Aku hidup kembali dengan kemampuan tangan Dewa. Kemampuan yang bisa mewujudkan segala hal yang ada di dalam kepalaku.
Bukan hanya itu, banyak hal yang terjadi kepadaku di dunia lain yang penuh dengan fantasi itu.
Hingga akhirnya aku memiliki banyak wanita, dan menjadi Raja Harem yang membuat semua pria di dunia ini merasa iri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karma-Kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Ke Lunar
Singkatnya, aku, Catrine, Helena dan Gabriel melakukannya bersama-sama. Pertarungan sengit dan panas itu berlangsung cukup lama di sungai. Dan kami baru menyudahinya setelah matahari berada tepat di atas kepala kami alias waktu siang hari.
...
Seminggu setelah itu.
“Selamat datang di kota Lunar! Aku harap kalian bisa tinggal dengan nyaman dan berbaur dengan warga yang sudah tinggal di sini sejak lama,” ucapku setibanya kembali di kota Lunar setelah menempuh perjalanan seharian penuh dari kota River.
Aku memutuskan langsung pulang ke kota Lunar begitu menyelesaikan semua urusan dengan Gabriel. Namun, aku pulang tidak hanya bersama Leon, Catrine dan Hellena. Para warga yang sudah aku sembuhkan dari kota River juga ikut bersamaku.
Totalnya mungkin ada 50 warga yang memilih tinggal di kota Lunar alih-alih kembali ke Desa. Mereka bilang ingin membalas kebaikan ku dan bersedia menjadi bagian dari penduduk kota Lunar.
Tentu pria paruh baya bernama Anderson yang memiliki peran penting untuk meyakinkan para warga. Ia terus berbicara kepada semua orang agar mau tinggal di kota ku, sekaligus menepis rumor buruk tentang kota berhantu.
“Kota ini terlihat jauh lebih nyaman dari tempat tinggal kami sebelumnya. Rumor itu sepertinya hanya bualan belaka,” ujar Anderson sembari melihat ke sekeliling.
“Orang-orang menyebarkan rumor seperti itu karena mereka belum pernah datang ke sini. Atau bisa juga karena ada orang yang tak ingin melihat kota Lunar berkembang menjadi kota yang lebih baik,” jelasku kepada para warga.
"Oh begitu, pantas saja orang-orang langsung ketakutan saat mendengar nama kota Lunar, ternyata ada orang jahat yang sudah menyebarkan rumor buruk seperti itu," sahut Anderson.
"Ya begitulah sifat manusia, mereka mungkin iri dengan prestasi ayahku waktu itu, makanya mereka ingin menjelekan ayahku hingga reputasinya benar-benar habis," ujarku sengaja menggunakan suara agak sedih demi mendapatkan simpati dari orang-orang itu.
"Omong-omong, apa kita benar-benar boleh mengisi setiap kosong yang ada di kota ini? Tuan Muda tak akan mengusir kami suatu hari nanti, kan?" tanya Anderson memastikan
Aku sontak melihat ke sekeliling, dan memang benar ada terlalu banyak rumah kosong di kota ini, terlebih kebanyakan warga di sini sudah tidak memiliki usia produktif sehingga mereka jarang sekali membersihkan lingkungan di sekitar.
Alhasil, kebanyakan rumah di kota Lunar tampak seperti rumah hantu meski banyak perabotan di dalamnya. Entah apa yang terjadi pada waktu itu, yang pasti orang-orang memilih pergi dari kota Lunar karena mereka takut ancaman dari ras manusia serigala, serta bandit yang bisa datang kapan saja.
"Tenang saja, aku berjanji tak akan mengusir kalian selama kalian merasa nyaman tinggal di kota Lunar, dan aku juga berjanji tak akan menarik upeti sedikit pun dari kalian. Ingat, aku hanya ingin kalian kerja keras untuk membangun kota ini bersama-sama. Kalau bisa, hingga anak dan cucu kalian lahir nanti," jelasku sembari tersenyum kepada semua orang.
