NovelToon NovelToon
Segel Cahaya: Putri Yang Terlupakan

Segel Cahaya: Putri Yang Terlupakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Fantasi Wanita
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: monoxs TM7

Di bawah cahaya bulan, istana di lembah tersembunyi menjadi saksi kelahiran seorang bayi istimewa. Erydan dan Lyanna, pengemban Segel Cahaya, menyambut putri mereka dengan perasaan haru dan cemas.

"Dia adalah harapan terakhir kita," ujar Erydan, matanya menatap tanda bercahaya di punggung kecil bayi itu.

Lyanna menggenggam tangannya. "Tapi dia masih bayi. Bagaimana jika dunia ini terlalu berat untuknya?"

Erydan menjawab lirih, "Kita akan melindunginya."

Namun di kejauhan, dalam bayang-bayang malam, sesuatu yang gelap telah bangkit, siap mengincar pewaris Segel Cahaya: Elarya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon monoxs TM7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29: Cahaya di Tengah Kegelapan

Cahaya mentari pagi yang hangat menerobos melalui celah-celah jendela, menyinari wajah Elarya yang beristirahat di atas tempat tidur. Wajahnya tampak tenang meskipun semalam dunia di sekitar mereka seperti nyaris runtuh. Kael duduk di sisinya, matanya mengamati setiap helai rambutnya yang terserak di atas bantal. Wajah itu, yang kini tampak lebih pucat karena kelelahan, masih saja membuat jantungnya berdebar.

"Dia kuat," Kael bergumam pelan, lebih kepada dirinya sendiri, namun Elarya mendengarnya.

"Tentu saja," jawab Elarya dengan senyum tipis. "Dia anak kita."

Kael tertawa kecil, meskipun ia tahu jauh di dalam dirinya, kekhawatiran belum sepenuhnya sirna. Malam sebelumnya adalah salah satu pertempuran tersulit yang pernah mereka hadapi, dan meskipun mereka berhasil mengusir makhluk-makhluk bayangan itu, ia tahu ancaman sebenarnya belum berlalu.

Hari-hari berlalu dengan lebih tenang, setidaknya untuk sementara. Elarya tetap di dalam rumah, beristirahat dan menjaga kehamilannya yang semakin besar. Segel di dadanya kini terlihat lebih stabil, cahayanya lebih lembut dibanding sebelumnya, seolah-olah sang bayi di dalam kandungannya memberikan harmoni pada kekuatan tersebut.

Kael sering kali duduk di sisinya, berbicara tentang masa depan.

"Setelah semua ini berakhir, aku ingin membawa kalian ke tempat yang damai," ucap Kael suatu malam, saat mereka duduk di depan perapian.

"Tempat seperti apa?" tanya Elarya, kepalanya bersandar di bahu Kael.

"Di suatu tempat di mana tidak ada perang, tidak ada segel, dan tidak ada makhluk gelap yang mengejar kita. Sebuah tempat di mana kita bisa hidup sebagai keluarga biasa."

Elarya tertawa kecil. "Kau tahu itu hampir mustahil, bukan? Selama segel ini ada, aku—dan sekarang anak kita—akan selalu menjadi incaran."

Kael terdiam, tetapi kemudian ia membelai rambut Elarya dengan lembut. "Aku tidak peduli. Aku akan melindungi kalian, ke mana pun kita pergi."

Elarya menatapnya, matanya berkilauan. "Kael, aku tahu kau akan melakukannya. Dan aku percaya padamu. Tapi ingat, kita melakukan ini bersama. Kau tidak sendiri."

Mereka saling menatap dalam diam sebelum Kael membungkuk dan mengecup kening Elarya dengan penuh kelembutan.

Beberapa minggu kemudian, tanda-tanda kelahiran mulai muncul. Elarya merasa tubuhnya lebih berat, dan segel di dadanya mulai bersinar dengan intensitas yang berubah-ubah. Kael, yang selalu berada di dekatnya, menjadi semakin protektif, memastikan bahwa apa pun yang terjadi, Elarya tidak akan sendirian.

Namun, malam itu, Elarya terbangun dengan rasa sakit yang tiba-tiba. Ia mencengkeram tangan Kael, yang langsung terjaga dan menatapnya dengan panik.

"Kael... waktunya sudah dekat," bisik Elarya dengan napas terputus-putus.

Kael berdiri dengan cepat, mencoba mengingat semua persiapan yang telah ia lakukan untuk momen ini. "Baik, aku akan memanggil bidan," ucapnya dengan suara tegang.

Elarya menggeleng, matanya penuh keyakinan. "Tidak ada waktu. Kau... kau harus melakukannya."

Kael membelalak. "Apa? Tidak, Elarya, aku—aku bukan..."

"Kau bisa melakukannya," potong Elarya, memegang tangannya erat. "Aku percaya padamu."

