“Gun ... namamu memang berarti senjata, tapi kau adalah seni.”
Jonas Lee, anggota pasukan khusus di negara J. Dia adalah prajurit emas yang memiliki segudang prestasi dan apresiasi di kesatuan---dulunya.
Kariernya hancur setelah dijebak dan dituduh membunuh rekan satu profesi.
Melarikan diri ke negara K dan memulai kehidupan baru sebagai Lee Gun. Dia menjadi seorang pelukis karena bakat alami yang dimiliki, namun sisi lainnya, dia juga seorang kurir malam yang menerima pekerjaan gelap.
Dia memiliki kekasih, Hyena. Namun wanita itu terbunuh saat bekerja sebagai wartawan berita. Perjalanan balas dendam Lee Gun untuk kematian Hyena mempertemukannya dengan Kim Suzi, putri penguasa negara sekaligus pendiri Phantom Security.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fragmen 7
Hari-hari berlalu seperti pasang di laut tenang.
Gun meradang, orang-orang itu tak pernah berhenti mengganggu dan ingin membunuhnya. Selain tempat Archie, dia tidak punya lagi tempat yang aman untuk berdiam. Sedangkan resiko diikuti ke sana juga sangat besar. Archie Less akan ikut terancam jika turut dia libatkan.
Jadi saat ini, setelah mendapat hasil dari penyelidikannya sebagai Goblin dengan tetap dibantu Archie melalui keahlian retasnya, Gun memutuskan ....
"Kau terlalu tenang untuk kategori manusia yang ingin melenyapkan manusia lainnya."
Majalah di tangan Hwayoung terlempar jatuh. Bangun dari tempatnya dengan tampang seperti orang tersengat listrik.
"K-kau ... ba-bagaimana bisa masuk ke sini?"
Bagaimana tak akan terkejut, manusia itu tahu-tahu sudah berdiri di belakangnya tanpa disadari Hwayoung kapan masuk ke dalam kamar.
Yang jelas, jendela nampak terbuka dengan gorden berkibar tertiup angin.
Gun, tentu saja dia, bibirnya menarik senyuman kecut. "Apa yang membuatmu begitu haus ingin membunuhku ... Nyonya Presiden?" Dia tak menanggapi pertanyaan sederhana Hwayoung sebelumnya.
Kakinya bergerak pada sebuah benda, pemutar musik. Menyetel sebuah lagu dengan volume nyaring, persis yang dilakukan Hwayoung saat didapati Gun ketika itu tengah bercinta dengan pria yang jelas bukan Tuan Presiden.
Hwayoung ingin meraih ponsel di atas nakas di samping ranjang untuk setidaknya meminta tolong, tapi jaraknya terlalu 'tak memungkinkan.
Pasang mata Gun terus mengawasinya.
Dengan kaki gemetar, Hwayoung mundur perlahan dan serampangan. Ruangan itu cukup luas, tapi semua memiliki batas. Gun terus mendekat sementara wanita itu mulai kehabisan lahan, punggungnya membentur dinding.
"A-aku tidak paham a-apa yang kau maksud. Aku bahkan tak mengenalmu," sangkal Hwayoung, mencoba melepaskan diri dengan cara klasik.
Satu tangan Gun menempel di dinding tepat di dekat telinga Hwayoung, membuat wanita itu semakin ketar-ketir sulit mengendalikan sikap.
"Kau cemas aku berulah karena mengetahui kelakuan minus-mu, Nyonya?" tanya Gun, menipiskan jarak wajahnya dengan wajah Hwayoung. Hangat embus napas bahkan saling bertukar bentur. "Sebagai istri presiden, kau cukup berani."
Hwayoung menggeleng takut. "Ti-tidak--"
"Padahal kau bisa bernegosiasi denganku!" Gun memotong, bibirnya kembali menyunggingkan senyuman manis yang justru terkesan kelam.
"Ne-negosiasi?"
"Ya!" jawab Gun tanpa merubah posisi. "Bukankah aku tampan? .... Aku bisa memberikan pelayanan lebih dibandingkan priamu itu." Senyuman mengerikan itu bertambah kadar, dan pria yang dimaksud dalam ucapan Gun adalah Ragoon--patgulipat Hwayoung, pengawal sekaligus teman bercumbu.
Sapuan halus tangan Gun di wajahnya membuat jantung Hwayoung ingin meledak, membuat takut namun terasa lembut di waktu sama. Keduanya tetap sama membawa makna yang mengerikan.
Gun kemudian menjauhkan diri tanpa memudarkan senyum. "Kau lihat aku, aku juga gagah." Kelakuannya, dia menyibak bajunya dari bawah, mempertontonkan perut dan dada pulen maha menggoda.
Saliva di dalam mulut didorong ke kerongkongan dengan susah payah oleh Hwayoung. Bagaimana pun ketakutannya, dia tetap mengakui anugerah teramat indah yang dimiliki pria yang beberapa hari ini ingin dia hapuskan eksistensinya.
Sebenarnya, Hwayoung terlalu muda untuk disandingkan dengan Suho Kim yang melewati umur setengah abad. Dengan Suzi yang baru menginjak angka 26, usia Hwayoung hanya terpaut tujuh tahun saja di atasnya.
"Bagaiman, Nyonya ... kau tertarik padaku?"
Hwayoung terperanjat, diam memerhatikan, apakah pria muda itu sedang mempermainkan, atau benar-benar ingin seperti Ragoon.
“Nyonya aku serius dengan perkataanku,” sambung Gun lagi. Berusaha melebur ketakutan Hwayoung atas dirinya. “Atau jika kau keberatan, satu unit Bugatti Divo juga aku terima. Mulutku akan terbungkam seumur hidup dan kau bisa terus berbagi ranjang dengan pengawalmu itu.”
