Indah, seorang gadis dari kampung yang merantau ke kota demi bisa merubah perekonomian keluarganya.
Dikota, Indah bertemu dengan seorang pemuda tampan. Keduanya saling jatuh cinta, dan mereka pun berpacaran.
Hubungan yang semula sehat, berubah petaka, saat bisikan setan datang menggoda. Keduanya melakukan sesuatu yang seharusnya hanya boleh di lakukan oleh pasangan halal.
Naasnya, ketika apa yang mereka lakukan membuahkan benih yang tumbuh subur, sang kekasih hati justru ingkar dari tanggung-jawab.
Apa alasan pemuda tersebut?
Lalu bagaimana kehidupan Indah selanjutnya?
Akankah pelangi datang memberi warna dalam kehidupan indah yang kini gelap?
Ikuti kisahnya dalam
Ditolak Camer, Dinikahi MAJIKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17 ke rumah tuan hartawan
"Selamat datang, Tuan Besar dan Tuan Muda Handoko. Tuan dan Nona sudah menunggu kedatangan Anda di dalam!" ucap seorang pelayan sambil membungkukkan sedikit badannya.
"Terima kasih, Bibi!" jawab Tuan Handoko. Walaupun kepada seorang pelayan, tetapi itu adalah di rumah calon besan; jadi, dia harus bersikap santun, bukan?
Lalu, Bibi Pelayan pun membawa mereka berdua ke ruang makan di mana Tuan Hartawan dan putrinya, Nona Mia Hartawan, sudah menunggu.
Setelah berdebat bukan hanya dengan papanya, tetapi juga dengan hatinya sendiri, akhirnya malam ini Jerry Handoko pun bersedia mengikuti keinginan papanya untuk menerima rencana perjodohan itu. Toh, setelah menikah dengan Mia nanti, dia bisa melanjutkan mencari Indah secara diam-diam, begitu pikir Jerry.
"Selamat malam, Tuan Hartawan!" sapa Tuan Handoko penuh hormat.
"Selamat malam juga, dan selamat datang di kediaman saya!" jawab Tuan Hartawan. Lalu, mereka pun saling berjabat tangan. "Silakan duduk!" lanjutnya.
"Hallo, Mia! Lama tidak jumpa!" sapa Jerry.
"Hai, Jerry. Senang berjumpa lagi denganmu!" balas Mia. Wajah gadis itu tampak berbinar penuh bahagia.
Setelah berbasa-basi sejenak, mereka pun berlanjut ke acara makan malam. Berbagai hidangan mewah telah terhidang di meja di hadapan mereka. Tuan Hartawan benar-benar tak tanggung-tanggung dalam menjamu tamunya.
Acara makan malam selesai, perbincangan pun beralih tempat ke ruang keluarga.
"Aku dengar kamu sudah mulai memegang perusahaan Papamu, Jerry?" tanya Tuan Hartawan memulai percakapan.
"Saya baru mulai belajar, Tuan!" jawab Jerry sopan. Dia tidak ingin berbohong karena pada kenyataannya dia memang baru belajar.
"Jangan khawatir. Seperti kesepakatan dengan Papamu, setelah kalian berdua menikah, maka saya akan menginvestasikan sejumlah dana ke perusahaanmu!" lanjut Tuan Hartawan menekankan posisinya.
"Terima kasih, Tuan!" ucap Tuan Handoko dan Jerry bersama-sama.
"Tidak perlu sungkan! kita akan menjadi keluarga, dan kau tidak perlu memanggilku Tuan. Kau bisa memanggilku Papa, sama seperti Mia!" lanjut Tuan Hartawan lagi.
"Baiklah, Papa!" Meski agak ragu, akhirnya Jerry mengucapkan kata itu.
"Niat baik tak perlu ditunda, bukan? Bagaimana kalau pernikahan kita adakan bulan depan?!" Lagi-lagi Tuan Hartawan menunjukkan sifat kapitalisnya. Dan, walaupun kaget dan merasa itu terlalu cepat, tetap saja Jerry tak kuasa menolaknya.
Di rumah Rama
"Indah...!" teriak Rama dari ruang makan.
"Rama... Apa-apaan sih kamu ini, teriak-teriak seperti di hutan saja!" tegur Nyonya Felly yang duduk di seberangnya.
"Ini kenapa kuah supnya warnanya keruh begini, Ma? Biasanya kan jernih?!" Rama ngedumel tentang makanan yang ada di mangkuk di hadapannya.
"Itu tadi Bibi yang memasak, Tuan Muda. Karena pas waktu memasak, mendadak perut Indah kram!" Bibi yang kebetulan mengantar kudapan menyahut.
"Pantesan beda!" gumam Rama.
"Kamu ini, sejak kapan kamu jadi orang yang suka komplain tentang hal sepele?!" Nyonya Felly merasa tidak enak terhadap Bibi Sumi. Nyonya Felly adalah orang yang sangat menghargai perasaan orang lain, meskipun itu adalah seorang pembantu.
"Aku kan tidak komplen. Aku cuma tanya!" jawab Rama pelan, karena di mulutnya sudah terisi makanan.
"Tidak apa, Nyonya. Mungkin sekarang Tuan Muda sudah punya chef favorit!" gurau Bi Sumi.
"Kalau kamu sesuka itu dengan gadis itu, kenapa tidak kau nikahi saja dia?!"
"Uhuk... Uhuk..." Ceplosan Nyonya Felly membuat Rama tersedak.
"Kamu ini, apa tidak bisa makan pelan-pelan?!" omel Nyonya Felly sambil mengulurkan gelas berisi air putih untuk putranya. Rama mendelik ke arah mamanya. Apakah wanita tua itu tidak sadar kalau dialah yang sudah membuatnya tersedak? Tapi sekejap kemudian, raut kesal di wajah Rama berubah saat sadar apa yang baru saja ditanyakan oleh mamanya.