"Terima kasih, Tuan Muda. Kebaikan Anda akan selalu kami ingat seumur hidup," balas mereka sembari membungkuk penuh hormat kepadaku.
"Baiklah, kalian boleh pilih rumah untuk kalian tinggali, sementara Leon dan beberapa ksatria akan membantu kalian mengurus semua kebutuhan," ucapku, lalu berbalik ke arah kastil.
"Aku akan selalu berada di dalam kastil hingga beberapa hari ke depan. Kalian tinggal datang saja bila memerlukan bantuanku," tambahku seraya berjalan menuju kastil bersama Catrine dan Helena.
Aku bukannya tak mau berlama-lama dengan warga kota, soalnya aku masih perlu melatih beberapa sihir serangan dari buku rahasia yang telah aku dapatkan dari Gabriel. Kalau tidak, persetubuhan gila ku kemarin hanya akan berakhir sia-sia dan tidak berguna.
"Apa kamu yakin memberikan semua rumah itu secara gratis? Kamu tak khawatir kalau mereka akan berkhianat suatu hari nanti?" tanya Catrine dari sisi kiri.
"Ya, kebanyakan manusia yang tinggal di kota memiliki sikap tamak akan harta, dan mereka selalu berusaha merebut harta orang lain bila merasa tidak puas. Sejujurnya aku sedikit khawatir hal semacam itu akan terjadi," tambah Helena dari sisi kanan.
Aku spontan merangkul pundak kedua wanitaku dengan lembut, kemudian menjelaskan alasanku membawa orang-orang itu ke kota Lunar.
"Sikap warga pada suatu kota akan berubah-ubah sesuai dengan orang yang berkuasa di sana. Kalau penguasanya tamak, maka semua warganya juga akan tamak. Tapi, kalau penguasanya bijak, maka semua orang akan bahagia."
"Dan aku ingin menjadi seorang penguasa bijak dengan mengambil hati semua warga yang tinggal di kota ku, terutama hati dari generasi muda agar mereka memiliki loyalitas tinggi kepada kota tempat tinggalnya."
"Dengan begitu, aku akan lebih mudah untuk mengembangkan kota ini sehingga tidak akan mendapatkan julukan kota hantu lagi."
Ya, aku berniat merubah kota Lunar sebelum aku pergi ke sekolah Elliot, setidaknya aku ingin memberikan tempat tinggal yang layak untuk Catrine dan Helena selama aku tidak berada di sini.
Aku jelas tak ingin kedua wanitaku kerepotan karena harus mengatur warga kota, belum lagi ada Laura yang terkadang suka berbuat aneh-aneh kepada Catrine.
"Tapi, mereka punya hutang sangat besar kepada keluarga Gilbert. Gimana kalau utusan dari keluarga Gilbert datang ke sini untuk menagih hutang dengan cara kasar?" tanya Catrine.
"Tenang saja, aku jamin keluarga Gilbert tak akan berani datang ke sini sampai kapan pun," jawabku sangat percaya diri.
"Kenapa bisa begitu? Bukankah keluarga Gilbert salah satu keluarga bangsawan terkemuka di kerajaan Narandra? Mereka seharusnya punya kekuatan untuk menyerang warga kota, kan?" tanya Helena tampak penasaran akan jawabanku barusan.
"Karena kota Lunar akan mendapatkan perlindungan mutlak dari kedua orang itu," jawabku sembari menunjuk Putri Maria dan Aluna yang sedang berdiri di depan gerbang kastil bersama Laura.
"Memangnya siapa mereka? Apa mereka memiliki kekuatan sangat hebat?" tanya Helena lagi.
"Mereka Putri Maria dan Nona Aluna, kedudukan mereka sangat tinggi di kerjaan Narandra karena mereka keturunan langsung dari Baginda Ratu," jelas Catrine berbisik di telinga Helena.