Hwayoung menelan ludah. Pilihan kedua sama saja memintanya korupsi uang negara.
Sekarang dia mulai berpikir lain.
Dibandingkan dengan membunuhnya, tentu lebih baik menggamit pria itu sebagai apa yang baru saja ditawarkannya. Bugatti Divo juga bukan pilihan benar.
“Memiliki dua pria sebagai mainan, bukankah lebih menyenangkan? Ditambah, aku akan terlindungi dari skandal selama memberikan mereka pakan yang benar.”
Setelah mendapat keputusan di kepalanya, Hwayoung tersenyum. Kini tak lagi ada ketakutan di wajahnya seperti yang tadi terhadap pria muda di hadapannya.
"Umm, baiklah aku akan-- hmmp!”
"Kau terlalu lama berpikir. Waktu penawaranku tidak sebanyak itu!"
Hwayoung terkejut, meronta-ronta ingin melepaskan diri dari sergapan Gun. Mulutnya dibekap menggunakan telapak tangan.
“Aku tidak menyangka Nonya Presiden sungguh sebodoh ini,” kata Gun. Seutas tali dilitkan ke tubuh Hwayoung.
Dia menambahkan ancaman, “Lupakan rencanamu untuk melenyapkanku. Karena yang akan terjadi justru sebaliknya. Kau yang akan kehilangan banyak hal lebih dari ekspektasimu.”
Ω
Ω
Pagi harinya, kediaman presiden digemparkan dengan keadaan Hwayoung yang tergantung di raling bagian luar balkon kamarnya.
Seisi rumah berhambur cemas. Beberapa pria dari Phantom mengevakuasi dengan sangat hati-hati.
Mulut yang dilakban serta lampu balkon yang dimatikan, membuat tak seorang pun menyadari keberadaan Hwayoung selama semalaman di sana.
Berhasil diselamatkan, wanita itu langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif.
Phantom akan bekerja keras menemukan pelaku yang berani-beraninya menganiaya ibu presiden.
"Periksa semua kamera cctv. Jangan lewatkan satu pun!" Jae Won memerintah anak buahnya dengan suara tegas.
"Sudah, Kepala. Tapi kami tak mendapatkan rekaman apa pun di jam sebelas sampai satu jam setelahnya," satu orang bawahan memberi jawaban.
Won terkejut.
Satu lagi masalah kelengahan dalam cara kerja Phantom. Pria itu merasa bersalah lagi. "Bagaimana bisa orang itu melakukannya begitu rapi di saat pengawalan di rumah mewah ini begitu ketat?" Dia tak habis pikir.
Di lain tempat, Suho Kim yang tengah melakukan kunjungan kemanusiaan pada korban-korban kecelakaan kereta api di sebuah rumah sakit di luar kota, terkejut mendengar kabar tentang apa yang terjadi pada istrinya. Segera dia memerintahkan untuk melakukan penjagaan lebih ketat pada Phantom terhadap kediamannya, juga mengejar pelakunya sampai dapat.
“Jangan beri ampun!”
Semua yang terjadi akhir-akhir ini membuatnya merasa ragu untuk meneruskan kepemimpinan. Keluarganya selalu dalam bahaya.
Tiba-tiba seraut wajah menguasai pikirannya. "Suzi.”
Mengingat putrinya, di sela waktu senggang, Suho langsung menghubungi Won.
"Won ... jangan tunda lagi. Tinggalkan semua pekerjaanmu dulu. Sesegera mungkin ... cepat temukan di mana keberadaan Gun dan bawa dia padaku."
“Baik, Ketua!”
*
*
*
"Kau tidak mau bangun?" Hyena menepuk-nepuk pipi kekasihnya dengan gemas.
Gun menggeliat lalu membalikan badan membelakangi.
"Aku masih mengantuk, Sayang,” suaranya serak-serak manja.
"Ya sudah. Aku akan terbang ke Thailand sore ini dan akan meminta Jiho yang mengantarkanku ke Bandara."
Cara itu seketika menarik bangkit Gun dari rebahnya. "Shitt! Kenapa harus sialan itu?" Jiho adalah rekan kerja Hyena yang paling dicemburui Gun.
"Jadi kau akan ke luar negeri lagi?" tanyanya memastikan.
Hyena tersenyum seraya mendudukkan diri di hadapan Gun. "Ya. Ada berita penting di sana yang harus aku liput."
"Pantas saja semalam kau memberiku tumpangan tempat tidurmu. Ternyata kau akan pergi."
Bibir mengerucut itu dikecup Hyena sekilas saja. "Hanya satu minggu tak akan membuatmu berkarat, Sayang."
Tetap saja Gun merasa berat. Diraihnya tangan Hyena lalu digenggamnya. "Untuk membuatmu tak lagi seperti ini, bulan depan kita menikah saja. Kau tak perlu bekerja setelah kita menikah. Aku akan menjamin semua kebutuhanmu. Kau hanya perlu menungguku pulang dengan gaun tipis dan bibir merah.”
Mendengar seluruh kalimat itu, Hyena terkekeh. "Kalau begitu, perjalanan ini adalah tugas terakhirku sebagai wartawan. Ke depannya, aku akan jadi istri yang baik."
bilamana memang pembaca suka dan sllu menantikan update anda thor...pasti walaupun boom update juga pasti like...itu pasti...
Oiya kabar Archie gimana? Masih koma kah? Kangen sama aksi² Archie yang heroik, Archie dimana kau ❤️
ini pada nunggu gebrakan mu.
semangatg thorr.. d tunggu up nya😁😁🌹🌹