"Mama serius? Tidak keberatan?! Apa Mama akan merestui kami?!" Rama mendadak merasa tidak percaya dengan ucapan mamanya.
"Ya, kalau memang kalian suka sama-sama suka, kenapa tidak? Lagi pula, Mama lihat dia baik!"
"Tetapi, masalahnya, sepertinya dia tidak menyukai Rama, Ma!" Rama menjadi sendu. Bukan tanpa sebab, beberapa hari belakangan Rama merasa Indah seperti terlalu menjaga jarak.
"Tuan memanggil saya?!" Indah baru muncul setelah beberapa saat.
"Iya, Bibi bilang tadi perutmu kram?" tanya Rama. Padahal sebenarnya tadi tak berniat bertanya seperti itu.
"Iya, Tuan. Tetapi, sekarang sudah baik-baik saja!" jawab Indah.
"Apa sudah waktunya periksa kandungan?" tanya Nyonya Felly.
"Sudah dua hari yang lalu, Nyonya!"
"Kenapa kamu tidak bilang? Kan bisa aku antar?" sahut Rama.
"Saya minta tolong Pak Sopir, Tuan. Maaf!"
"Kenapa perutmu kecil sekali? Kau tidak kelihatan seperti hamil?!" Pertanyaan itu sukses membuatnya mendapatkan lemparan serbet dari Nyonya Felly.
"Mama apa-apaan sih? Sakit tahu?"
"Kamu pikir orang hamil itu seperti sulapan? Langsung melendung gede, gitu???" Nyonya Felly merasa geram dengan pemikiran putranya.
"Karena usianya baru tiga bulan, Tuan!" jawab Indah. "Tetapi, janinnya sehat. Terima kasih atas perhatian Anda!" lanjutnya menunduk hormat.
"Kau itu kenapa sekarang kaku sekali? Sedikit-sedikit terima kasih, sedikit-sedikit hormat!!" Rama mendadak menjadi tidak suka dengan sikap Indah. "Bersikaplah seperti biasa, dan juga seperti kau bersikap pada yang lain!"
"Agar saya tetap tahu batasan, Tuan. Dan agar saya tetap tahu diri! Bagaimana pun, saya di sini hanya orang yang hidup dengan belas kasih Anda dan Nyonya!"
"Ah, entahlah. Kau membuatku pusing. Aku merasa sepertinya kau ingin menunjukkan sesuatu pada seseorang?!" Rama melirik mamanya.
"Hei, perjaka tua gila! Memangnya Mama bikin salah apa? Kau pikir Mama pernah membuat batasan?!" Nyonya Felly merasa tak terima. "Memangnya Mama pernah mengatai dia?!"
Rama menggedikkan kedua bahunya saja.
"Ya sudah, buatkan aku kopi!" sahut Rama. Nyonya Felly mendelik. Sejak kapan putranya itu minum kopi?
"Baik, Tuan!" Indah menunduk, lalu berjalan ke dapur. Walaupun merasa aneh, karena sepengetahuannya, Tuannya itu tidak pernah minum kopi.
***
Tanpa terasa sudah tiga bulan Indah bekerja di rumah mewah itu. Meskipun dia tetap lincah, tetap saja, pergerakannya mulai sedikit terbatas seiring perutnya yang semakin membesar, karena kini usia kandungannya sudah mencapai bulan keempat.
"Indah, bagaimana menurutmu mengenai Putraku?!" tanya Nyonya Felly sore itu.
Keduanya berada di dapur. Tadi pagi, Rama memesan sayur asam, ayam goreng crispy, dan sambal terasi untuk menu makan malam nanti.
Sayur asam dan ayam goreng sudah siap, tinggal sambalnya saja. Bawang merah, bawang putih, sudah dikupas. Indah yang sedang memegang pisau untuk mengiris sedikit permukaan cabai, agar tidak meletup ketika digoreng, menghentikan gerakannya. Mengernyit, bingung dengan pertanyaan nyeleneh itu. Lebih bingung lagi bagaimana menjawabnya.
"Tuan Muda? Tuan Muda baik, Nyonya!" jawabnya singkat, karena tidak tahu apa maksud dari pertanyaan itu.
"Dalam pandanganmu sebagai seorang wanita bagaimana? Apa kau menyukai Putraku?!" Indah memandang sekilas ke arah Nyonya Felly kemudian melanjutkan pekerjaannya.
"Tidak akan ada orang yang tidak menyukai Tuan Muda, Nyonya. Karena selain baik hati, Tuan Muda juga tampan. Terlebih Tuan Muda juga kaya raya!" Indah hanya mencoba bicara sesuai dengan fakta.
"Itu jika Anda bertanya sebagai pandangan umum! Tetapi, jika yang Anda maksud adalah, apakah saya jatuh cinta pada Tuan Rama, Nyonya tidak perlu khawatir. Saya tidak akan selancang itu!" lanjut Indah. Dia harus segera membangun tembok tinggi agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan di kemudian hari.
"Berarti kamu tidak jatuh cinta pada Putraku?"
Indah menggelengkan kepalanya.
"Kenapa? Putraku tampan, dia baik hati, dan dia juga kaya raya. Hidupnya sudah mapan. Harusnya kamu jatuh cinta padanya..." Nyonya Felly merasa harga diri putranya tiba-tiba saja terjatuh.
"Eh...?"
keselek biji kedondong gak tuh/Smug//Smug/
In Syaa Allaah segala urusannya di lancarkan Moms.. sehat wal'afiat terus ttp semangat.. Love you bbyk² buat Momsay sekeluarga.. 😘😘😘💪🏻💪🏻💪🏻🥰🥰🥰