NovelToon NovelToon
ARUNA

ARUNA

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: bund FF

Tidak ada yang bisa memilih untuk dilahirkan dari rahim yang bagaimana.
Tugas utama seorang anak adalah berbakti pada orang tuanya.
Sekalipun orang tua itu seakan tak pernah mau menerima kita sebagai anaknya.

Dan itulah yang Aruna alami.
Karena seingatnya, ibunya tak pernah memanjakannya. Melihatnya seperti seorang musuh bahkan sejak kecil.

Hidup lelah karena selalu pindah kontrakan dan berakhir di satu keadaan yang membuatnya semakin merasa bahwa memang tak seharusnya dia dilahirkan.

Tapi semesta selalu punya cara untuk mempertemukan keluarga meski sudah lama terpisah.

Haruskah Aruna selalu mengalah dan mengorbankan perasaannya?
Atau satu kali ini saja dalam hidupnya dia akan berjuang demi rasa cintanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bund FF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

hikmah

Masih belum genap pukul sembilan malam, tapi suasana terasa sangat sepi. Mungkin karena sejak tadi mendung belum juga mau menurunkan hujan membuat angin sepoi terasa mengandung air.

Seperti biasa, Aruna berjalan kaki untuk pulang. Beruntung hodie yang dikenakan cukup tebal hingga udara dingin bisa dia elakkan.

Sudah separuh perjalanan, Di pertigaan samping rumah makan yang baru saja tutup Aruna harus menghentikan langkahnya karena ada tiga pria yang menghadangnya.

"Sial" batin Aruna menyadari ada ancaman, mata elangnya mengamati satu per satu orang yang menghampirinya.

Satu pria cungkring dengan banyak batu aki di jemarinya, satu lagi bertubuh tambun dengan kaos kekecilan dan yang satunya gondrong dengan kumis tebal.

"Hai cewek, sendirian saja?" tanya si gondrong sedikit kaget karena tadinya dia pikir Aruna adalah seorang anak lelaki karena tingginya melebihi rata-rata remaja.

"Cantik-cantik budek" ejek si gembul.

"Bagi duit dong, buat beli rokok" kata si kurus.

"Gue nggak punya duit, bang. Gue miskin, sama kayak Lo semua" kata Aruna tetap tenang, tapi sudah membuka salah satu headsetnya yang sejak tadi menemani dengan musik sendu.

"Cg, memang sih kelihatan kalau Lo miskin. Tapi timbang uang rokok masak sih Lo nggak punya?" tanya si gembul.

"Gue nggak punya" kata Aruna sedikit ngegas.

"Nggak usah teriak, judes banget sih" bentak si kurus.

Aruna tak suka dengan kondisi begini. Dia sudah lelah, lahir batin dia lelah. Jadi sepertinya harus segera diselesaikan daripada membuang banyak waktu.

Melihat sekitar, ada tumpukan batu bekas membersihkan jalan. Aruna berjalan ke arah batu itu dan menggenggam semampunya.

"Pergi Lo bang, gue nggak ada urusan sama kalian" ucap Aruna memperingatkan.

"Kalau gue nggak mau, Lo mau apa?" bentak si gembul.

"Jangan salahin gue kalau kepala Lo bocor" kata Aruna yang langsung melemparkan satu batu yang ukurannya sedikit lebih besar daripada kelereng.

Dengan perhitungan yang tepat, dan tenaga yang cukup, Aruna melemparkan batu itu dengan kepala si gembul sebagai sasarannya.

Bugh!

"aaahhh.. Sialan" keluh si gembul yang memegangi kepalanya dengan kedua tangan.

Dari rambut yang berada di atas telinga sebelah kanan mengalirkan darah yang membuat pria itu semakin mengaduh kesakitan.

"Sialan Lo bocah" umpat si kurus yang bersiap memukul Aruna.

Tapi tangan gesit Aruna segera melempar lagi satu batu dengan sekuat tenaga ke arah kepala si kurus dan kembali jitu.

Kening pria kurus itu juga nampak mengeluarkan darah.

"Aduh, sakit banget" keluh si kurus tak jadi memukul Aruna.

"Kelewatan Lo" ucap si gondrong yang sudah menjaga kepalanya dengan baik saat ingin memukul Aruna.

Tapi Aruna membidik di lain tempat, setelah dirasa jitu, segera Aruna melempar lagi satu batu ke benda keramat si gondrong.

"Ah sial" jerit si gondrong yang kini sibuk dengan 'anu'nya. Keblingsatan hingga tiduran di aspal yang kotor.

"Hei, ada apa itu" teriak seorang pria terburu-buru berlari ke arah Aruna yang didepannya sudah ada tiga pria dewasa yang kesakitan.

Aruna diam saja.

"Kalian kenapa? Mau malak anak kecil ya?" tanya bria berpeci itu dengan menyelidik.

"Tidak tahu malu. Lagian kalian ini orang mana sih? Kenapa bikin ribut di tempat orang?" tanya pria berpeci itu lagi.

Keributan itu mengundang beberapa orang untuk keluar dan melihat apa yang sedang terjadi. Aruna masih diam setelah membuang sisa kerikil yang dipungutnya tadi.

"Kenapa pak RT?" tanya salah satu warga, Aruna merasa aman karena bertemu dengan pemimpin kawasan ini.

"Preman mana sih ini? Nggak benar mereka ini sudah bikin ribut di tempat orang" kata pak RT.

"Dia yang bikin kita begini, pak. Kenapa malah kita yang disalahkan?" kata si gondrong dengan tangan tetap di anunya.