"Oh begitu," tanggap Helena, kepalanya hanya manggut-manggut tanpa ekspresi apa pun.
Kami pun tiba di depan Laura, Putri Maria dan Aluna tak lama kemudian. Tapi, aku juga bisa melihat seorang pemuda berpenampilan seperti seorang dokter yang tampak sedang berdiri di belakang ketiga orang itu.
"Lama sekali kamu, Brian. Apa kamu sudah tak ingin melihatku lagi sampai harus menginap seminggu di kota River?" sapa Laura, bergegas menghampiri lalu memeluk ku begitu saja.
Dada montok Laura langsung menempel erat di dada bidang ku, ditambah wangi khas dari tubuhnya yang bisa membuatku terangsang seketika.
Bukan main memang pesona dari wanita rubah ini, aku bisa kehilangan akal sehat kalau ia terus menempelkan dadanya seperti perangko.
"Ehem! Apa seperti ini sikapmu kepada putramu? Tidakkah kamu merasa sikapmu terlalu berlebihan?" tegur Putri Maria.
"Kamu jangan salah paham, Maria. Brian bukan putraku lagi sekarang. Kita adalah pasangan sejati," sahut Laura masih bergelantung manja di leherku.
"Kamu ...." Putri Maria tersentak akan pengakuan Laura, jelas sangat terkejut saat melihat kemesraan yang diberikan Laura kepada ku.
"Tolong berhenti dulu, Laura. Aku harus bersikap sopan di depan Putri Maria," bisik ku di telinga rubah Laura, yang terasa halus dan lembut itu.
"Oh, oke deh," sahut Laura setuju, kemudian melepaskan pelukannya dari ku.
"Maaf, saya terlambat menyapa Anda, Putri Maria. Saya agak kerepotan ketika ada Laura di sisi saya," ucapku sembari membungkuk kepada Putri Maria.
"Tak masalah, Brian. Tapi, bisakah kamu bersikap seperti biasanya di depan ku? Aku agak tak nyaman kalau harus mengobrol pakai bahasa formal dengan calon menantu ku," pinta Putri Maria.
"Astaga, Putri Maria ini memang senang sekali bercanda, sejak kapan saya setuju menjadi menantu Anda?" tanyaku, benar-benar sudah muak dengan paksaan dari Putri yang satu ini.
Aku jelas tak ingin menikahi Aluna terlepas dari apa pun, sejujurnya aku kurang suka dengan sifat sombong dan arogan yang selalu Aluna tunjukan sepanjang waktu. Terlebih ia akan memandang rendah wanita-wanita yang memiliki status di bawahnya seperti Catrine dan Helena. Jadi, aku tak ingin terlalu akrab dengan wanita kesukaan si Brian itu.
"Ibuku tak pernah bercanda tentang masalah ini, Brian. Kita memang harus menikah sesuai dengan aturan kerajaan. Kamu tak boleh menolak lagi, atau kamu akan mendapatkan hukuman," ujar Aluna lantang.
"Kamu lebih baik diam, Aluna. Aku nggak mau ngomong sama kamu," balasku tak sopan.
"BRIAN!!!" teriak Aluna, bergegas mendekatiku dengan wajah memerah, ia sepertinya tak senang dengan balasan ku barusan.
Namun, langkah Aluna langsung terhenti tepat ketika ia hendak merajuk padaku. Sebab, pemuda yang sedari tadi diam di belakang mereka tiba-tiba bergerak lebih dulu dengan kecepatan yang tak bisa kutangkap dengan mata telanjang.
"Oh, jadi ini putra satu-satunya Tuan Argus? Hmm, kau sepertinya biasa-biasa saja, tapi kenapa kau bisa menjadi pria pilihan Putri Maria?" tanya pemuda itu.
Aku tak bergeming meski sempat terkejut oleh kecepatan pemuda itu, segera aku tanggapi dia dengan suara dingin, "Aku memang pria biasa, lantas apa masalahnya?" tanyaku.
