Spin off "Touch me mr. Cassanova"
🍁🍁🍁
"Kak, ini beneran kita menikah?"
Pertanyaan itu lolos begitu saja dari bibir mungil seorang Mikhayla Nolan.
Belasan tahun menyandang status sebagai seorang adik, kini tiba tiba ia berganti status menjadi seorang istri.
Kok bisa?
Kenapa?
Mikha merasa seperti mimpi buruk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy_Ar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
...~Happy Reading~...
Pagi itu, matahari baru saja naik ketika Edward memanggil Calvin ke ruang kerjanya. Ruangan itu sunyi, hanya terdengar deru nafas ayah dan anak yang duduk berhadapan. Edward memulai pembicaraan dengan nada serius.
"Ada apa, Pi?" tanya Calvin, mencoba membaca ekspresi ayahnya yang terlihat tegang.
Edward meletakkan tangan di meja, menatap putranya dalam-dalam. "Pernikahan kamu tinggal menghitung hari, Calvin. Bagaimana persiapannya?"
Calvin terdiam sesaat. Keraguan tergambar jelas di wajahnya. Ia tahu pertanyaan itu sederhana, tapi jawabannya tidak.
"Calvin... ada sesuatu?" Edward mendesaknya lagi.
"Papi..." Calvin memulai, suaranya bergetar.
"Ada apa?" Edward mengangkat alis, menunggu penjelasan.
"Pernikahan itu—" Calvin berhenti, ragu-ragu.
Edward mencondongkan tubuhnya. "Semuanya baik-baik saja, kan?"
Calvin menarik napas panjang, mencoba mencari kekuatan untuk mengucapkan kata-kata yang berat itu. "Calvin ingin membatalkan pernikahan ini."
Edward menegakkan tubuhnya, matanya melebar. "Jangan bercanda, Calvin!"
"Calvin serius, Pi."
Ruang kerja itu mendadak terasa jauh lebih kecil. Edward menatap anaknya, mencari tanda bahwa ini hanyalah lelucon yang buruk. Tapi ekspresi Calvin tidak berubah.
"Tapi kenapa? Undangan sudah disebar, semua sudah disiapkan. Tinggal beberapa hari lagi!" Edward mencoba menenangkan dirinya.
"Maafkan Calvin, Pi. Tapi Calvin benar-benar tidak bisa melanjutkan pernikahan ini."
Edward memijat pelipisnya, merasa kepalanya mulai berdenyut. "Bawa Flora ke sini. Biar Papi bicara dengannya."
"Dia tidak akan datang, Pi," jawab Calvin dengan suara pelan.
"Kalian ada masalah apa sih?" Edward menekan, nadanya mulai penuh emosi.
Calvin menundukkan kepala, menggenggam tangannya erat-erat di pangkuannya. "Pi, tolong restui keputusan Calvin. Pernikahan ini tidak bisa dilanjutkan lagi."
"Iya, tapi kenapa? Kasih Papi alasan yang jelas!" Edward kini berdiri, menatap Calvin dengan tatapan tajam.
Calvin menarik napas lagi, berusaha keras menahan emosinya. Pada akhirnya, ia mengucapkan kebenaran yang selama ini ia simpan. "Karena dia sudah hamil!"
Edward terkejut. Matanya membesar, tubuhnya yang semula duduk di kursi kini bangkit berdiri. "Kamu menghamili dia?! Calvin, apa yang kamu lakukan?!"
"Calvin tidak pernah menyentuh Flora, Pi!"
Edward terdiam sejenak, lalu menatap anaknya dengan penuh kebingungan. "Kalau kamu tidak pernah, kenapa dia bisa hamil?"
"Justru itu, makanya Calvin mau membatalkan pernikahan ini," jawab Calvin dengan tegas, meski suaranya sedikit bergetar.
Keheningan melingkupi ruangan itu. Edward akhirnya mengerti alasan utama di balik keputusan mendadak ini. Flora, calon menantu yang selama ini ia pikir sempurna, telah berselingkuh. Bukan hanya berselingkuh, tetapi sampai hamil di luar nikah.
"Astaga," gumam Edward, merasa tubuhnya kehilangan kekuatan. Ia kembali duduk, meletakkan wajahnya di tangannya.
"Kenapa kamu tidak bilang dari awal, Calvin?" Edward bertanya dengan suara berat, mencoba menenangkan emosinya.
"Aku tidak ingin membuat masalah semakin rumit, Pi. Aku berpikir kalau aku bisa menyelesaikannya sendiri. Tapi... semakin lama, aku sadar aku tidak bisa pura-pura tidak tahu," Calvin menjelaskan, suaranya dipenuhi keputusasaan.
Edward memandang putranya, merasa campuran antara marah, kecewa, dan kasihan. "Lalu, apa rencanamu sekarang?"
"Calvin akan bicara dengan semua pihak yang terlibat. Tapi aku mohon, Pi, jangan paksa aku untuk melanjutkan pernikahan ini," Calvin memohon dengan tulus.
Edward menghela napas panjang. Keputusan Calvin jelas membawa dampak besar tidak hanya untuk keluarga mereka, tetapi juga untuk keluarga Flora. Namun, sebagai ayah, Edward tidak bisa memaksa anaknya menjalani sesuatu yang jelas akan merusak hidupnya.
"Baiklah, Calvin," ucap Edward akhirnya, meski dengan berat hati. "Tapi pastikan kamu siap menghadapi semua konsekuensinya. Ini bukan keputusan yang mudah."
Calvin mengangguk, merasa sedikit lega. "Terima kasih, Pi."