"Oh, jadi kalian mau bilang kalau dipalak sama anak kecil? Receh sekali nyali kalian. Ayo giring ke pos, terus kita minta rekaman cctv dari pemilik rumah makan ini. Awas saja kalau kalian yang terbukti salah, saya tidak akan biarkan kalian lolos begitu saja" ancam pak RT.

"Pak, tolong beritahu pada pemilik rumah makan ini dan minta rekaman cctv nya dengan baik-baik, ya pak. Bilang kalau ada pemalakan dan butuh bukti" kata pak RT mulai membagi tugas.

"Siap pak" kata pria yang diberi tugas.

"Pak, kamu tolong ke rumah pak Har dan minta beliau untuk menengahi perkara ini" ucap pak RT untuk mengundang salah satu warganya yang ternyata seorang polisi.

"Siap pak" kata orang itu yang membawa rekan untuk menemui si polisi.

"Lainnya, kita giring mereka ke pos. Segera kita lihat kejadian sebenarnya sekalian kita bantu obati luka mereka" kata pak RT mutlak, tak ada yang bisa mengubahnya.

Para warga yang sudah ditunjuk pergi dengan tugasnya masing-masing. Dan tak butuh waktu lama bagi mereka untuk kembali berkumpul setelah membantu mengobati luka di kepala preman, sementara si gondrong sudah merasa lebih baik.

Terdengar helaan nafas mengejek dari orang yang bergabung di pos malam ini. Apalagi setelah melihat rekaman cctv memperlihatkan tiga preman itu tumbang hanya dengan batu yang Aruna lempar pada mereka.

"Kalian ini memalukan sekali" kata pak polisi.

"Darimana kalian berasal?" bentak pak polisi sementara Aruna yang daritadi hanya berdiri masih terdiam.

Beberapa ibu-ibu yang ikut hadir malah sekarang sedang mencerca tiga pria itu. Bahkan ada yang sudah memukuli mereka karena gemas.

"Tidak tahu malu minta uang pada anak kecil" kata pak polisi lagi.

"Kamu sendiri darimana, nak? Kenapa sendirian?" tanya pak polisi pada Aruna.

"Saya kerja di tokonya ko Acing, pak. Baru pulang kerja tadi" jawab Aruna.

"Bahkan anak kecil ini pulang kerja, sementara kalian mau memalaknya? Tidak tahu malu" ucap pak polisi.

"Bawa saja ke bui, pak. Mereka itu bisanya cuma jadi hama" kata ibu-ibu mulai geram.

"Jangan pak. Tolong jangan bawa saya ke penjara. Kita janji nggak akan malak lagi, pak" kata si tambun memelas.

"Tadi saja garang" ejek ibu lainnya.

"Sepertinya memang ini kesalahan saya yang terlalu menganggap kawasan kita terlalu aman" ujar pak RT dengan wajah sedihnya.

"Sepertinya harus kita agendakan lagi kegiatan ronda yang sudah lama kita tinggalkan" kata pak RT yang disetujui warganya.

"Jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi. Yang saya takutkan jika sampai pemalakan seperti ini terjadi kepada anggota keluarga kita sendiri. Pasti ada kan yang kerjanya harus pulang malam atau bahkan dini hari" sesal pak RT.

Para warga nampak manggut-manggut setuju. Mendalami ucapan pak RT membuat hati mereka semakin was-was.

"Betul pak. Kita harus bikin jadwal ronda lagi kalau begini mah" celetuk warga.

Kejadian itu membuat Aruna harus sampai di rumahnya lebih larut dari biasanya.

Dari yang Aruna dengar, sudah digiatkan lagi kegiatan ronda demi menjaga keamanan warga. Satu hal yang membuat Aruna lebih merasa aman saat pulang kerja.

Dan untuk para preman itu tak harus dibui karena Aruna pun tak meminta hukuman seberat itu.

Mereka hanya harus membantu membersihkan masjid selama setahun penuh. Sekalian berurusan dengan pak ustadz, siapa tahu mereka bertaubat.

Senyum Aruna terukir kecil selama perjalanan pulang karena dengan adanya kejadian itu, beberapa warga yang trenyuh dengan keseharian Aruna memberi santunan kepadanya.

Tak terkecuali pak RT dan pak polisi yang mengatakan untuk tidak segan meminta bantuan kepada beliau jika ada keperluan.

Aruna sampai ke rumahnya jam sebelas malam. Cukup banyak waktu yang dibutuhkan untuk bisa pulang setelah warga juga bubar.

Setelah membersihkan diri, tak ada tugas rumah yang harus diselesaikan. Aruna menilik tas usangnya. Merogoh isi didalamnya dan menghitung sejumlah uang yang diberikan oleh beberapa warga, pak RT dan juga pak polisi.

"Banyak banget" senyumnya riang setelah tahu ada lebih dari lima ratus ribu dalam genggamannya.

"Beli seragam sekolah deh" kata Aruna yang merasa jika seragamnya terlalu pendek dan memang sangat jelek.

Seragam yang dia dapatkan dari budhe Mirna yang merupakan 'lungsuran' dari tetangganya yang sudah lulus sekolah.

"Cari tempat aman biar nggak ketahuan ibu" ucap Aruna yang menyembunyikan uangnya di dalam tas.

Sengaja tak diletakkan di dompet karena sudah pasti ibunya akan tahu jika mengeceknya.

Lagipula gajian masih lama, Aruna yakin kalau uang itu pasti aman setidaknya sampai besok saat dia akan membeli seragam sekolah.

1
Azizah Hazli
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!