(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!)
Demi mendapatkan uang untuk mengobati anak angkatnya, ia rela terjun ke dunia malam yang penuh dosa.
Tak disangka, takdir mempertemukannya dengan Wiratama Abimanyu, seorang pria yang kemudian menjeratnya ke dalam pernikahan untuk balas dendam, akibat sebuah kesalahpahaman.
Follow IG author : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lyla anakku ...
Via tinggal di panti asuhan ini sejak bayi. Sama seperti Lyla, Via juga dibuang begitu saja. Dia ditemukan di dalam masjid dan akhirnya tinggal di sini. Dan sampai sekarang keberadaan orang tuanya tidak diketahui. Aku yang merawat Via sejak bayi. Via adalah anak yang baik dan penurut. Dia juga memiliki keyakinan yang teguh. Apapun yang terjadi dalam hidupnya, dia tidak pernah mengeluh.
Dia punya impian menjadi seorang perancang busana, karena itulah, dia berjuang keras untuk menyelesaikan pendidikannya. Via anak yang mandiri. Dia membiayai sekolahnya sendiri dengan bekerja.
Empat tahun lalu, saat akan berangkat kuliah. Dia menemukan seorang bayi di dalam kardus di depan sekolah pesantren. Via membawa pulang bayi itu. Mungkin karena merasa memiliki nasib yang sama, akhirnya Via menganggap bayi itu seperti anaknya sendiri. Via sangat menyayangi Lyla. Dia merawat dan memberikan seluruh perhatiannya pada Lyla. Bersama Via, Lyla menemukan kasih sayang seorang ibu.
Usianya satu tahun, saat Lyla sering sakit, mudah lelah dan sering jatuh tanpa sebab. Hari itu matanya membengkak sebesar telur puyuh. Via membawanya ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Dokter bilang, harus menunggu hasil pemeriksaan selama beberapa minggu, sampai akhirnya Lyla divonis mengidap leukemia.
Lyla yang malang. Saat anak-anak lain berlarian kesana-kemari, dia hanya dapat melihat dari kejauhan. Tapi walaupun begitu Via selalu mampu membuatnya bersabar.
Saat itu kami butuh biaya yang banyak untuk pengobatan Lyla. Via akhirnya memilih berhenti kuliah. Dia mengubur semua impiannya dan memilih fokus bekerja untuk Lyla. Dia menerima pekerjaan apapun, selama bisa menghasilkan uang, tanpa mempedulikan dirinya. Bahkan saat dalam keadaan sakit, dia masih memaksakan dirinya bekerja. Via rela melakukan apapun demi Lyla.
*****
Ucapan Bu Retno terngiang di telinga Wira. Rasanya bagai dihimpit batu besar. Hanya air mata terus mengalir membasahi wajahnya. Lyla kecilnya sedang berjuang melawan penyakit mematikan. Ia teringat saat pertama kali mendatangi Via dan menawarkan bantuan untuk menanggung biaya perawatan Lyla di rumah sakit -- dengan beberapa syarat yang berat. Walaupun dengan perasaan berat, Via tetap menyetujui syarat yang diajukan Wira. Dan semua itu demi Lyla.
"Aku sudah melakukan dosa besar. Sekarang aku mengerti kenapa Via terpaksa masuk ke dunia hitam itu. Semuanya hanya untuk anakku. Dan apa yang aku lakukan untuk membalas kebaikannya. Aku malah memperlakukannya dengan sangat buruk."
Wira menyandarkan kepalanya. Sesekali menarik napas dalam. Bayang-bayang Lyla kembali bermunculan saat sedang bermain di kamar yang sejatinya memang disiapkan Wira untuknya. Tetapi Permainan takdir sungguh ironis. Karena ketidaktahuannya, Wira malah menegur Lyla yang saat itu memainkan sebuah boneka. Bahkan kini Lyla menjadi sangat takut pada Wira.
"Tenanglah Wira ... saat tiba di rumah nanti minta maaflah pada Via dan Lyla," ucap Bima sembari menyetir mobil.
Rasanya Wira sudah sangat tidak sabar untuk segera tiba di rumah dan memohon maaf pada Via dan juga Lyla karena perlakuan buruknya selama ini.
"Lyla adalah anakku. Anak yang sudah aku cari selama empat tahun ternyata ada di depan mataku. Dia bahkan sedang berjuang di setiap harinya untuk tetap hidup," lirih Wira. "Dan wanita yang selama ini aku benci, aku caci maki adalah orang yang rela melakukan apapun demi anakku."
