Binar di wajah cantik Adhisty pudar ketika ia mendapati bahwa suaminya yang baru beberapa jam yang lalu sah menjadi suaminya ternyata memiliki istri lain selain dirinya.
Yang lebih menyakitkan lagi, pernikahan tersebut di lakukan hanya karena untuk menjadikannya sebagai ibu pengganti yang akan mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn, suaminya, dan juga madunya Salwa, karena Salwa tidak bisa mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn.
Dalam kurun waktu satu tahun, Adhisty harus bisa mmeberikan keturunan untuk Zayn. Dan saat itu ia harus merelakan anaknya dan pergi dari hidup Zayn sesuai dengan surat perjanjian yang sudah di tanda tangani oleh ayah Adhisty tanpa sepengetahuan Adhisty.
Adhisty merasa terjebak, ia bahkan rela memutuskan kekasihnya hanya demi menuruti keinginan orang tuanya untuk menikah dengan pria pilihan mereka. Karena menurutnya pria pilihan orang tuanya pasti yang terbaik.
Tapi, nyatanya? Ia hanya di jadikan alat sebagai ibu pengganti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Adhisty berlari ke kamarnya. Begitu sampai di dalam kamar, ia langsung menelungkupkan tubuhnya di atas ranjang. Rasanya ia benar-benar kecewa karena Zayn memilih tak peduli dengannya.
"Bagaimanapun juga, aku ini hamil anaknya, kenapa dia tak peduli?" gumam Adhisty di tengah isaknya. Hormon kehamilan membuatnya lebih sensitif memang.
Puas menangis seorang diri, Adhisty mengusap wajahnya serabutan. Ia harus kuat, siapa lagi yang menguatkan kalau bukan dirinya sendiri. Sejak awal memang tugasnya hanya menjadi ibu pengganti dengan status yang sah sebagai istri supaya nasab anaknya nanti juga jelas pada Ayahnya, Zayn. Ia tak boleh serakah dengan menuntut lebih.
Malam semakin larut, Adhisty sudah terlelap, meringkuk di balik selimut sembari memeluk bantal gulingnya.
Sementara di kamar lainnya, Zayn masih terjaga. Ia tak langsung tidur setelah melakukan kewajibannya pada Salwa. Zayn memegang gambar usg bayinya. Meski belum jelas, tapi ia benar-benar bahagia. Akhirnya apa yang ia impikan selama ini akan terwujud. Ia ciumi gambar tersebut.
Perlahan Zayn turun dari ranjang untuk pergi ke kamar Adhisty. Dengan sangat pelan dan hati-hati ia masuk ke kamar Wanita tersebut. Terlihat jika Adhisty sudah terlelap hingga tak menyadari kedatangannya.
"Terima kasih," ucap Zayn lirih sembari membelai rambut Adhisty. Adhisty menggeliat, Zayn sedikit panik, takut kalau Adhisty bangun. Lebih tepatnya gengsi.
Tapi, ternyata wanita itu justru semakin hanyut dalam mimpinya. Zayn membenarkan selimut Adhisty sebelum akhirnya ia keluar. Bukan untuk kembali ke kamar Salwa, melainkan memilih ruang kerjanya sebagai tujuan selanjutnya.
.....
Pagi hari...
Salwa mengantar makanan ke kamar Adhisty di bantu oleh bibi tentunya.
"Makan dulu, Dhisty. Biar kamu dan calon anakku sehat," ucap Salwa begitu masuk ke dalam kamar Adhisty.
Adhisty diam saja dan membiarkan bibi menaruh makanan di atas nakas. Lagi-lagi Dhisty tak berselera melihat makanan yang di buat oleh Salwa.
"Maaf mbak, tapi aku nggak bisa makan itu. Aku mual, mau muntah rasanya," Adhisty sehalus mungkin bicara dengan Salwa.
Salwa langsung berubah raut wajahnya, "Kamu jangan manja dong! Baru hamil aja udah pilih-pilih makanan begini. Aku udah susah payah masak buat calon anakku. Jangan mentang-mentang kamu hamil jadi manja, biasanya juga apa aja kamu makan. Kayaknya orang hamil nggak gini amat, jangan manfaatin kehamilan kamu untuk bertingkah semaunya. Aku udah bayar mahal untuk keluargamu, jadi tolong kamu lebih tahu diri. Lagian ini benar-benar bagus buat kesehatan janin, aku mau anakku tumbuh sehat di perut kamu," ucap Salwa dengan nada sok lembut tapi benar-Benar menusuk hingga ke relung hati.
" Maaf, mbak. Aku nggak bermaksud begitu. Aku cukup sadar diri di sini, tapi emang nggak bisa, bukan karena aku sengaja manja, aku juga nggak tahu kenapa begini. Mungkin ini bawaan bayi,. Bawaan bayi setiap perempuan yang sedang hamil kan beda-beda mbak, bukannya aku gak menghargai usaha mbak Salwa," ucap Adhisty.
