Setelah bangun dari koma karena percobaan bunuh diri, aku terkejut karena statusku menjadi menikah. Ternyata sebuah rahasia yang disembunyikan suamiku bahwa dia seorang profesional pembunuh bayaran.
Aku tak menyangka lelaki yang ku ketahui sebagai Vice President adalah anggota elite organisasi hitam yang menjadi buronan negara.
Teror demi teror datang. Beberapa pihak punya rencana jahat untuk menyingkirkan ku demi harta dan cinta, termasuk ibu tiri dan adikku.
Aku bersedia menukar tubuhku pada lelaki yang menjadi suami kontrak itu untuk sebuah komitmen balas dendam kematian sang ibu.
Akankah kebenaran tentang masa lalu menghancurkan rumah tangga kami? Penuh ketegangan berbalut kisah romansa yang sensual, ikuti cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iris Prabowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hilangnya Leon
AAARGHHHHH
Masih terlalu pagi untuk mendengar huru-hara. Lobby kantor cukup ramai dengan aksi seseorang yang berteriak-teriak lalu melemparkan banyak telor ke lantai menciptakan aroma amis menjijikkan.
Seseorang mengamuk sambil menangis kencang. Rupanya Luisa sedang menggila. Entah apa yang pemicunya sampai ia berbuat tidak wajar seperti itu.
Kedatanganku ternyata disadari olehnya. Tiba-tiba perempuan itu berlari melemparkan telor ke arahku.
Plok!
Sebuah telor mendarat di kepala lalu melumuri wajahku. Bau, lengket. Mau muntah. Perempuan iblis, ada apa sih dengannya?
"ANJING LO KEANA SETAN! KATAKAN DIMANA LEON! KEMANA LEON?!!"
Leon?
Berulang kali dia memaki aku membawa nama Leon. Lelaki tidak penting seperti dia bukan urusanku untuk tahu menahu keberadaannya. Lagipula bukankah dia pacarnya? Kenapa tanya aku?
"TERAKHIR KALI KALIAN TERLIHAT DI BAR, LALU KEMANA KAMU BAWA LEON? DASAR PEREMPUAN LONTE!!"
"Lo gila ya? Gue nggak tahu apa-apa tentang Leon. Terakhir kali kami sempat berpapasan di bar tapi hanya sebentar ngobrol yaudah, just it!"
"BOHONG! KALAU SAMPAI TERJADI SESUATU PADA DIA, LO YANG GUE CARI! GUE BUNUH LO KEANA!!"
Beberapa lelaki berseragam security datang memegangi Luisa yang kian mengamuk. Perempuan itu digusur lalu diamankan dari kerumunan. Sudah diluar pun dia masih berteriak-teriak memaki aku. Aku ikut keluar dari keramaian dan pergi ke rest room membersihkan diri. Sungguh masih syok dengan kejadian tadi.
Ah, bau amis yang susah hilang. Bahkan aku sudah keramas pun masih tercium bau yang membuat mual. Hari ini Vice President tidak masuk, ruangannya sepi jadi aku bisa mengeringkan rambut dengan santai disana.
Leon ya. Terakhir kali memang kami bersama di bar usai Awarding Night, itupun hanya berbicara sedikit lalu sepertinya kami berpisah. Tidak begitu ingat jelas, ingatan malam itu hanya sampai dia memperlihatkan foto-foto kebersamaan Kin dan Sofia, setelah itu blank. Mungkin aku mabuk. Tentu tidak terjadi apa-apa antara aku dan Leon karena pagi hari aku sudah ada di kamar bersama Kin.
Huft, jadi ingat lagi. Aku sebenarnya benar-benar malu dengan kejadian itu, seharusnya satu bulan ke depan aku enggan bertemu Kin. Tapi ya gimana, dia housemate sekaligus partner kerja di kantor. I keep bumping into him.