Tidak butuh waktu lama, mobil memasuki halaman rumah. Setengah berlari, Wira segera memasuki rumah itu, meninggalkan Bima yang masih berada di dalam mobil. Saat tiba di ruang tengah, ia mengedarkan pandangannya. Rumah dalam keadaan sangat sunyi, bagaikan tak berpenghuni.
Pelan-pelan, Wira melangkah menuju sebuah kamar belakang yang cukup dekat dengan dapur. Terdiam beberapa saat, Wira terlihat ragu-ragu mengetuk pintu. Teringat dosa-dosanya pada istri dan juga anaknya.
Hingga beberapa menit kemudian, setelah dapat mengendalikan perasaannya, Wira mengetuk pintu beberapa kali. Namun tidak ada sahutan.
"Via ... Lyla ...." panggilnya pelan, sambil mengetuk.
Hening! Tidak ada tanda-tanda keberadaan orang di sana. Ia mengetuk lagi dan lagi, hingga meyakini tidak ada orang di sana. Wira pun memutar gagang pintu hingga terbuka. Dan kosong, tiada siapapun di sana.
Air matanya kembali terurai manakala penglihatannya menangkap sebuah kotak di atas lemari. Sebuah kotak berisi boneka barbie yang pernah dibeli Wira untuk Lyla. Ia meraih benda itu dan menatapnya dengan perasaan hancur. Lyla bahkan menolak boneka yang sangat disukainya jika tahu itu pemberian Wira.
"Lyla anakku ... maafkan ayah, Nak!" gumamnya berusaha menahan tangis.
Wira melangkah keluar kamar, lalu segera menuju lantai atas dimana Via kadang membersihkan. Namun, Wira telah meneliti setiap ruangan tetapi tidak ada Via maupun Lyla. Setelah tidak menemukan apapun, akhirnya Wira memilih kembali ke lantai bawah dan berkeliling di rumah itu. Bima baru saja masuk saat mendengar suara Wira yang memanggil nama Via dan Lyla bergantian.
Laki-laki itu dapat melihat raut wajah Wira yang panik. "Ada apa, Bos?" tanya Bima.
"Lyla dan Via tidak ada."
"Maksudnya tidak ada bagaimana? Biasanya mereka kemana?"
"Mereka tidak mungkin ke panti. Aku sudah pernah melarang Via untuk menginjakkan kakinya di panti asuhan itu lagi."
Mendengar ucapan Wira membuat bola mata Bima terbelalak. "Apa? Kau melarang Via berkunjung ke panti?"
Sembari menghela napas panjang, Wira mengangguk pelan. Raut wajah menyesal tergambar jelas di wajahnya. "Sebelum menikah dengan Via, aku membuat nya berjanji untuk menjauhi orang tuaku dan juga panti asuhan itu."
Bima pun berdecak sambil menggelengkan kepalanya. Ia benar-benar tidak menyangka dengan pola pikir Wira. "Kau sudah gila, Wira. Teganya kau melakukan semua itu pada Via. Bagaimana mungkin kau melarangnya berkunjung ke panti. Itu adalah rumahnya sejak kecil dan kau tidak berhak melarangnya."
Wira tidak menyahut. Pikirannya sudah menjalar kemana-mana. Bahkan ia tak lagi dapat berpikir jernih. Ia sudah mulai khawatir jika terjadi sesuatu pada Lyla.
"Mungkin Via dan Lyla hanya keluar sebentar. Tunggulah!" Bima mencoba menenangkan Wira yang sejak tadi kelimpungan.
Wira mencoba menghubungi panti asuhan dan nomor ponsel Via. Namun, tidak ada kabar keberadaan mereka. Nomor telepon Via sudah tidak aktif lagi. Sebab beberapa hari sebelumnya, tanpa sepengetahuan Wira, Via telah menjual ponsel untuk membeli kebutuhan Lyla.
****
Hingga beberapa jam berlalu, Via dan Lyla belum juga kembali, sehingga membuat Wira merasa khawatir.
"Apa mungkin Via pergi dari rumah karena marah padaku setelah kejadian malam itu?" gumam Wira.
"Coba kau lihat pakaiannya. Kalau tidak ada, berarti dia pergi dari rumah," ujar Bima.
Tanpa banyak pikir lagi, Wira segera menuju kamar Via untuk memeriksanya.
*****