"Jangan mengguruiku, Dhisty. Mentang-mentang aku nggak bisa hamil, kamu jadi merasa lebih tahu segalanya," ucap Salwa.
"Maaf mbak, aku sama sekali gak ada niat menggurui mbak Salwa. Baiklah, akan aku coba makan, tapi kalau tetap nggak bisa, mbak jangan marah dan tersinggung," ujar Adhisty akhirnya. Ia malas kalau harus mendengar Salwa terus menjadi drama queen. Sok paling menderita dengan keadaannya.
Adhisty mengambil piring di atas nakas. Ia mulai menyendok dan memakannya. Baru masuk ke dalam mulutnya saja, Adhisty sudah merasa mual luar biasa. Ia bahkan harus cepat lari ke kamar mandi untuk muntah.
Keluar dari kamar mandi, Dhisty melihat Salwa masih berada di kamarnya, "Kamu benar-benar nggak bisa hargai aku, ya? Aku tuh calon ibu dari janin itu, sengaja ya pengin aku dan dia gak ada ikatan batin?" ucap Salwa merasa kecewa.
Adhisty kesal, ia sudah berusaha menjelaskn, tapi Salwa tetap mendrama, seolah memang dia yang menolak makan.
"Aku yang hamil mbak, aku yang merasakan efeknya, ini murni karena kehamilanku. Mbak nggak tahu saja gimana rasanya hamil. Lagian ijatan batin itu akn terjalin antara anak dan ibu kandungnya, jadi sepertinya gak akan ngaruh apa-apa kalau hanya gak makan masakan mbak," ucap Dhisty. Dan itu berhasil membuat Salwa tersinggung.
Salwa pergi dari kamar itu dan bergabung dengan Zayn di meja makan.
"Benar-benar nggak hargain aku, aku udah susah payah masak demi kebaikan anak kita, eh malah dia nolak makan. Maunya apa, sih! Bahkan sampai ngatain aku karena aku nggak bisa hamil, aku emang nggak bisa hamil. Tapi apa pantas dia bicara begitu sama aku," Salwa mengatakannya di depan Zayn.
Merasa kasihan dengan Salwa, Zayn langsung mendatangi Adhisty ke kamarnya.
Melihat Zayn datang dengan sorot mata tajam, Adhisty tahu pasti pria itu akan memarahinya.
"Kalau mau marah, nanti saja. Aku benar-benar sedang lemas, nggak ada makanan yang bisa aku makan," keluh Adhisty.
Zayn yang awalnya ingin marah, menjadi sedikit melunak.
"Terus kenapa jamu nggak makan apa yang sudah Salwa buatkan? Itu bagus buat calon anakku. Kamu harus paksakan diri buat bisa makan, jangan terlalu manja. Kasihan kan Salwa sudah susah payah masak buat kamu, hargai sedikit usahanya," ucap Zayn.
Adhisty hanya menatap nanar suaminya, kenapa pria itu juga tak mau mengerti dan mamahami apa yang dia rasakan. Adhisty tak minta lebih, ia hanya ingin Zayn mengerti posisinya yang sedang hamil.
"Sudah ku bilang, ini bukan kemauanku. Mungkin anakmu yang memang gak suka sama calon ibunya itu. Padahal bayi itu biasanya paling peka sama sekitar, kalau dia nggak bisa terima ibunya, berarti ibunya itu bermasalah," kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Adhisty.
"Jangan lancang kamu? Jangan mentang- mentang saya sedikit lunak sama kamu, kamu jadi bisa bicara seenakanya," tegur Zayn.
Adhisty mendengus, pasangan suami istri itu sama saja. Hanya menambah down moodnya saja.
"Kalau tidak ada yang ingin kamu ceramahkan lagi, bisa tolong keluar? Dengar ceramah kamu aku jadi makin mual rasanya," usir Adhisty.
Tentu saja itu membuat Zayn semakin mengeras rahangnya,"Berani sekali kau mengusirku?" bentaknya.
"Aku dan calon anakmu hanya butuh ketenangan. Jika kau ingin anakmu sehat dan baik-baik saja, tidak stress, tolong mengertilah," ujar Adhisty tanpa berani menatap mata elang suaminya yang jika di tatap serasa menusuk hingga ke jantung.
Baru mulut Zayn terbuka untuk bicara, Adhisty sudah bersiap muntah," tuh, kan! anakmu mual dengar omelan kamu!" ucap Dhisty. Hal itu membuat Zayn mengatup.
Zayn mengepalkan tangannya dan keluar," Wnak itu benar-benar, semakin hari semakin ngelunjak," batinnya.