Kael mengangguk perlahan, meskipun hatinya berdebar kencang. Ia menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, mencoba mengingat setiap langkah yang pernah diajarkan oleh bidan desa.

Malam itu adalah salah satu malam paling mendebarkan sekaligus indah dalam hidup mereka. Elarya bertahan dengan keberanian luar biasa, sementara Kael, meskipun penuh kecemasan, tetap berada di sisinya, memberikan dukungan yang ia butuhkan.

Akhirnya, tangisan pertama bayi mereka memenuhi ruangan, memecahkan keheningan malam.

Kael mengangkat bayi itu dengan tangan yang gemetar, air mata mengalir di pipinya. "Elarya... dia sempurna."

Elarya, yang kelelahan namun bahagia, menatap bayi itu dengan senyum yang tidak pernah terlihat sebelumnya. "Kael... ini adalah awal yang baru. Untuk kita semua."

Kael menyerahkan bayi itu ke pelukan Elarya, lalu duduk di sisinya, memeluk mereka berdua erat. Cahaya dari segel di dada Elarya kini bersinar lembut, seolah-olah menyambut kedatangan jiwa baru itu ke dunia.

Namun di luar, jauh di horizon, awan gelap mulai berkumpul kembali, menandakan bahwa kebahagiaan ini hanya sementara sebelum ancaman berikutnya datang.

Kael berdiri di tepi jendela, menatap langit malam yang kembali ditutupi awan gelap. Tangisan bayi mereka yang baru lahir memenuhi ruangan, sebuah melodi yang seharusnya membawa ketenangan namun kali ini terasa mengusik hatinya. Ia tahu, di balik kebahagiaan yang baru mereka raih, ancaman masih mengintai.

“Elarya, bagaimana perasaanmu?” Kael menoleh ke arah istrinya yang duduk bersandar dengan wajah lelah namun penuh kebahagiaan. Bayi mungil itu berada di pelukannya, tertidur dengan damai.

Elarya tersenyum tipis. "Aku lelah, tapi aku merasa lebih kuat. Dia memberiku kekuatan, Kael."

Kael mendekat dan duduk di sisinya. Ia menyentuh pipi Elarya dengan lembut, menatap ke dalam matanya yang kini memancarkan cahaya hangat. "Dia adalah keajaiban kita. Tapi aku tidak bisa menghilangkan firasat ini. Langit di luar... sesuatu sedang terjadi."

Elarya mengangguk pelan. "Aku bisa merasakannya juga. Segel ini... sejak dia lahir, rasanya berbeda. Seolah-olah ada kekuatan baru yang mengalir, tapi juga ketidakstabilan yang membuatku gelisah."

Kael menghela napas panjang. "Kita tidak bisa tinggal di sini lebih lama. Desa ini terlalu rentan. Jika musuh mengetahui tentang dia..."

Elarya menunduk, menatap wajah kecil bayi mereka. "Kael, aku tidak ingin dia tumbuh dalam bayang-bayang ketakutan. Tapi aku tahu... kita tidak punya pilihan."

Kael menggenggam tangan Elarya dengan erat. "Aku bersumpah akan melindungi kalian berdua, apa pun yang terjadi. Tapi kita harus mulai memikirkan langkah selanjutnya."

Malam itu tidak berlalu tanpa tanda-tanda bahaya. Jauh di luar, suara gemuruh terdengar, membuat Kael terjaga sepanjang malam. Ia terus berjaga di depan pintu, pedangnya berada dalam jangkauan.

Ketika pagi tiba, desa mulai dipenuhi kabar tentang makhluk gelap yang muncul di hutan terdekat. Para penduduk berbicara dalam bisik-bisik, ketakutan terlihat jelas di wajah mereka.

"Kael," salah seorang pria desa menghampirinya saat ia berada di depan rumah. "Makhluk itu... sepertinya mereka sedang mencari sesuatu. Atau seseorang."

Kael merasakan dadanya mengencang. "Apa mereka sudah mendekati desa?"

Pria itu mengangguk pelan. "Belum, tapi mereka semakin dekat. Kami harus bersiap."

Kael mengangguk, lalu kembali ke dalam rumah. Elarya duduk di kursi, menggendong bayi mereka dengan lembut. Saat Kael memasuki ruangan, ia bisa melihat kecemasan di mata istrinya.

"Mereka tahu," ujar Elarya dengan suara yang hampir berbisik.

Kael mengangguk. "Aku akan pergi malam ini, menyelidiki sejauh apa ancaman itu. Kau tetap di sini, lindungi dia."

Elarya memandang Kael dengan khawatir. "Jangan pergi sendiri. Jika mereka tahu tentang kita, ini bisa menjadi perangkap."