"Tentu kau punya masalah, karena ku dengar kau sudah membuat obat sihir yang bisa menyembuhkan penyakit kuno. Makanya, aku sengaja datang ke sini bersama Putri Maria dan Nona Aluna untuk membuktikan sendiri kegunaan dari obat sihir buatanmu," ujar pemuda itu.
Ah, ternyata pemuda ini tertarik dengan obat sihir, pantas saja ia menggunakan setelan seperti seorang dokter, karena ia memang dokter sungguhan. Tapi, belum tentu juga sih, soalnya usia pemuda ini tampak baru berusia 20-an.
"Aku memang sudah membuat obat itu, kau coba saja kalau tidak percaya," ucapku sembari memberikan sebutir obat kepada pemuda itu.
"Ini ...." Pemuda itu langsung terbelalak saat melihat obat sihir, ia lalu melirikku dengan penuh selidik.
"Serius, kau yang sudah membuat obat ini? Kau tak ingin menipu ku, kan?" Dia memastikan.
"Buat apa aku menipu mu? Aku juga masih punya banyak di sini," balasku menunjukan obat-obat itu di dalam toples kecil.
Hap!
Pemuda itu bergegas merebut toples dari tanganku, dan matanya semakin terbelalak begitu mengamati setiap butir obat di dalamnya.
"Terima kasih, Dewa Agung! Aku akhirnya bisa melihat obat ciptaan Mu! Sekarang semua orang bisa terhindar dari penyakit kuno yang sangat mematikan itu!" serunya seraya bersimpuh ke arah langit.
Aku jadi bingung sendiri usai melihat gelagat pemuda itu. Padahal aku yang sudah membuat obat sihir, tapi kenapa ia pikir Dewa Agung yang sudah membuatnya? Sungguh aneh memang, aku pun tak tahu lagi harus menanggapinya pakai cara apa.
"Ah, aku lupa, seharusnya aku langsung bersujud kepada Tuan Muda Brian," gumam pemuda itu, benar-benar bersujud di depanku kemudian.
"Kenapa kau malah bersujud seperti ini? Kau ini bodoh atau gimana sih?" tanyaku agak tak senang.
"Aku Jerry Von Medicia harus berujud kepada orang yang sudah membuat obat sihir, karena obat ini merupakan obat sangat langka dan hanya bisa dibuat oleh Dewa Agung. Karena itu, aku harus bersujud hingga Tuan Muda Brian mau mengangkatku menjadi seorang murid," ujar pemuda bernama Jerry.
"HAH?!!!" pekik ku serta orang-orang di sekitarku.
"Maaf, Dokter Jerry, tidakkah Anda pikir permintaan ini terlalu berlebihan? Kenapa Anda tiba-tiba ingin menjadi murid Brian? Anda Dokter nomor satu di kerajaan Narandra, sekaligus guru medis terbaik di sekolah Elliot. Tapi, sekarang Anda ingin menjadi seorang murid dari pemuda yang baru berusia 15 tahun? Tolong bilang kalau Anda hanya ingin bercanda di sini. Brian jelas tak layak menjadi ...."
"Aku sangat serius akan permintaan barusan, setidaknya aku tak ingin melewatkan kesempatan untuk belajar dari Tuan Muda Brian. Aku harap Nona Aluna tidak banyak protes dan meragukan kemampuan Tuan Muda Brian," ujar Jerry menyela Aluna. Dia masih bersujud padaku dengan keyakinan sangat kuat.
Aku langsung menyentuh tangan sakti usai mendengar pengakuan Jerry, tak ku sangka tangan ini malah sudah membuat obat langka yang katanya hanya bisa dibuat oleh Dewa Agung.
Kini aku sedikit menyadari sesuatu setelah melewati banyak hal dengan tangan sakti ini, bahwa mungkin tangan ku bukan hanya sekedar tangan sakti, melainkan tangan asli milik Dewa Agung.
...