Tapi jika Luisa sepanik dan semarah ini, apa Leon benar-benar hilang? Keberadaannya tidak bisa dilacak? Jangan-jangan ini trik dia untuk menjauh dari Luisa. Dia anak sulung pewaris Mavis Group, tidak mungkin segegabah itu menghilangkan jejak diri sendiri jika hanya ingin putus.
Hmm, aku yakin ini hanya salah paham. Pasangan yang sedang berkonflik itu pasti sebentar lagi akan baikan. Diam-diam aku mengakui kalau mereka pasangan cocok, yang satu gila yang satu psycho. Semoga berjodoh.
Papa memanggil aku ke ruangannya. Ada Rania ternyata, sepertinya alasan pemanggilanku ada hubungan dengan kejadian tadi pagi. Baru saja aku masuk hendak menarik kursi, Rania berjalan ke arahku lalu melayangkan sebuah tamparan di pipi.
Aku ditampar. Ditampar? Bahkan papa saja tidak pernah melakukan hal kasar seperti itu padaku.
"Kamu mau menghancurkan Luisa? Kamu masih belum rela Leon lebih memilih Luisa? Kamu mau membalas dendam dengan membuatnya menderita?"
"Menghancurkan? Bukankah kalian yang ingin menghancurkan aku, membuat aku mati? Gila ya! Selama ini aku diam karena masih menghargai kamu sebagai istri papa. Kamu pikir aku buta dan bisu, tidak tahu kalau kamu menolak segala jenis perawatan rumah sakit untuk mempercepat kesembuhan aku saat koma? Kamu ingin aku cepat mati agar perusahaan jatuh ke tangan Luisa kan?"
"Lancang kamu!"
Sebelum perempuan itu menyentuh wajahku lagi, aku menamparnya duluan. Lebih keras dan pasti lebih sakit. Rania bahkan jatuh terduduk.
"Bilang sama anakmu, bawa Leon, bawa dia ke neraka bersama! Sekali lagi kamu mengusik aku, aku benar-benar bisa nekat menghabisi kamu!"
Melihat istri dan anaknya konflik hebat, papa hanya diam. Sungguh, aku tidak butuh pembelaan atau perhatian apapun dari lelaki itu. Dia tidak ikut campur saja membuatku tenang.
Aku keluar ruangan dengan amarah yang masih membara. Kepalaku panas, dadaku agak sesak, sudah lama tidak emosi seperti ini. Tapi aku puas, akhirnya bisa membuat Rania kesal dengan tanganku sendiri. Tamparan itu tidak ada apa-apa dibandingkankan dengan kejahatannya padaku selama ini.
***
Satu pesan masuk, unknown number. Setiap kali ada nomor tak dikenal menghubungi pasti cemasku muncul. Kontakku begitu privat, tentulah mudah kutebak siapa misterius yang mengirim pesan.
You think your secrets are safe? Think again. I know what you did, and now you're gonna pay.
You can't hide from me. I'm always on your tail. And soon, you'll have nowhere left to run.
Get ready to face the music. You're gonna have to own up to what you did, and I'm the one who's gonna make you do it. XOXO.
Marrionette. Dia mengancam aku? Huh!
Refleks aku tertawa, apa aib yang begitu rahasia sampai bisa menjadi bahan terror untuk memuaskan kegilaannya?
Bip. Notifikasi pesan masuk masih dari nomor sama. Jari-jari ku gemetar begitu zoom tiga foto yang dikirimkan.
Foto pertama aku yang berada di pelukan Leon. Foto kedua aku dan Leon berciuman. Foto ketiga Leon menggendongku beranjak dari kursi. Tiga foto dengan latar bar tempo hari.
What the heck? Where did he get these pics?
Aku zoom makin besar memastikan kalau foto real tanpa editan. It's real, perempuan di foto itu benar-benar aku. Benarkah kami melakukan itu? Ah, aku tidak ingat apapun.
Foto ini tidak boleh sampai pada Luisa, murkanya pasti kian menjadi. Tapi bagaimana jika foto-foto inilah yang menggiringnya jadi menggila seperti pagi tadi.
