ia tak menyadari, Kaivan yang tadi hendak pergi ke depan toko seketika berhenti ketika mendengar perkataan ibu-ibu itu. Ia berdiri di dekat pintu belakang toko, diam tanpa suara. Tubuhnya menegang, jemarinya perlahan mengepal.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
kaylla salsabella
nah kakek kmu mau bilang apa sekarang
abimasta
duh bramantyo masa sich lebih berpihak pada orang lain dari pada cucunya sendiri
Nuni
Airin jangan buat keputusan sendiri untuk mundur ya,,
Lia_Sriwijaya
ayolahhhh kekk.... jgn egois...
kaylla salsabella
ealah Vanya nanti nasib kamu seperti Meliah
Mrs.Riozelino Fernandez
aku siap menunggu Vanya terbakar hidup hidup kk Thor 😆😆
Mrs.Riozelino Fernandez
kamu terlalu percaya diri Vanya...
udah tau punya istri malah kamu dekati...kan kakeknya yang suka,bukan Kaivan nya 🤣🤣🤣
nikah gih ma kakeknya...
abimasta
bagus kaivan jangan biarkan orang2 menyakiti istrimu termasuk kakek bramantyo perlu dikasih peringatan
kaylla salsabella
ealah Vanya ..Vanya mimpi kamu
Syavira Vira
gemes 💪❤️❤️❤️
Syavira Vira
💪💪❤️❤️❤️
Anitha Ramto
Mampus kalian semua yang berambisi..sekarang rasain lu bisnismu sdh hancur karena ulahmu sendiri yang berani mengusik oarang yang berkuasa dan berpengaruh
Dwi Winarni Wina
Mampooos rasakan itu siulet bulu vanya perusahaan orgtuamu dibikin bangkrut...
Makanya vanya jgn bermain api akhirnya terbakar sendiri....

kaivan akan bertindak tegas siapapun yg mengusik dan menyakiti istri tercintanya....
Kaivan sangat berkuasa dan bukan org sembarangan siapapun yg berani mengusiknya akan dihancurkan...

Dasar siulet bulu vanya kegatelan pgn jd nyonya aeron mimpimu ketinggian vanya jatuh nanti sakit....
kaivan sebelas dua belas sm papa alva berhubungan org dicintai akan gercap bertindak....
hati2 vanya jgn cari masalah lg sm kaivan akan tahu akibatnya...

lanjut thor makin seru dan menarik.....
phity
aku suka kaivan, truslah jgn pernah lengah sedikitpun ttg orng2 yg mau berncana jahat od hubunganmu dgn airin...aduuu ini si kakek2 kapan sadarnya ya..msh sj mencoba memisahkan airin dan kaivan....mmg ya orng kaya itu susah pasangan hrus setra status sosialnya...ribet amttt
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
kalo semua laki kaya Ivan aman banget ya idup istri ya.,....tapi ingat Lom terpecahkan siapa orang yg nabrak mobil Iva kmrin kan Lom keungkap tuh ....hayo cepet cari trs bikin mondar tuh orangya ....
Ayesha Almira
vannya g kapok SDH dkasih peringatan jg msh ngeyel
Heri Wibowo
jangan nekat Fanya.
Indriani Kartini
dasar kake lucknut dari dulu ga pernah berubah,
Dwi Winarni Wina
Kaivan masak iya cemburu sm adikmu sendiri airin lbh dgn nesha dasar kaivan Sangat protektif dan bucin akut...

Waduuuh siulet bulu vanya mau jd pelakor merebut kaivan dr airin...
mimpimu ketinggian vanya mau jd nyonya aeron....

kaivan aja tdk respek sm kamu,,,siulet bulu mau menggagalkan pesta pernikahan airin dan kaivan...
Sri Hendrayani
awas km terbakar sendiri vanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!