"Tidak ada pilihan lain," jawab Kael. "Aku harus memastikan mereka tidak mendekati kalian."

Malam itu, Kael menyelinap keluar dengan senjata di tangannya. Langkahnya berhati-hati saat ia menuju hutan, mengikuti suara-suara yang terdengar samar. Di antara pohon-pohon, ia melihat sosok-sosok gelap berkumpul, tubuh mereka hampir tak berbentuk, seperti bayangan yang hidup.

Namun, sesuatu yang lain menarik perhatiannya. Di tengah kelompok makhluk gelap itu, seorang pria berdiri, mengenakan jubah panjang dengan simbol yang aneh di dadanya. Cahaya merah samar memancar dari simbol itu, seperti gema dari segel yang dimiliki Elarya.

"Dia ada di sini," suara pria itu bergema, dalam dan mengintimidasi. "Cahaya baru itu. Aku bisa merasakannya."

Kael mengepalkan tangannya, berusaha menahan amarah. Ia tahu pria itu pasti merujuk pada anaknya. Dengan hati-hati, ia mundur, memastikan tidak ada yang menyadari kehadirannya.

Namun, langkahnya terhenti saat makhluk gelap itu tiba-tiba berbalik, menatap ke arahnya. "Kita tidak sendiri," bisik salah satu dari mereka.

Kael mengutuk dalam hati sebelum menarik pedangnya, bersiap menghadapi pertempuran. Ia tahu bahwa ia tidak bisa membawa makhluk-makhluk itu kembali ke desa.

“Kalau begitu, mari kita selesaikan ini di sini,” gumamnya, sebelum melompat ke depan, menyerang dengan seluruh kekuatannya.

Di rumah, Elarya duduk di tepi tempat tidur, mencoba tetap tenang meskipun rasa gelisahnya semakin besar. Bayi mereka tertidur dengan tenang di atas bantal kecil, cahayanya yang lembut menyelimuti ruangan.

Namun, tiba-tiba, segel di dada Elarya bersinar terang, membuatnya tersentak. Ia merasakan sesuatu—seperti panggilan, atau mungkin peringatan.

"Kael..." bisiknya, matanya membelalak.

Di kejauhan, suara gemuruh terdengar lagi, kali ini lebih keras. Angin dingin yang aneh masuk melalui jendela, membuat lilin di ruangan itu padam seketika. Elarya memeluk bayi mereka erat, menyadari bahwa bahaya yang selama ini mereka hindari mungkin telah tiba di depan pintu.

Kael jatuh tersungkur ke tanah, pedangnya terpental beberapa meter dari tangannya. Sosok berjubah hitam berdiri di depannya, mata merahnya bersinar seperti bara api. Udara di sekeliling terasa berat, seolah-olah seluruh hutan menyerah pada kehadiran pria itu.

"Kau berani menghadapi kami seorang diri?" suara pria berjubah itu terdengar tenang, namun penuh ejekan. "Keberanianmu sia-sia. Kami tahu apa yang kau lindungi. Segel itu... cahaya itu... kami akan mengambilnya."

Kael memaksa dirinya berdiri meskipun tubuhnya terasa remuk. "Kau tidak akan menyentuh mereka. Aku bersumpah."

Pria itu hanya tertawa kecil, lalu mengulurkan tangannya. Kabut hitam berkumpul di sekitarnya, membentuk tombak tajam yang diarahkan ke Kael. "Sumpah seorang manusia tidak berarti apa-apa bagiku."

Namun, sebelum tombak itu dilemparkan, langit tiba-tiba bersinar terang. Cahaya putih yang menyilaukan memancar dari arah desa, menembus kegelapan hutan. Kael dan pria berjubah itu sama-sama menoleh ke arah sumber cahaya.

Elarya.

Kael tahu itu adalah kekuatan istrinya. Segel cahaya merespons ancaman ini, memancarkan kekuatan yang tidak terkendali. Ia merasa lega bahwa Elarya masih mampu bertahan, tetapi kekuatan sebesar itu juga berbahaya.

Pria berjubah itu tersenyum lebar, seolah-olah justru menemukan sesuatu yang lebih menarik. "Jadi, dia menunjukkan dirinya. Sempurna."

Sebelum Kael bisa bereaksi, pria itu menghilang, meninggalkan jejak kabut gelap di tempatnya berdiri. Kael memungut pedangnya dengan cepat, lalu berlari secepat mungkin kembali ke desa.

Di desa, Elarya berdiri di tengah rumah, segel di dadanya bersinar terang seperti matahari kecil. Bayi di pelukannya tetap tenang, seolah dilindungi oleh cahaya tersebut. Namun, tubuh Elarya gemetar, dan matanya dipenuhi air mata.

"Aku tidak akan membiarkan kalian menyentuh anakku," katanya dengan suara bergetar.