Does she know?
Berarti aku orang terakhir yang mungkin sempat bertemu Leon sebelum hilang. Ini aneh, aku benar-benar tidak ingat apapun akan kejadian itu. Mungkin Kin tahu karena dia bersamaku di ujung malam sampai pagi.
Ya, mungkin Kin tahu sesuatu. Tapi kenapa aku ragu ya untuk bertanya?
Aku baru bisa bertemu lelaki itu malam hari. Sekitar jam sebelas dia baru pulang. Terpaksa aku menahan kantuk luar biasa demi sepenggal ceritanya.
"Kin... " tanyaku pada lelaki yang sedang mengambil air di dispenser dapur.
"Ya?"
"Anyway, how did we end up together last night? No big deal, just wondering."
"Kenapa? Mau lagi?"
"Kin gue serius! Tadi pagi Luisa marah karena Leon tidak ada kabar, sementara orang terakhir yang bersamanya itu gue. Di bar, malam selesai Awarding Night."
"Oh, kalian mabuk bareng? Pantes!"
"Kin please lah, gue butuh alibi kalau menghilangnya Leon nggak ada hubungannya sama gue!"
"Kenapa harus panik? Santai aja. Alibi buat apa? Lagi main detektif-detektif an?"
"Jadi habis malam itu gue mabok, nggak ada terjadi apa-apa kan sama gue dan dia?"
Lelaki itu mengangkat bahu sambil meneguk air dingin.
"Gue mabuk, tapi setelahnya nggak ingat apapun"
"Wah jangan-jangan lo dikasih obat bius biar hilang kesadaran"
Obat bius? Tiba-tiba terbesit ingatan saat Leon menawarkan diri untuk menuang alkohol ke gelasku. Is that psycho trying to poison me?
Mungkin, ya itu mungkin. Reaksi abnormal setelah aku minum dengannya memang aku rasakan. Badan panas, jantung berdebar, dan tubuh rasanya fly. Apakah itu reaksi dari obat yang dia masukkan? Untuk apa dia melakukannya?
"Here..."
Kin melemparkan sebuah map. Sebuah dokumen hasil uji laboratorium.
Laporan Uji Lab
Nama Pasien: Keana Hana Mulia
Tanggal Uji: 17 Februari 2025
Jenis Uji: Uji Toksikologi
Hasil Uji:
- Flunitrazepam (Rohypnol) : Positif
- Konsentrasi: 1.000 ng/mL (dalam darah)
- Waktu Deteksi: 2-24 jam setelah konsumsi
Keterangan: Hasil uji ini menunjukkan bahwa pasien telah mengonsumsi Rohypnol dengan dosis yang sangat tinggi. Konsentrasi 1.000 ng/mL dalam darah menunjukkan bahwa pasien telah mengonsumsi dosis yang dapat menyebabkan efek yang sangat berbahaya, termasuk kehilangan kesadaran, amnesia, dan bahkan kematian.
Metode Uji: Uji ini dilakukan menggunakan metode Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS).
Rekomendasi: Pasien harus segera mendapatkan perawatan medis darurat untuk mencegah efek yang lebih berbahaya. Pasien juga harus diawasi secara ketat untuk memantau kondisi kesehatannya.
Seketika lututku lemas. Aku jatuh terduduk setelah membaca hasil uji laboratorium itu.
Sepertinya benang yang hilang mulai terlihat. Setelah Leon mencampur obat perangsang dan bius, dia memanfaatkan momen mabuk serta hilang kesadaran itu untuk menculikku. Kin menghalangi Leon lalu menggagalkan aksi jahat lelaki psycho itu. Maka jelaslah mengapa malamku berakhir dengan Kin.
Refleks aku memeluknya sambil menangis. Jika malam itu Kin tidak menyelamatkan aku, apa yang akan terjadi?
Kin mengusap kepala perempuan dalam peluknya, "You're good now".
***