Adhisty menghela napas lega setelah melihat Zayn keluar. Ia segera turun daeo ranjang dan mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Dan itu sebenarnya sia-sia ia lakukan karena pria itu memiliki kunci cadangannya. Buktinya, semalam zayn bisa mengendap masuk ke sana.
........
Kebetulan hari ini hari libur. Zayn habiskan waktu seharian di rumah dengan berolah raga dan bermain game. Apalagi kini Salwa sedang pergi ketemu teman-temannya. Ia jadi bebas bermain Game tanpa ada yang mengomeli.
Di tengah main gamenya, mendadak Zayn ingat isterinya yang sedang hamil belum juga makan hingga hampir jam dua belas.
Terpaksa Zayn menyudahi gamenya, dan Melenggang ke dapur.
"Tuan muda?" ucap bibi saat melihat Zayn masuk ke dapur. Tumben, pikir mereka.
"Ada bahan makanan apa saja yang bisa di masak buat wanita hamil?" tanya Zayn tanpa basa basi.
Bibi menjelaskan list bahan makanan yang ada. Zayn tahu Apa yang akan ia buat, berharap Adhisty mau makan meski sedikit. Ia sangat mengkhawatirkan calon anaknya juka Adhisty terus menolak untuk makan. Dan... mungkin juga sebenarnya ia khawatir dengan yang mengandung.
Zayn mengusir bibi dari dapur, "Pergilah kemanapun, asal jangan ganggu saya," ucapnya.
Zayn mulai mengeluarkan bakat terpendamnya di dapur. Dulu, saat kuliah di luar negeri, ia terbiasa hidup mandiri, sehingga masak bukanlah hal yang asing lagi baginya. Dia bahkan pernah bekerja paruh waktu sebagai chef hanya karena iseng dan menghilangakn gabut.
Setelah memastikan semuanya oke, dari rasa hingga kematangannya, Zayn mulai plating. Sangat detail menyerupai seorang chef profesional saja.
"Perfect!" gumamnya puas melihat hasil masakannya sendiri setelah sekian lama ia tak mengasah bakat terpendamnya tersebut.
"Awas aja kalau nggak di makan, aku jejelin ke mulutnya!" gumamnya sembari berjalan menuju ke lantai dua.
Adhisty yang sedang main game hanya menjeb saat melihat Zayn masuk.
"Nggak pada nyerah maksa aku makan. Giliran aku muntahi baper!" cibir Dhisty dalam hati.
"Ini makan!" ucap Zayn meletakkan nampan yang ia bawa di depan Adhisty.
"Nyuruh istri makan udah kayak nyuruh hewan peliharaan saja, hewan peliharaan masih mending pakai perasaan nyuruhnya, lah ini? gak punya perasaan sama sekali," gumam Adhisty.
Zayn mengembuskan napasnya menahan kesal, "Dari pagi kamu belum makan, setidaknya makanlah meski sedikit. Ini aku buatkan khusus buat anakku dan kamu, cobalah! Mungkin anakku bisa menerimanya," ucapnya sebisa mungkin dengan nada rendah atau Adhisty akan ngegas.
Melihat tampilannya yang cantik, Adhisty ragu kalau itu yang buat Zayn. Mana mungkin pria menyebalkan itu memiliki kesabaran dan ketelatenan membuatnya.
"Apa? Kenapa melihatku seperti itu? Nggak aku kasih racun, aku nggak mungkin nyelakain anakku sendiri," omel Zayn.
"Ini beneran kamu yang masak? Kok agak nggak percaya, ya?" tanya Adhisty.
Zayn mendengus, "Kau menghinaku? Cepat coba makan!"
"Tapi, sayang banget, cantik gini masa dimakan?"
Zayn mengusap wajahnya, wanita ini benar-benar menguji kesabarannya.
Zayn duduk di depan Adhisty, ia mengambil makanan itu lalu menyendoknya, dengan paksa ia menyuapkannya pada sang isteri.
Adhisty terpaksa membuka mulutnya, begitu sampai di mulut itu makanan, Adhisty langsung diam mematung.
Zayn siap siaga untuk mundur jika saja Adhisty mau muntah.
Tapi, justru reaksi Adhisty tak terduga, "Enak banget!" gumamnya dengan mata berbinar, seolah baru saja menemukan batu berlian diantara batu akik.
Syukurlah, Zayn merasa lega jika Adhisty bisa makan dengan lahap masakannya. Tapi, detik kemudian, Adhisty cemberut.
"Apa lagi?" tanya Zayn.
"Jadi rusak bentuknya, nggak cantik lagi," Adhisty menatap nanar ke piring yang sudah di acak-acak oleh Zayn.
"Astaga!" Zayn memejamkan matanya melihat kelakuan Adhsity.
...----------------...