Namun, Edward menatapnya lagi dengan tatapan serius. "Tapi kamu harus jujur pada semua orang. Tidak ada kebohongan, tidak ada yang disembunyikan. Kita harus hadapi ini bersama."
Calvin kembali mengangguk, merasa mendapat kekuatan dari dukungan ayahnya. Ia tahu jalan yang akan ia tempuh tidak akan mudah, tapi setidaknya ia tidak akan menjalaninya sendirian.
"Baiklah, sekarang kita keluar! mami kamu sudah siapin sarapan! jangan pula buat adik kamu ngereog pagi pagi!" ucap Edward segera mengajak Calvin keluar.
🍁🍁🍁
Mikha, dengan pakaian yang sudah rapi, melangkah menuruni tangga dengan wajah ceria. Suaranya terdengar ceria sambil mendendangkan lagu favoritnya. Begitu sampai di meja makan, ia menyapa semua orang dengan nada khasnya yang mengundang perhatian.
"Selamat pagi semuanya, Mami, Papi, Kakak, dan anak tuyul!"
Keynan, adiknya yang berusia dua belas tahun, langsung mendengus kesal. "Kakakkkk!" serunya sambil menepis tangan Mikha yang baru saja mengusap kepalanya.
"Apa sih, anak tuyul? Sensitif banget masih pagi juga. Cup!" Mikha menjawab santai, lalu tanpa malu-malu mencium pipi adiknya.
"Kak Mikhaaaaa!" jerit Keynan semakin keras, wajahnya memerah karena malu sekaligus marah.
Dari dulu, Mikha memang terkenal sebagai kakak yang usil. Baginya, melihat Keynan kesal adalah hiburan tersendiri.
Mami Faiz yang duduk di ujung meja hanya bisa menggelengkan kepala sambil menghela napas berat. "Astaga, Mikha. Bisa gak sehari aja jangan ganggu adikmu?"
"Bisa kok, Mi," jawab Mikha sambil terkekeh. "Tapi nanti kalau Mikha udah nikah dan pergi dari rumah ini, jadi gak akan bisa gangguin Keynan lagi. Hihihi!"
"Kalau gitu cepetan nikah dan pergi!," sahut Keynan dengan suara kecil, namun cukup terdengar oleh semua orang di meja makan.
"Key... " tegur mami Faiza menggelengkan kepalanya.
"Mikha, cepat habiskan sarapanmu," ucap Papi Edward dengan nada tegas.
"Oh iya, Papi. Pagi ini Mikha bawa motor ya?" tanya Mikha sambil menyendok nasi goreng ke piringnya.
"Gak boleh!" jawab Edward tegas. Tapi yang mengejutkan, Calvin, kakaknya yang lebih tua, juga ikut menyahut dengan nada yang sama.
"Iks, Kakak, kenapa ikut-ikutan sih!" Mikha memprotes sambil memanyunkan bibirnya.
"Kamu belum terlalu bisa bawa motor, apalagi ini pagi jamnya macet. Bahaya," jawab Calvin sambil menyesap kopinya.
"Justru karena jam macet, Kak, makanya Mikha mau bawa motor biar bisa cepat sampai sekolah!" balas Mikha dengan nada berargumen.
"Tetap saja bahaya," potong Calvin dengan nada tenang tapi tegas.
Mikha mendesah keras, merasa percuma berdebat dengan kakaknya. "Kakak nyebelin," gumamnya pelan.
Edward, yang sudah selesai dengan korannya, menatap putrinya dengan serius. "Mikha, hari ini kamu berangkat sama Kak Calvin. Papi akan bawa mobil kamu."
"Loh, kok gitu, Pi? Mobil papi ke mana?" Mikha bertanya dengan nada tak terima.
"Mami mau pakai mobilnya untuk arisan," jawab Edward santai.
"Dihhh, arisan!" Mikha menggerutu pelan, "Nah justru karena mami arisan gitu, apa gak sebaiknya emang Mikha bawa motor aja. bair—"
"Enggak Mikha, sekali enggak tetap enggak!" jawab Calvin langsung memberikan tatapan tajam pada adiknya.
Mami Faiz, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Sudah, no protes! Itu juga masih mobil Papi kamu. Lagian cuma hari ini aja, Mikha. Besok kamu bawa mobil sendiri lagi."
Mikha akhirnya menyerah. Ia tahu, jika Maminya sudah bicara seperti itu, tidak ada gunanya membantah. Ia melanjutkan sarapannya sambil mengomel pelan, meskipun sebagian besar keluarganya hanya tersenyum melihat tingkahnya.
Calvin berdiri dan mengambil kunci mobil dari meja. "Ayo, Mikha, berangkat sekarang. Jangan sampai telat."
Dengan enggan, Mikha mengikuti kakaknya keluar rumah. Tapi sebelum pergi, ia sempat mengacak rambut Keynan sekali lagi. "Dadah, anak tuyul!"
"Kakakkkk!" teriak Keynan, tapi Mikha sudah berlari keluar rumah sambil tertawa.
Seperti biasa, pagi di rumah keluarga Edward selalu dimulai dengan keributan kecil yang menghidupkan suasana. Dan Mikha, dengan segala keusilannya, selalu menjadi pusat perhatian.
...~To be continue......
papi bisa JD perkedel..
Calvin kyke kambing ilang..
Mikha np km mlh crita ma ortu km coba
aya aya wae ari si mikha😂😂
bukan adik ipar tapi adik yang jadi istrinya ☺️☺️
masih anak2 tapi kamu juga bisa bikin anak,,eeeh