Dari luar, suara gemuruh dan langkah kaki mendekat. Penduduk desa sudah bersembunyi di dalam rumah mereka, sementara makhluk-makhluk gelap mulai berkumpul di pinggir desa. Sosok pria berjubah muncul di tengah mereka, melangkah pelan menuju rumah Elarya.

Elarya memandang keluar jendela, napasnya berat. Ia bisa merasakan kekuatan besar mendekat, tapi tubuhnya mulai melemah. Segel ini memberikan kekuatan, namun juga menguras energinya dengan cepat.

"Elarya!" suara Kael terdengar dari kejauhan.

Elarya menoleh dan melihat Kael berlari ke arahnya, wajahnya dipenuhi kecemasan. Namun, sebelum ia bisa sampai ke rumah, kabut gelap menghalangi jalannya. Kael menyerang kabut itu dengan pedangnya, namun setiap tebasan hanya menembus kosong.

Pria berjubah itu berhenti beberapa meter dari pintu rumah Elarya. "Kau telah melahirkan sesuatu yang luar biasa," ujarnya sambil tersenyum dingin. "Cahaya itu akan menjadi milik kami."

Elarya memeluk bayinya lebih erat, matanya penuh ketegasan. "Kau tidak akan mengambilnya. Tidak selama aku masih berdiri."

Pria itu mengangkat tangannya, dan kabut gelap mulai merayap ke arah Elarya. Namun, sebelum kabut itu menyentuhnya, cahaya dari segel Elarya semakin terang, membentuk dinding energi yang melindunginya.

Kael akhirnya berhasil menembus kabut dan berdiri di depan pintu, menghadap pria berjubah itu. "Kau harus melewati kami dulu," katanya dengan tegas.

Pria itu hanya tersenyum. "Dengan senang hati."

Pertarungan pun dimulai. Kael menyerang dengan seluruh kekuatannya, pedangnya bergerak cepat, mencoba menyerang pria itu. Sementara itu, Elarya mencoba menstabilkan segelnya, memusatkan cahaya untuk memperkuat dinding perlindungan mereka.

Namun, pria itu terlalu kuat. Setiap serangan Kael hanya mampu menunda pergerakannya, sementara kabut gelap terus mencoba menembus perlindungan Elarya.

"Kael!" seru Elarya. "Aku tidak bisa menahan ini terlalu lama!"

Kael mundur, napasnya terengah-engah. Ia menoleh ke arah Elarya, matanya penuh kepanikan. "Apa yang harus kita lakukan?"

Elarya menutup matanya, mencoba merasakan kekuatan segel dengan lebih dalam. Ia tahu bahwa segel ini memiliki potensi besar, tetapi ia belum sepenuhnya memahami cara mengendalikannya.

"Beri aku waktu," katanya akhirnya. "Aku akan mencoba sesuatu."

Kael mengangguk, lalu kembali menghadang pria berjubah itu, meskipun ia tahu kekuatannya tidak sebanding.

Di dalam rumah, Elarya memusatkan seluruh energinya pada segel. Ia merasa kehadiran lain di dalam dirinya, seperti suara yang berbicara tanpa kata-kata. Segel ini adalah warisan, tetapi juga sebuah jalan. Dan untuk melindungi bayinya, ia harus berani mengambil risiko.

"Cahaya ini adalah milikku," bisiknya, lalu segel itu bersinar lebih terang dari sebelumnya.

Ledakan cahaya memenuhi seluruh desa, melenyapkan kabut gelap dan memaksa pria berjubah itu mundur. Ia menatap Elarya dengan ekspresi terkejut, tetapi juga penuh ketertarikan.

"Menarik," katanya pelan. "Pertarungan ini belum berakhir."

Ia menghilang bersama makhluk-makhluk gelapnya, meninggalkan keheningan yang mencekam.

Kael segera berlari ke arah Elarya, memeluknya dengan erat. "Kau berhasil," katanya dengan suara penuh rasa lega.

Elarya tersenyum lemah. "Untuk sekarang. Tapi aku tahu dia akan kembali."

Kael mengangguk, lalu menatap bayinya yang masih tertidur. "Kita akan siap. Apa pun yang terjadi, kita akan melindungi dia."

Elarya menggenggam tangan Kael dengan erat. "Bersama."

1
Murni Dewita
👣
monoxs TM7: terimakasih sudah berkunjung
total 1 replies
Amanda
Memberi dampak besar
monoxs TM7: terimakasih sudah berkunjung
total 1 replies
Odette/Odile
Kereen! Seru baca sampe lupa waktu.
monoxs TM7: terimakasih sudah berkunjung
total 1 replies
Ainun Rohman
Karakternya juara banget. 🏆
Zxuin: bagus
monoxs TM7: terimakasih sudah berkunjung
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!